Pak Yusuf duduk di teras sembari membaca koran. Sesekali beliau menyuruput segelas kopi yang di letakkan di atas meja di hadapan beliau. Beliau adalah ayah dari Mira. Usia beliau 70 tahun. Kepala beliau dipenuhi dengan rambut yang sudah memutih. Beliau seorang pensiunan TNI AD berpangkat Sersan Major. Akhir-akhir ini pak Yusuf sering sakit-sakitan.
"Mira duduk sini, Nak!" Pinta pak Yusuf saat melihat Mira.
"Ada apa, Yah?" Tanya Mira sambil duduk di samping pak Yusuf.
"Kapan Tedi melamar Kamu?" Pak Yusuf terlihat serius.
"Ayah, Tedi kan baru dua bulan kerja di perusahaan yang sekarang."
"Lalu masalahnya apa?"
"Ya dia minta waktu, Ayah. Mau ngumpulin uang dulu."
"Nikah ngga perlu banyak biaya, Mira. Yang penting sah secara hukum dan agama."
"Tapi Mira kan punya pernikahan impian, Ayah."
"Apa? Mau seperti artis-artis yang pestanya ngabiskan uang miliaran? Kita bukan orang kaya, Mira."
"Bukan begitu, Ayah. Ya paling tidak, ada resepsi lah Ayah. Apa lagi Ayah tau sendirikan Tedi itu dari keluarga terpandang. Ayah ibunya seorang pejabat pemerintahan."
"Kalau kelamaan keburu Ayah ngga ada lagi Mira."
"Memangnya Ayah mau kemana?"
"Ayah sudah tua Mira, sudah sering sakit-sakitan. Ayah takut tidak sempat menikahkanmu."
"Ayah kok ngomong begitu sih?"
"Apa orang tua Tedi benar-benar merestui hubungan kalian?"
"Tentu Ayah. Kalau tidak, untuk apa ayah ibunya sering silaturahmi ke sini."
"Mira, Ayah hanya takut putri bungsu Ayah tidak bahagia. Ayah dan ibu membesarkan kalian dengan penuh kasih sayang, kami tidak akan rela kalau kalian disakiti."
"Terima kasih Ayah sayang." Mira mengecup pipi ayahnya. "Mira bantu ibu dulu ya, Ayah." Ayah mengangguk. Mira masuk ke dalam rumah.
*****
Mira diajak Tedi ke rumahnya. Kebetulan hari ini ayah ibunya sedang ada di rumah, tidak ada dinas luar. Keluarga Tedi memang jarang sekali berkumpul karena kesibukan ayah ibunya. Tedi anak pertama dari tiga bersaudara. Dia anak laki-laki satu-satunya.
"Mira, masih mau kan nungguin Tedi sampai dua tahun lagi?" Tanya bu Emi, ibunya Tedi yang sedang di dapur bersama Mira, untuk menyiapkan makan malam.
"Maksudnya Bu?"
"Ibu mau Tedi sambil kerja ambil S2. Kalau dia buru-buru nikah, nanti dia ngga fokus." Jawab bu Emi santai. Mira hanya diam. Sekarang saja tidak kurang dari tiga tahun usia pacaran mereka. Kalau harus menunggu dua tahun lagi, itu artinya total lima tahun mereka terjebak dalam hubungan pacaran.
"Apa dugaan ayah benar?" Batin Mira. Dugaan kalau orang tua Tedi tidak merestui hubungan mereka. Oleh sebab itu pernikahan mereka selalu diundur-undur. Sudah dari setahun yang lalu Mira dan Tedi merencanakan menikah, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya. Tahun depan, kemudian tahun depannya lagi, selalu begitu. "Apa Tedi bukan jodohku?"
"Sayang?!!!" Tedi mengagetkan Mira yang sedang melamun di balkon lantai dua rumah Tedi. Tedi memeluk Mira dari belakang. "Kamu kok bengong di sini?"
"Mau cari angin aja, Sayang." Jawab Mira.
"Dicari mamah sama papah tuh."
"Sayang, apa benar kamu mau ambil S2?" Tanya Mira.
"Mamah ya yang bilang? Aku sudah bilang sama mamah, Aku pengen nikah dulu. Urusan ambil S2 bisa nanti setelah menikah." Jawab Tedi santai.
"Lalu?" Mira kurang puas dengan jawaban Tedi.
"Lalu apa, Sayang? Ayo masuk!" Tedi menarik tangan Mira menuju ruang keluarga. Ada ayah dan ibunya Tedi, serta kedua adik perempuan Tedi yang selisih umurnya tidak terlalu jauh dengan Tedi.
"Mas kapan sih nikahnya?" Tanya Maria si bungsu.
"Masmu harus S2 dulu baru menikah." Jawab bu Emi.
"Kalau Maria jadi mba Mira ngga bakalan deh mau nungguin. Mending cari cowok lain aja." Ceplos Maria. Mira hanya diam.
"Apa-apaan sih Maria?" Tedi terlihat kesal. "Mah, Tedi kan sudah bilang mau nikah dulu." Protes Tedi.
"Papah terserah kamu saja. Yang penting kamu sebagai laki-laki harus bertanggung jawab atas kehidupan rumah tanggamu." Ucap Pak Bimo ayah Tedi.
"Pah, ayolah. Papah sama mamah kan lulusan S2, kita sekolah di luar pula. Anak kita harus S2 juga dong Pah." Kali ini bu Emi yang protes.
"Sudah lah Mah! Dia sudah dewasa, biarkan saja!"
"Papah memang the best." Ucap Tedi senang sambil mengacungkan kedua jempol tangannya. Sementara bu Emi wajahnya langsung cemberut.
"Mah, cemberut gitu nanti cepat tua lho." Ledek Tesa adik Tedi.
"Kalian jahat sama Mamah ya." Kesal bu Emi. Mereka pun tertawa. Sedangkan Mira hanya diam.
*****
Mira termenung di kamarnya, tiba-tiba ada sedikit rasa ragu untuk melanjutkan pernikahannya dengan Tedi. Mendengar ucapan bu Emi kemarin, membuat Mira merasa tidak mendapat restu dari calon ibu mertuanya itu. Kemudian sore tadi, Weni temannya yang kerja satu kantor dengan calon mertuanya, mengatakan kalau calon mertuanya itu perempuan yang cerewet bahkan sering berkata kasar ke orang lain.
"Bagaimana kalau nanti aku jadi menantu beliau, beliau bersikap semena-mena denganku? Mau kah Tedi membelaku?" Mira mengingat-ngingat apa saja yang dikatakan Weni hari ini.
"Ayolah Mira, kamu yakin mau punya mertua kayak bu Emi?"
"Sejauh ini beliau selalu baik sama aku, Wen."
"Aku khawatir. Aku harap semua akan baik-baik saja nanti." Cemas Weni.
"Ayolah Wen, calon mertuaku itu bukan penjahat."
"Kalau kamu melihat sendiri aslinya beliau, kamu ngga akan mau jadi menantu beliau. Sungguh Mir. Aku serius." Tegas Weni.
Mira selama ini tidak pernah mendapat perlakuan tidak baik dari keluarga Tedi. Tapi memang mereka jarang bertemu karena sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, tidak mungkin Weni sahabatnya berbohong tentang calon mertuanya.
"Lalu aku harus bagaimana?"
*****
Mohon tinggalkan vote dan komentar
terima kasih