Mira merebahkan badannya setelah lelah beberes dan mandi. Badannya terasa pegal semua. Dia masih bertanya-tanya, ada apa dengan penghuni rumah ini? Tadi ibu mertuanya keburu datang, jadi dia tidak sempat bertanya. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Cacing diperutnya bernyanyi.
"Baru saja rebahan, nih cacing-cacing malah berisik." Gumamnya.
"Tok... Tok... Tok..." Pintu kamar Mira diketok. Bergegas Mira menuju pintu.
"Mira, cepat masak untuk makan malam!" Ucap orang di hadapannya. Tanpa menunggu Mira bicara orang tersebut langsung berlalu. Bu Emi. Mertua Mira. Mira terdiam.
"Masak untuk makan malam?" Mira bergumam bingung." Bukannya kemarin-kemarin aku tidak pernah disuruh masak?" Mira menyeret tubuhnya yang lelah ke dapur.
"Mbak Mira?" Bik Yatmi terkejut melihat Mira sedang menyiapkan makan malam. "Apa ini mbak yang masak?" Mira mengangguk pelan. "Maaf ya mba. Tadi bibik disuruh nyonya ikut non Tesa ke mini market."
"Mira pamit ke kamar ya bik." Ucap Mira lemas. Dia membiarkan dirinya kelaparan. "Sangat lelah." Mira menangis di kamarnya.
Ponsel Mira berdering. Dilihatnya layar. Suaminya yang menelepon. Dia enggan menerima. Suasana hatinya sangat buruk. Berulang kali Tedi memanggil, akhirnya Mira menyerah. Disiapkannya dirinya.
"Sayang lagi apa? Kok lama angkatnya." Tanya suara diseberang sana khawatir.
"Makan." Jawab Mira singkat.
"Sayang baik-baik sajakan?" Tedi semakin khawatir.
"Iya."
"Kenapa jawabnya singkat begitu? Sayang marah ya?"
"Capek." Jawab Mira pelan. Kemudian Mira tertidur dan melepaskan ponselnya dari tangan.
"Sayang istirahat ya!" Tak ada balasan dari Mira. "Sayang? Apa Sayang tidur?" Mira tak kunjung menjawab. Akhirnya Tedi menutup teleponnya.
Tidak sampai tiga puluh menit Mira tertidur, pintu kamarnya digedor-gedor dari luar. Mira terkejut. Dikucek-kuceknya matanya.
"Siapa yang mengetuk seperti orang marah?" Gumam Mira. Mira terkejut ketika membuka pintu, mertua dan kedua adik iparnya ada di depan kamarnya. "A ... Ada apa?"
"Dengar ya Mira, Mamah tidak suka kalau kamu ngomong macam-macam ke Tedi!!!" Bu Emi meledak.
"Maksud Mamah apa?" Mira semakin bingung.
"Tadi Tedi nelepon Mamah nanyain Kamu. Ingat ya Mira, kalau Kamu cerita tentang rumah ini ke Tedi, Mamah ngga akan segan-segan usir kamu." Ancam bu Emi. Kemudian berlalu dengan kedua anaknya.
Tangis Mira langsung pecah. Dihempaskannya tubuhnya di atas kasur. "Ya Allah, apa ini?"
*****
Satu Bulan Kemudian
Mira menyiapkan sarapan pagi. Sekarang Mira tidak ubahnya seorang pembantu bagi mertua dan adik iparnya. Mira hanya bisa diam dan berusaha bertahan sekuat mungkin. Tedi belum bisa pulang karena banyak pekerjaan.
"Mba Mira, apa masih kuat?" Tanya bik Yatmi.
"Ntah Bik." Jawab Mira sedih.
"Pembantu-pembantu di sini cuma bisa bertahan satu minggu Mbak paling lama."
"Mira benar-benar tidak menyangka akan seperti ini Bik."
"Sabar ya Mbak. Sebaiknya Mbak Mira pikirkan bagaimana caranya supaya tidak ditindas. Mba Mira itu istrinya mas Tedi. Mas Tedi itu satu-satunya pewaris perusahaan tambang pak Tanto."
"Bukannya Tedi kerja sama orang Bik?"
"Mas Tedi ngga cerita ya, Mbak? Mas Tedi it kerja di perusahaan bapak. Tapi memang saat ini mas Tedi mulai dari nol. Perusahaan dikelola oleh orang kepercayaan bapak. Nyonya tidak boleh ikut campur."
"Mungkin Tedi punya alasan Bik kenapa nggak mau cerita."
"Mas Tedi sangat sayang dengan mamahnya. Mungkin akan jadi masalah kalau mbak Mira cerita langsung ke mas Tedi. Mbak Mira harus pikirkan caranya supaya bisa melawan mereka."
Badan Mira mulai mengecil. Mira sangat kelelahan. Dia bahkan belum sempat menjenguk orang tuanya. Mira sering menagis meratapi nasibnya.
*****
Mira duduk di depan mejanya. Dia sibuk mengetik laporan. Mira adalah seorang sekretaris direktur di sebuah travel umroh dan haji. Travel tempat Mira bekerja adalah Travel dengan pelayanan VIP yang sangat terkenal. Peserta umrohnya adalah pejabat-pejabat dan pengusaha.
"Mira, besok anak Saya pulang dari Mesir. Nanti dia akan bantu di sini."
"Irwan bu?" Tanya Mira kepada bu direktur.
"Iya Mir. Pasti dia kaget lihat Kamu. Kamu kan sama Irwan teman dekat waktu kecil. Ibu sengaja rahasiakan kalau Kamu kerja di sini."
Mira tersenyum mendengar ucapan ibu direktur. Bu Nur nama beliau. Bu Nur dulunya adalah tetangga Mira. Sampai akhirnya travel umroh dan haji beliau begitu berkembang. Bu Nur memutuskan pindah saat Irwan berusia empat belas tahun.
Mira teringat Irwan selalu membelanya ketika di sekolah teman-teman membuly nya. Irwan adalah teman bermain dan belajar Mira. Mira baru dua tahun kerja di sini dan belum pernah bertemu Irwan.
Hari itu ibu Nur mendatangi orang tua Mira, menawarkan pekerjaan kepada Mira. Bukan hanya itu, bu Nur selalu menggoda Mira dengan menyebut Mira calon menantunya. Beliau sedikit kecewa saat tau Mira sudah punya Tedi.
"Ibu pengen jodohin Kamu dengan Irwan Mir." Ucap beliau dua tahun yang lalu.
"Bu, Mira tidak berani bersanding dengan Irwan. Irwan dari dulu sangat diidolakan perempuan. Mana mungkin Irwan mau dengan Mira."
"Mira ... Mira ... bukan kecantikan fisik yang ibu inginkan dari menantu Ibu, tapi kecantikan hati yang paling penting. Kalau hanya fisik, zaman sekarang klinik kecantikan banyak Mira. Kamu mau seperti artis siapa? Mereka siap menyulap Kamu."
"Astaghfirullah ..." Gumam Mira. "Apa yang aku pikirkan?" Mira melanjutkan pekerjaannya.
*****
Mohon tinggalkan vote dan komentar
Terima Kasih