Mira duduk di samping Tedi. Mereka sedang berada di taman kota. Tedi menggenggam erat tangan Mira.
"Ted, kapan kamu akan menikahiku?" Tanya Mira hati-hati.
"Bersabarlah!"
"Maksudmu bagaimana? Ini sudah lewat dari tahun ketiga kita menjalin hubungan. Kita sudah terlalu lama mempersiapkannya Ted. Tapi... Tidak menemui ujungnya hingga sekarang. Hanya sebuah wacana." Tiba-tiba nada suara Mira meninggi.
"Kamu kenapa?" Tedi terlihat heran melihat Mira yang tak biasa.
"Bukti cinta itu hanya dua Ted. Kamu halalkan aku, atau kamu ikhlaskan aku." Nada suara Mira bergetar. Mira harus mengatakan ini, karena dia sudah lelah menunggu dan menunggu janji Tedi untuk menikahinya.
"Sayang, kamu kok gitu ngomongnya? Aku ngga mungkin bisa ikhlasin kamu. Tentu saja aku akan halalkan kamu sayang." Tedi menatap Mira lekat-lekat. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Mira.
"Tapi kapan?"
"Beri aku waktu Mira. Kamu tau sendirikan orang tuaku bagaimana. Aku harus punya banyak uang untuk menggelar resepsi mewah."
"Ted, aku hanya perlu kamu halalkan aku, aku tidak perlu pesta mewah. Lagian kalau pesta di tempat kamu bukannya itu namanya ngunduh mantu Ted? Terus setau aku, itu biayanya dari orang tua mempelai, bukan mempelai yang usahakn uangnya."
"Mira, kita cukup satu kali resepsi saja, makanya aku ingin resepsi yang wah. Dan itu perlu banyak uang Mira. Tabunganku belum cukup Mira."
"Ted, aku tidak mau dengar alasan kamu. Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi. Sekarang begini saja. Kamu perlu aku menunggumu berapa lama lagi?"
"Satu tahun lagi Mira."
"Tidak... Maaf Ted, tidak bisa. Aku beri waktu kamu enam bulan. Enam bulan dari sekarang kamu harus resmi melamarku, kemudian langsung menikahiku. Jika lewat dari itu, kamu harus ikhlasin aku Ted."
"Enam bulan? Uang dari mana aku menikahimu Mira?"
"Tedi, berapa kali aku harus bilang, aku tidak perlu pesta mewah. Sudah lah. Semua terserah padamu. Selama enam bulan ini, kita tidak perlu bertemu. Jika kamu memang jodohku, aku percaya kamu akan melamarku secepatnya. Tapi jika kamu tidak datang, aku anggap hubungan kita selesai."
*****
Tedi gelisah di kamarnya. Perempuan yang dicintainya sudah memberikan ultimatum padanya. Apa yang harus dia katakan pada orang tuanya.
"Kenapa Ted?" Tanya ibunya.
"Mah, Tedi boleh melamar Mira secepatnya?" Tanya Tedi hati-hati.
"Kenapa buru-buru Ted?"
"Buru-buru bagaimana Mah? Kami sudah pacaran tiga tahun."
"Mira desak kamu ya?" Tedi mengangguk. "Tedi... Tedi... Apa hebatnya sih Mira itu? Udah bantet, kulitnya butek, bukan anak orang kaya pula. Ngerusak turunan aja Ted. Ngga bisa apa kamu cariin calon mantu yang cantik buat Mamah?" Sinis ibunya.
"Mah, Mamah kenapa sih selalu menghina Mira? Tedi mencintai Mira apa adanya Mah."
"Tedi, hidup berumah tangga itu ngga sehari dua hari, tapi untuk selamanya bersama. Apa kamu ngga bakal bosen liat bentuk istrimu begitu?"
"Sudah lah Mah! Jangan hina fisik Mira! Tedi mau Mamah dan papah menyetujui rencana Tedi untuk melamar Mira secepatnya!!!"
"Lalu, untuk pesta mewah kamu sudah ada uang?"
"Tidak ada pesta mewah. Kita akan nikah di KUA."
"Apa-apaan kamu Ted? Kamu itu anak pertama kami. Mamah sama papahmu ini pejabat Ted. Apa kata orang-orang kalau anak kami menikah tanpa pesta mewah."
"Tedi tidak punya uang Mah kalau harus ngadain pesta."
"Mamah sih pengen ngadain pesta mewah, tapi kalau mantunya si Mira itu, Mamah ngerasa rugi Ted."
"Cukup Mah cukup!!! Tedi mohon, jangan hina lagi calon istri Tedi!"
"Kamu pikir-pikir dulu Ted. Mamah cuma pengen anak Mamah bahagia mendapatkan pasangan yang sesuai."
"Mah, Tedi ngga akan pikir-pikir lagi. Keputusan Tedi sudah bulat. Tedi mohon Mamah mau menghargai keputusan Tedi."
"Oke. Dengan satu syarat."
"Apa itu Mah?"
"Setelah menikah, kalian harus tinggal di rumah ini. Mamah tidak mau anak laki-laki Mamah satu-satunya hidupnya ngga karu-karuan setelah menikah."
"Iya Mah siap."
*****
Tiga Bulan Kemudian
Tedi menikah dengan Mira di KUA. Tidak ada pesta mewah. Hanya syukuran kecil yang diadakan keluarga Mira. Sedangkan dari keluarga Tedi, tidak ada acara ngunduh mantu.
Hari ini Mira begitu berbahagia karena sudah menikah dengan lelaki yang dicintainya. Bahkan sebelum tenggat waktu yang Mira tentukan.
"Bahagialah anakku." Ucap bu Minah, ibunya Mira, sembari memeluk erat putri bungsunya. Air mata beliau mengalir begitu saja. Tak terkecuali dengan pak Yusuf yang juga ikut menangis. Beliau tidak percaya harus berpisah dengan si bungsu yang manja.
"Ayah kenapa menangis?" Tanya Mira.
"Ayah cuma kelilipan kok." Bohong pak Yusuf.
"Ayah, Mira akan sering mengunjungi Ayah. Kan ngga terlalu jauh rumah Tedi. Mira juga akan sering menelpon Ayah dan Ibu."
"Tiga jam itu lumayan Mira."
"Ayolah Ayah." Mira menggenggam tangan ayahnya. "Mira pamit ya Ayah." Mira mencium tangan ayah dan ibunya. Begitu pula Tedi.
"Titip Mira ya Tedi. Tolong jangan sakiti anak kami." Tegas pak Yusuf.
"Tedi mencintai Mira Pak. Tedi akan menjaganya dengan baik." Jawab Tedi tersenyum sambil menggenggam tangan Mira.
Usai acara, Mira diboyong Tedi kerumahnya, lebih tepatnya kerumah orang tuanya. Selama ini Tedi tinggal di mes perusahaan dan hanya pulang saat akhir pekan karena jarak yang lumayan jauh. Tedi tidak mungkin membawa Mira ke mesnya karena Mira juga bekerja. Mereka sudah sepakat kalau Mira boleh tetap bekerja.
Perjalanan rumah tangga Mira di mulai...
*****
Jangan lupa tinggalkan vote
Terima Kasih