Mira menemani bik Yatmi belanja di tukang sayur langganan yang setiap pagi lewat di depan rumah Tedi. Bik Yatmi adalah asisten rumah tangga keluarga Tedi. Beliau sudah bekerja pada keluarga ini dari bu Emi belum menikah dengan bapaknya Tedi. Usia beliau lima puluh tujuh tahun.
Pak Tarman, tukang sayur itu sudah diserbu pelanggannya pagi ini. Para pembantu di perumahan elite ini. Saat bik Yatmi mendekat, mereka menyapa ramah bik Yatmi.
"Wah Bik, sudah ada temannya ya? Yang betah ya Mbak kerja di sana," celetuk perempuan muda berdaster biru selutut. Wiwik namanya. Usianya dua puluh lima tahun.
"Iya, kasian Bik Yatmi. Ngga ada yang betah kerja di sana," kali ini perempuan berdaster panjang berwarna coklat dengan jilbab instant yang bicara. Bu Diah namanya. Usianya tiga puluh sembilan tahun.
"Kalian ini sembarangan!!! Mbak Mira ini menatunya bu Emi," galak bik Yatmi. Mereka langsung memandang Mira dari ujung kaki sampai kepala. Mira mengenakan daster panjang dan jilbab instant. Badan Mira yang pendek dan gemuk, serta berkulit hitam tentu membuat mereka meragukan bik Yatmi.
"Bik, kalau bercanda kira-kira dong," ucap Wiwik.
"Di rumah itu kan cuma mas Tedi anak laki-laki bu Emi. Mas Tedi kan ganteng Bik. Masa iya istrinya cantikan kita-kita?" kali ini perempuan berdaster warna kuning di atas lutut yang bicara. Usianya dua puluh tahun. Dewi namanya. Bik Yatmi menarik nafas dalam siap meluapkan kekesalannya, tapi Mira langsung memberi isyarat dengan mengelengkan kepala sambil tersenyum.
"Perkenalkan saya Mira, pembantu baru," ucap Mira sambil tersenyum. Dia sadar dengan kondisi fisiknya.
"Nah kan Bik Yatmi beneran bercanda," Dewi sedikit kesal. "Mbak Mira, mas Tedi itu idola Saya. Saya nggak terima kalau dia punya istri yang jelek. Minamal harus secantik Saya," ucapnya pedas. Bik Yatmi terlihat sangat kesal, tapi lagi-lagi Mira menahannya.
"Mba Mira, si Dewi jangan didengerin! Halu mbak dia. Mana mau mas Tedi sama pembokat kaya kita," ucap Wiwik.
"Kalau mas Tedinya sih mungkin saja mau. Mas Tedi kan orangnya baik. Nah kalau bu Emi, ya ngga mungkinlah mau punya mantu kayak kita. Bisa ngga punya muka nyonya besar itu," ucap Dewi lagi.
"Aduh kalian ini pagi-pagi sudah ribut. Ayo cepat belanjanya, Kang Mas Tarman mau lanjut cari sebongkah berlian," protes Pak Tarman yang sedari tadi diabaikan.
"Maaf ya Pak," ucap Mira.
"Mira, hati-hati ya sama Tarman, dia suka gombalin pembantu-pembantu di komplek ini," celetuk Bu Diah. Mira tersenyum.
"Bener kata Bu Diah itu Mbak," setuju Wiwik.
Mira memilih-milih sayuran. Pak Tarman memperhatikan Mira dengan seksama. Mira tidak mempedulikan.
"Tuh kan mulai Pak Tarman," Dewi mengagetkan Pak Tarman. Pak Tarman langsung salah tingkah.
"Jangan macam-macam ya, Tarman!" ancam bik Yatmi. Pak Tarman mukanya langsung masam. Laki-laki berusia empat puluh lima tahun itu sangat terkenal di kalangan pembantu di komplek ini.
*****
"Non, maaf ya tadi," ucap bik Yatmi kepada Mira yang sedang membersihkan sayuran.
"Bik, Mira ngga apa kok. Mira sudah biasa." Jawab Mira sambil tersenyum. "Bibik jangan panggil non ya. Panggil Mira saja."
"Tapi Non?"
"Sudah nggak apa Bik. Soal tadi, biarkan saja mereka menganggap Mira pembantu di rumah ini. Mira ngga apa kok Bik. Mira ambil positifnya saja. Setidaknya Mira jadi punya teman."
"Non, apa Non yakin mau tinggal di sini?"
"Panggil Mira, Bik."
"Maaf Non ... Eh Mira. Mbak Mira saja ya. Kalau Bibik panggil nama saja nanti dikira kurang ajar."
"Kurang ajar gimana to Bik? Bibik kan lebih tua dari Saya."
"Bibik ini kan pembantu, Mbak. Mbak tolong dijawab pertanyaan Bibik tadi."
"Tedi maunya begitu Bik. Saya ngikut apa kata suami saja Bik."
"Tapi mas Tedi kan nanti balik ke mes Mbak," bik Yatmi terlihat cemas.
"Memangnya kenapa Bik?"
"Mba Mira, nyonya itu kalau bicara sangat pedas. Bibik sendiri sangat ingin berhenti dari sini. Tapi Bibik diberi amanah sama pak Tanto bapaknya mas Tedi, supaya jagain mas Tedi. Mbak Mira tau kan, Bapak meninggal saat mas Tedi masih berusia tiga tahun?"
"Iya Bik. Tedi pernah cerita."
"Bapak itu sangat baik. Berbanding terbalik dengan nyonya. Seandainya nyonya tidak hamil mas Tedi, Bapak mau ceraikan nyonya."
"Kenapa Bik?"
"Karena nyonya ngusir neneknya mas Tedi. Nyonya sangat anti dengan keluarga bapak, karena bapak dari keluarga miskin."
"Lalu, kenapa ibu mau menikah dengan bapak?"
"Karena saat itu Bapak sudah sukses jadi pengusaha tambang. Bapak mengajak nenek tinggal di sini. Ini rumahnya Bapak. Tapi sejak nyonya masuk ke rumah ini, semua berubah. Bapak sering keluar kota, nenek sering dibuat sakit hati oleh sikap nyonya."
"Lalu nenek sekarang di mana Bik? Tedi tidak pernah cerita."
"Mas Tedi bahkan mungkin tidak tau kalau punya nenek. Nenek pergi dari rumah ini saat mas Tedi dalam kandungan. Waktu itu nyonya mengusir nenek gara-gara nenek menegur nyonya yang pulang larut malam hampir setiap hari. Padahal nyonya sedang hamil. Bapak sedang pergi ke Singapura ada urusan kerjaan. Bapak sangat marah ketika pulang nenek tidak ada."
"Nenek ke mana Bik?"
"Nenek ternyata pergi ke rumah mereka yang dulu. Rumah di kampung halaman bapak. Nenek hanya tinggal sendirian di sana. Bapak memohon pada nenek untuk kembali, tapi nenek menolak."
"Lalu sekarang nenek bagaimana?"
"Saya tidak tau Mbak. Sejak bapak meninggal, tidak ada yang mengunjungi beliau."
"Apa Bibik tau dimana rumah beliau?"
"Tentu. Sebenarnya bibik sangat ingin ke sana, tapi nyonya sudah mengancam Bibik."
"Tedi sendiri bagaimana Bik?"
"Nyonya bilang ke mas Tedi kalau nenek sudah meninggal," bik Yatmi menangis.
"Bik, boleh Mira minta alamat nenek?"
"Sayang lagi apa?" tiba-tiba Tedi mendatangi Mira yang sedang di dapur membantu bik Yatmi memasak. Bik Yatmi dan Mira langsung gelagapan. Buru-buru bik Yatmi menyapu air matanya. "Kok kalian kaget? Hayo lagi ngomongin apa?"
"Ya kagetlah Sayang. Lagi fokus tau-tau Kamu nongol."
"Tapi dari luar tadi Aku dengar kalian lagi ngobrol."
"Bik Yatmi lagi cerita waktu Kamu kecil."
"Bibik, jangan diceritain semua ya, Aku kan malu, Bik." Bik Yatmi cuma tersenyum.
*****
Cuti Tedi dan Mira berakhir. Tedi kembali ke mes dan Mira kembali bekerja. Mira tetap tinggal di rumah mertuanya. Semua berjalan lancar. Bu Emi dan adik-adik ipar Mira semua bersikap baik.
Mira pulang dari kerja, dilihatnya rumah begitu berantakan. Bik Yatmi sedang kerepotan membereskan ruang tamu.
"Ada apa Bik?" Tanya Mira.
"Biasa lah Mbak."
"Biasa apanya Bik? Kemarin-kemarin tidak seperti ini." Mira bingung.
"Syukurlah Mbak Mira datang. Bantuin bik Yatmi ya, Mbak! Buruan ya Mbak! Nanti keburu mamah pulang," pinta Maria sambil berlalu ke luar rumah.
"Maaf ya, Mbak," ucap bik Yatmi lemas.
"Sudah Bik, biar Mira yang beresin." Mira bergegas membersihkan ruang tamu yang seperti kena topan. Bungkus cemilan berserakan di mana-mana. Kaleng minuman apa lagi. "Apa yang mereka lakukakan?" batin Mira. Lelahnya setelah pulang kantor ditahannya. Baju kerja masih melekat di badannya. Keringatnya bercucuran. Dilihatnya bik Yatmi sangat kelelahan. Mira semakin mempercepat gerakannya.
*****
Mohon tinggalkan vote
terima kasih