"Anji—blukutuk blukutuk blukutuk"
Muka Bagas memucat. Gelembung air muncul dari mulut, membuatnya buru-buru menutupkan telapak di sana. Hidung-mulut, satu tangannya menekan, berusaha menghalau air masuk lebih banyak.
Kondisinya sekarang membuat Bagas terheran-heran. Dia terkepung kegelapan. Hanya air di sekelilingnya. Dan itu sungguh jancok sekali! Bagas berani bersumpah dia tadi sedang tidur di mobil selepas minum-minum sampai mabuk bersama kawan kantor, lalu kenapa tiba-tiba dia dan mobilnya—hell yea, dari segala sisi dia tahu dia masih di dalam mobil—ada di dalam … laut?! Kolam?! Sungai?!
'Anjir! Kenapa e ini?!'
Ketakutan mulai mencekik Bagas. Kalau seperti ini terus dia bakal mati! Tidak, oksigennya saja sekarang … sudah mulai habiiiis!!!
'Jiancok! Sopo he, sing atene mateni aku?!' (Bajing*n! Siapa yang berniat membunuhku?! Bagas mengumpat kuat, tangannya gludak-gluduk di handle pintu, berusaha membukanya. Tapi gagal. Tak sedikit pun benda itu bergeser.
'Kuon*ooooollll!!!' Lagi, dia berusaha, klak klak klak, sayangnya masih sama, pintunya kukuh bergeming, tak terbuka barang semili.
Frustasi, Bagas membawa tubuhnya agak menjauh dari pintu dan DUAAAK! dia menendang kaca.
Tapi tetot … kaca mobilnya bentet saja kaga.
'COOOOKKKK!!!' Bagas geram setengah mampus dan berujung memutuskan untuk pindah lokasi. Dia yang sedari tadi di baris kedua mobil membawa diri melangkahi persneling mobil dan duduk di kursi kemudi.
Maksud hati dia mau menyalakan mobilnya, siapa tahu bisa pergi dari sini, dari dasar entah-apa-ini.
Baru ketika kunci ia putar, ia tahu jika … mesin mobilnya mati!!
"Jian—blub blub blub"
Oksigen yang ia jaga seketika meninggalkan mulut. Bagas merasakan pandangannya memutih. Lalu sesak … ia tak bisa bernapas. Dadanya ... panas. PANAS!
Bagas tahu apa artinya ini, dia akan mati.
Dan satu dibenaknya sebelum kegelapan mengambil alih, sebelum kesadarannya menghilang ... 'Tuhan, cicilan mobilku belum lunas ... masa aku mati sih? Aku belum mau matii!!!'
.
.
[]