Chereads / You'll Fall For Me / Chapter 5 - 02: Heidi

Chapter 5 - 02: Heidi

Seruan Bagas cukup menggelegar dan menggoncang kesunyian pagi. Jeritannya bagai lolongan serigala, penuh kepanikan.

Suara itu sukses mengagetkan banyak pihak. Salah satunya adalah sesosok wanita paruh baya yang bergegas memasuki kamar dimana Bagas berada. "Nona muda!" sembari menendang pintu, ia berseru. Sesaat, Bagas yang terkejut atas serua ini dan wanita itu bertemu pandang. Dua bilah kontras bertemu.

Dan melihat Bagas yang kini berdiri sambil mencincing gaun yang ia pakai dan meneliti dalamannya, haru merajah wajah wanita itu. Ia bahkan sampai menutup mulutnya dengan dua tangan. Matanya berkaca-kaca. "Nona muda ...," ia memanggil lagi, suaranya bergetar. Tampak kerinduan mengarak di suaranya.

Berbeda dengan wanita itu, Bagas mematung. Matanya membelalak, gamblang ia memandang wanita yang baru saja datang itu dari atas ke bawah; mengamati detail busana yang dikenangkan. Angin dingin menelusup tulang punggungnya kemudian. Dia merinding. Satu, karena dia tak mengenal orang ini siapa. Dua, adalah yang terpenting dan membuatnya speechless, baju yang wanita itu gunakan … setelah itu ... maid?! Wanita paruh baya yang dari wajah dia yakini diambang pintu menginjak usia kepala 4 itu punya hobi cosplay baju maid kerajaan Eropa? Seriousy?!

Namun ekspresi Bagas yang demikian diinterpretasikan lain oleh wanita berambut coklat itu. Dua alis tertaut dan ia segera mendekat ke arah Bagas dengan mimik gelisah. Sedetik setelah mereka berhadapan, wanita itu menangkup wajah Bagas, "Nona muda, Anda baik-baik saja?" tanyanya. Lalu dua tangan itu turun ke bawah. Gestur yang ia lakukan seperti tengah menginspeksi. "Apakah ada yang luka, Nona? Kenapa Nona berteriak begitu?" dia terus bertanya sambil mengecek kondisi Bagas. Dari cenkok nada, Bagas tahu wanita ini tak punya maksud buruk dan dia tengah mengkhawatirkannya. Hanya saja ...

Bagas yang merasa tak nyaman berujung mendorong sosok itu kuat, hingga dia mencicit rendah, "kyaah!" tapi tak sampai terjatuh.

Dan begitu jarak terbentuk, Bagas menyilangkan tangan di depan dadanya. Ekspresinya horor, "S-siapa kamu?!" serunya pelan. "Dimana aku?" tanyanya lagi seraya melangkah mundur. Mata merahnya bergerak ke seluruh sisi, mengamati detail kamar tidur tempatnya berada kini sembari mencari celah—jalan keluar untuk kabur.

Dari apa yang terjadi, Bagas mengambil gambaran kasar kalau dia sedang diculik oleh orang super kaya di wilayah Eropa. Kenapa Eropa? Ditilik dari bahasa—wanita itu jelas menggunakan Bahasa Inggris ketika berbicara—dan interior yang ada, lalu pakaian si Pendatang, Bagas tahu ini di belahan bumi Barat. Tapi siapa? Apa tujuannya?! Bagas jebolan panti asuhan dan dia tak punya orang yang akan membayar uang tebusan. Motiv penculikan ini apa?! Lalu juga ... yang paling membuat Bagas tak mengerti, apa tujuan merubah suaranya, mengebirinya dan membuatnya punya dada? Apa?! APAAA?!

"Nona Muda …," sosok berbaju maid itu, si wanita pelayan, terbata mendengar ucapan Bagas. Dia memasang muka sedih, bak dunianya hancur. Air mata bahkan bergumul di pelupuk matanya. Dia menjulurkan tangan, ingin meraih Bagas dari tempatnya. Bagas yang melihat ini memandangnya penuh ketak percayaan, tapi dia tak berbuat apa pun.

Baru ketika dia melangkahkan kaki, berusaha mendekat, Bagas berseru, "jangan mendekat!" yang seketika menghentikan seluruh gerakan orang itu. Menggunakan kesempatan ini Bagas melanjutkan ucapannya, "Aku tak tahu mengapa aku di sini. Pulangkan aku. Aku tak punya siapa-siapa yang bisa kau peras!"

Wanita itu terkejut setengah mati. Dia memegangi dadanya, "Nona muda! Apa yang kau—"

"Aku bukan 'Nona muda' dan hentikan semua permainan ini!" Bagas memotong kasar, tangannya menebas udara tunjukkan betapa dia tak menyukai situasi ini.

Dan itu membuat wanita di sana, menangis tersedu. "Nona muda ..., maafkan saya tak bisa membantumu kala itu," orang itu merancau sambil berusaha menyeka air mata. Bagas hanya mendengus mendengar hal ini. Haha. Akting yang sangat bagus sekali!

"Katakan pada pimpinanmu, aku tak ada harganya," Bagas menggemeletakkan gigi. Dia menoleh ke belakangnya. Di sana, ada jendela tinggi nan besar yang langsung berbatasan dengan alam. Dia tak tahu dia ada di lantai berapa, tapi Bagas punya firasat jika dia harus lompat dari situ kalau ingin bebas.

"Nona ... engkau berharga, Nona ... engkau sungguh berhraga," wanita itu tampak sangat terpukul atas apa pun yang Bagas ucapkan. Wajahnya kacau sekali dan sinar matanya dipenuhi kepedihan.

Hanya saja, Bagas memikirkan hal lain. Dia menganggap wanita itu sedang menjilatnya, membuatnya menurunkan kewaspadaan sebelum mengalungkan rantai guguk dan menjualnya di pasar gelap. "Ha! Aku lebih baik mati daripada mendengar omong kosong begitu."

Mengikuti instingnya, Bagas memutar tubuh dan berlari. Kalau dia tak bisa melakukan negosiasi, maka jalan satu-satunya ya kabur. Hanya saja, beberapa langkah sebelum ia meraih jendela, Bagas menginjak ujung gaun tidurnya dan terjengkang. Suara DUAAAK! menggaung di ruangan luas itu.

"Nona Muda!!" Pelayan ramah itu tersentak, tak mempedulikan peringatan Bagas ia berlari ke sisinya. Penuh kehati-hatian ia melingkarkan tangan di sekeliling Bagas, maksudnya baik, dia ingin membantu Bagas berdiri.

Namun Bagas di lain sisi, merasa terancam. Kuat, ia menepis tangan itu lalu cepat-cepat merangkak menjauh. Setelah jarak yang membentang dirasa cukup, Bagas berusaha bangkit. Sayang, ia kembali menginjak ujung gaunnya dan lagi, jatuh ndlosor.

"Jiancoook. Daster e sopo iki cok, cek dowone pol?!" (Buangsaaaat. Daster siapa ini kok panjang bet?!) Dia mengumpat sambil mengusap dahinya yang membentur lantai bebalut beludru. Biyuh, kalau tak ada karpet lembut ini sudah nonong dahinya macem ikan lohan. Sumpah!

Masih di posisi memalukan ini, Bagas mendengar derapan langkah kaki dan seruan keras, "HEIDI!" dari ambang pintu. Bagas melirik. Wajahnya memucat. Wajah-wajah asing (meski tak asing-asing banget) bermunculan satu per satu. Beberapa dari mereka memakai piyama, ada yang berdaster juga tapi rata-rata memakai pakaian maid. Bagas bertanya-tanya dalam hati, apa ini jangan-jangan fetish bos penculik? Maid costume maksudnya.

Kesunyian membalut ruangan itu beberapa menit. Bagas manut dibantu berdiri akhirnya, dia bisa membaca jika sosok-sosok berpakaian santai itu adalah bos di sini. Tak ada guna dia berusaha kabur kalau pimpinan penculik sudah hadir, kan? Karena itu dia patuh menerima perlakuan wanita pertama yang datang. Dia bahkan mau ketika dibimbing dan didudukkan di sofa terdekat.

"Heidi, sayang …," suara wanita lain menggaung, membuat Bagas berjengkit. Meski dia bingung mengapa nama mobilnya disebut-sebut, ia diam. Wajahnya mengeras, berusaha tampak baik-baik saja. "Heidi, lihat ibu nak ...," wanita itu berkata lagi, kata-kata 'Ibu' membuat Bagas mendongak.

Dari tempatnya, Bagas melihat seorang wanita ayu berambut pirang melangkah ke arahnya. Dari wajahnya, tampak guratan sedih dan ketakutan mendalam. Seolah dia takut akan melakukan sesuatu yang membuat Bagas kabur.

"Heidi sayang …" wanita berambut pirang itu terus memperpendek jarah di antara mereka. "Kau tida apa-apa, kan, nak? Kalau kau merasakan sesuat—"

"Siapa 'Ibu'?" Bagas akhirnya bertanya. Ia membalas tatapan mata wanita yang sedari tadi melakukan self-claim sebagai Ibu dengan tajam. "Kau, ibuku?" tanyanya menggunakan nada sanksi.

Wanita itu tampak terluka dengan ucapan Bagas. Manusia-manusia di sekelilingnya pun terkesiap atas apa yang ia lontarkan. Satu sosok yang sepertinya murka dengan ucapannya adalah pria paruh baya berema coklat kemerahan di sana. Dia bahkan sudah menaikkan nadanya satu oktaf dan berseru, "HEIDI!"

Namun Bagas kalem menjawab seruan itu, "ya. Siapa pula Heidi itu?"

Dan seluruh ruangan seketika diam. Bagas memandang mereka satu per satu. Banyak sosok memandangnya tak percaya dan menutup mulut mereka. Pemandangan yang tak masuk akal bagi Bagas.

"H-Heid ...," wanita itu memanggil lagi. Namun sepertinya ia tak kuasa dan menangis terisak. Kakinya tak kuat menahan bobot, ia pun ambruk.

Bagas hanya menaikkan satu alisnya. Ia menghela napas dengan kondisi yang didramatisir ini. Menyibakkan poni, Bagas berkata dengan nada rendah. Ia membuat pengakuan, "aku tak tahu kalian siapa, tapi sebaiknya pulangkan aku."

"P-pulangkan?" pria yang tadi membentak Heidi bertanya, dia terbata.

"Aku tahu ini bukan tempatku. Aku tak mungkin berasal dari tempat luar biasa begini. Satu lagi, aku bukan sesuatu yang berharga, jadi tak ada guna kalian mengurungku di sini. Jadi ya, pulangkan aku."

Pria itu membuka tutup mulutnya mendengarkan ucapan Bagas. Semua wajah di sana memucat.

Satu sosok yang berani melakukan tindakan adalah pemuda tampan berambut pirang yang dari tadi diam. Dia cepat bergerak ke arah Bagas, mencengkeram lengannya dan menggoncang tubuhnya. "Heidi. Kau bercanda, kan?" dia bertanya kuat, nadanya seperti menjerit.

Bagas bisa melihat anak ini panik dan itu membuatnya mendengus. "Seperti kataku tadi, Siapa itu Heidi?"

Pemuda itu tampak terguncang, tapi lurus ia membalas pandangan Bagas dan menjawabnya, "kau, Heidi. Kakak perempuanku yang akhirnya bangun setelah 4 bulan koma."

Di sini Bagas terdiam. Dia mengerjapkan mata berulang kali sebelum memasang tampang shock.

WHAT?! DIA, HEIDI?! SEORANG KAKAK PEREMPUAN?! 4 BULAN KOMA?! WHAAAT?!

[]