Bismillahirrahmanirrahim
Hari semakin sore Afrida pun tiba dirumah pada adzan magrib berkumandang. Setelah ia sampai dirumah, ia segera membersihkan tubuhnya dan menunaikan ibadah sholat magrib.
Took.... took..... tok.....
"Sayang, makan malam dulu yuk" pinta bunda sembari mengetuk pindu kamar Afrida.
"Iya bunda sebentar, Afrida sedang melipat mukena" Jawab Afrida sambil melepas mukena yang dipakainya selepas sholat.
Setelah beberapa menit Afrida pun turun ke bawah untuk makan malam bersama keluarganya.
"Naak, nanti setelah sholat isya, Ayah dan Bunda ingin berbicara denganmu, kamu bisa kan?" tanya Ayah kepada Afrida.
"Setelah sholat isya yah?, Afrida murojaah dulu boleh? nanti kalau sudah Afrida langsung temui Ayah dan Bunda, soalnya hari ini Afrida belum terlalu banyak berinteraksi dengan Al-Quran, karena padatnya acara dikampus tadi, boleh kan yah?" Ucap Afrida sambil menatap kedua orang tuanya.
"Boleh nak, nanti langsung temui kami diruang tengah ya?" Ucap Bunda sambil tersenyum.
"Siap Bunda" jawab Afrida sambil tersenyum.
Selepas makan malam waktu untuk bersama dengan Al-Quran. Kegiatan setelah makan malam biasanya diisi dengan ziyadah atau menambah hafalan Al-Quran. Afrida pun membantu Ayah dan Bunda untuk menyimak hafalan para adik-adiknya hingga mencapai waktu sholat isya tiba.
Selepas sholat isya Afrida memurojaah hafalan yang ia miliki, memang sungguh berat perjuangan menjadi hafidz Quran, selain ia harus menjaga hafalannya, iya pun harus menjauhi perbuatan maksiat dan sia-sia, karena hal itu dapat membuat hafalannya rusak.
Setelah menyelesaikan murojaah, tanpa berlama-lama Afrida pun bergegas menemui Ayah dan ibunya diruang tengah. Diujung ruangan sana terlihat Ayah dan Bunda sedang berbicara namun sangat lirih, Afrida pun segera menghampiri
mereka.
"Ayah Bunda, Afrida sudah selesai" pernyataan Afrida kepada orang tuanya yang telah menunggu sedari tadi menunggu.
"Iya nak, duduk lah nak Ayah sama Bunda ingin berbicara serius kepadamu " Ucap Bunda kepada Afrida.
"Memang ingin membicarakan tentang hal apa bunda?" tanya Afrida penasaran.
"Iya nak, Ayah yang akan menjelaskan ya?" kata bunda sambil menengok kewajah Ayah.
"Jadi gini nak, sebelumnya Ayah dan Bunda meminta maaf kepada Afrida, karena membicarakan hal ini terlalu cepat di usia kamu yang belum terlalu dewasa, tapi ayah harus katakan bahwa dalam waktu dekat ini ada seorang laki-laki yang akan meminangmu" Ucap Ayah dengan menatap wajah putrinya.
"Allahu Akbar, benarkah Ayah? Bunda? tapi kan, usia Afrida masih terlalu muda". Sanggah Afrida atas pernyataan Ayahnya.
"Iya nak, Ayah tahu umur Afrida masih terlalu muda untuk membangun rumah tangga, namun Ayah yakin Afrida pasti bisa, Afrida adalah wanita sholehah yang taat akan perintah Allah, Afrida juga tentu tidak ada mengecewakan Ayah dan Bunda kan?" Jawab Ayah menimpali sanggahan dari Afrida.
"Tapi mengapa secepat itu Ayah?, tidak bisa kah menunggu Afrida menyelesaikan studi minimal hingga Sarjana yah?"
"Ayah paham nak, kecemasanmu terhadap masa depanmu. Namun proses ini tidak bisa jika menunggu terlalu lama nak" Ucap ayah menasehati Afrida.
"Alasan apa yang membuat Ayah menyetujui lelaki yang hendak meminang Afrida?" Tanya Afrida meminta penjelasan kepada Ayah.
"Nak, kamu ingat pak Hendri Kurniawan? teman Ayah yang sering datang kerumah?" Tanya Ayah kepada Afrida.
"Iyaaa yah, Afrida ingat, ada apa dengan beliau yah?" tanya Afrida penasaran.
"Beliau kini menderita penyakit kanker otak stadium akhir nak, sedangkan dokter telah memprediksi bahwa umurnya tidak akan lama lagi". jawab Ayah dengan wajah sedih.
" Astagfirullahaladzim, dimana beliau sekarang yah? lalu apa hubungannya beliau dengan seorang lelaki yang hendak mengkhitbah Afrida" Tanya Afrida kepada Ayah.
"Beliau sekarang sedang dirawat dirumah sakit Pelita Nusa nak, lalu tentu saja ada hubungannya dengan lelaki yang hendak mengkhitbah Afrida, karena lelaki itu adalah anak dari bapak Hendri Kurniawan yang baru pindah dari luar negeri" ucap Ayah menimpali pertanyaan Afrida.
"Benarkah Ayah? tapi Afrida sama sekali belum pernah bertemu dengan lelaki itu yah, Afrida takut jikalau harus menikah dengan orang yang sama sekali belum Afrida kenal" sanggahan Afrida menimpali pertanyaan Ayah.
"Nak, tidak semua pernikahan yang tidak berlandaskan dengan cinta akan mudah rapuh, lagi pula pak Hendri adalah teman Ayah, baliau telah membantu keluarga kita hingga sekarang. Kini ayah ingin membantu beliau untuk mewujudkan permintaan beliau yang terakhir yakni menjodohkan anaknya dengan kamu nak" ucap Ayah tak berdaya.
"Mengapa pak Hendri memilih Afrida sebagai pendamping hidup anaknya yah? sedangkan di luar sana tentu ada wanita yang jauh lebih baik dibandingkan dengan Afrida" jelas Afrida berusaha meminta penjelasan Ayah.
"Afrida putriku sayang, sedari dulu pak Hendra telah mengamati Afrida, bagaimana keseharian Afrida, bagaimana tingkah laku dan sikap Afrida, sehingga pak Hendri yakin bahwa Afrida mampu menjadi istri yang baik bagi anaknya kelak" Jawab Ayah kepada Afrida.
Afrida bingung dengan perjodohan ini, haruskan ia menolak permintaan Ayahnya, mengingat bahwa pak Hendri merupakan teman Ayah yang sangat-sangat baik. Atau haruskah Afrida menerima perjodohan ini, dengan menerima berbagai macam resiko dan konsekuensinya dikemudian hari?. Sungguh Afrida diambang kebingungan saat ini, tiba tiba ia meneteskan air mata perlahan-lahan, namun ia segera mengusapnya.
"Ayah, Afrida boleh meminta waktu untuk sholat istighoroh mengenai hal ini?" Tanya Afrida kepada Ayah.
"Silahkan sayang, minta yang terbaik kepada Allah Swt ya, semoga Allah mantapkan dan Allah berikan jalan keluarnya, Ayah yakin, Afrida anak baik yang tak akan membuat orang lain kecewa" Ucap Ayah menasehati Afrida.
Air mata Afrida pun mengalir begitu deras, diberikan pilihan yang sulit, dan dirinya pun tak mengerti, ranah seperti apa yang akan ia jalani dalam menapaki kehidupannya dimasa depan.
"Afrida izin ke kamar dahulu ya Ayah, Assalamualaikum" ucap afrida sembari meninggalkan ruang tengah tempat percakapan mereka.
"Wa'alaikumussalam Wr wb" jawab Ayah dan Bunda.
Setelah Afrida meninggalkan ruangan itu, Ayah dan Bunda pun meneteskan air mata. Mereka sebenarnya tidak ingin mengorbankan putrinya dalam hal perjodohan ini, mereka sangat amat menyayangi Afrida, bagaimana tidak ia adalah putri pertama mereka yang menjadi contoh terbaik bagi adik adiknya, namun harus dijodohkan dengan lelaki yang tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya.
Tibanya Afrida di kamar, ia pun langsung menjatuhkan tubuhnya dan menutupi wajahnya dengan bantal miliknya. ia menangis sejadi jadinya hingga senggukan demi senggukan ia rasakan. Afrida berfikir jika ia tidak menuruti kemauan kedua orang tuanya, ia takut dianggap sebagai anak yang durhaka, sedangkan jika ia menurutinya masa depan Afrida yang dipertarukan, ia tidak belum semestinya menjadi seorang istri, ia masih ingin menggapai cita-citanya, masih ingin bersenang senang bersama teman-temannya dan masih ingin menggapai kebebasan atas kebahagiannya.
Hari ini terlalu lelah untuk Afrida, sehingga ia pun tertidur selepas menangis tadi, ia pun belum sempat membaca surat yang Hafidz berikan, namun masih ia simpan baik baik dilaci khusus tempat penyimpanan.
-BERSAMBUNG-