Seorang lelaki duduk dengan tangan menopang kepalanya. Dia menatap jengah pada orang yang duduk bersimpuh di lantai yang berada di kantornya saat ini. Suasana hening, ada mereka bertiga di ruangan ini, tapi jika tak diberi kesempatan berbicara oleh lelaki yang berkuasa itu mereka tidak berani membuka mulut.
"Dengan cara apa aku membunuhmu?" ucapnya seolah dialah dewa kematian yang menentukan takdir.
"Tolong ampuni saya Tuan, saya berjanji tidak akan melakukan hal ini lagi," ucap Petra, orang yang duduk bersimpuh di lantai itu.
Lelaki yang duduk sendiri itu tersenyum sinis pada Petra, dia menaikkan salah satu alisnya karena perkataan Petra terdengar seperti lelucon baginya.
"Sekali berontak, suatu saat akan berontak lagi," ucap lelaki itu dengan malas.
"Saya berjanji Tuan, saya tidak akan melakukannya lagi. Saya akan memberikan jaminan untuk anda," ucap Petra terdengar gugup. Dia takut pada sosok tirani di depannya ini.
"Cih, memang apa jaminanmu?" ucap lelaki itu meremehkan.
"Seorang wanita." kata Petra.
"Hanya wanita? Cih, bahkan aku bisa mendapatkan detik ini juga. Jangan mempermainkanku," ucapnya yang sudah mulai bosan pada Petra. Dia mengambil sebuah pistol yang berada di laci, mengelusnya, bersiap menarik pelatuknya ke arah Petra.
"Wanita yang masih gadis," ucap Petra cepat tatkala lelaki yang di depannya ini mengarahkan sebuah pistol padanya.
"Gadis? Cukup mustahil di jaman sekarang menemukan seperti itu," ucap lelaki itu lagi.
"Anak saya masih gadis tuan, jika saya berbohong anda bisa menembak saya. Saya bisa menjamin itu," ucap Petra memohon, dia sangat takut jika lelaki itu menolak tawarannya. Yang ada dia bisa mati saat ini juga.
"Hem.. Baiklah, aku beri kau kesempatan. Besok, antarkan anakmu ke rumahku. Sebelum itu," ucap lelaki itu menoleh ke arah assistentnya. "Aku butuh surat perjanjian," ucapnya.
Assistent lelaki itu yang bernama Kenzo lalu keluar, mengambil sebuah tablet di meja kerjanya lalu masuk lagi ke ruangan bosnya. Dia siap mencatat isi dari perjanjian ini agar nanti bisa dicetak untuk dapat ditandatangani.
Setelah melihat assistentnya siap, lelaki itu kembali bersuara. "Isi dalam perjanjian itu, aku bebas melakukan apapun hadiah dari Petra," dia berhenti sebentar seperti sedang berfikir. Lalu dia melanjutkan lagi. "Jika hadiah dari Petra berontak dan tak menuruti semua ucapanku, maka Petra dan keluarganya siap menanggung resiko untuk mati."
"Sudah, itu saja dulu. Aku sedang malas berpikir." ucapnya lagi.
Kenzo, sang assistent langsung keluar lagi dari ruangan itu untuk mengeprint file yang ditulis tadi. Tak sampai lama dia kembali lagi membawa sebuah map di tangannya, menyerahkannya pada bosnya itu.
Lelaki itu segera meraih bolpoin, membubuhkan tanda-tangannya, setelah itu dia melirik Petra yang ada di depannya.
Petra yang mengerti lirikan itu langsung berdiri menghampiri meja, mengambil kertas yang disodorkan oleh bosnya itu lalu menandatangani juga. Dia terlihat sangat takut, hidupnya bisa hancur seketika jika dia berani menantang lelaki ini.
Lelaki itu lalu tersenyum sinis ke arah Petra, mengambil kertas itu lalu menyerahkannya pada Kenzo. Dia menyenderkan badannya lagi ke kursi, menyatukan kedua jemarinya dan menatap tajam ke arah Petra.
"Pergilah, segera kirimkan hadiahmu ke rumah dan jangan sesekali berani menghianatiku lagi," ucapnya membuat Petra langsung keluar dari ruangan itu.
Dia menghembuskan nafas kasar, kecoa seperti Petra seharusnya langsung dibasmi saja tanpa ampun. Tapi mendengar tawarannya malah membuat dia menjadi sangat penasaran.
"Kau lelah? Ingin pergi ke bar? Aku akan memesan wanita untukmu," ucap Kenzo pada lelaki itu.
"Cih, kau selalu saja mengerti yang kurasakan," ucap lelaki itu langsung berdiri, mengambil jasnya dan berjalan keluar ruangannya. Memang, saat ini yang paling ampuh mengusir lelahnya adalah datang ke tempat hiburan. Dia juga butuh wanita yang bisa memanjakannya malam ini.
Kenzo menggelengkan kepalanya dan tertawa, dia sudah tahu sifat bosnya ini. Meskipun di kantor mereka adalah bos dan pegawai, tapi itu tidak berlaku di luar karena mereka adalah sahabat yang sudah mengenal lama.
Nama lelaki itu adalah Maxime Jaccob Ainsley, seorang CEO dari perusahaan yang cukup terkenal di negara ini. Beberapa anak cabang telah berdiri di setiap kota, membuat dia dijuluki pebisnis sukses diusianya yang menginjak matang.
Tapi bukan hanya usaha legal yang dijalaninya, usaha ilegal pun dia punya. Dia menjajaki dunia jual beli senjata api dan dunia malam yang menawarkan pelayanan bagi mereka yang suka dengan minuman dan perempuan.
Jake, begitulah panggilannya. Dia sangat suka bermain dengan wanita, setiap malam dirinya selalu bergonta-ganti wanita. Baginya wanita semua sama saja, hanya membutuhkan uang dan mereka akan takhluk padanya.
Ayahnya, Rikard adalah seorang yang sukses. Tapi jake tidak menyukai ayahnya, dia menganggap ayahnya bodoh karena sampai usianya yang kini sudah terpupus tahun dia masih mengharapkan seorang wanita yang pernah mencampakannya. Ya, wanita itu adalah ibunya, salah satu sifat Jake yang gemar bermain wanita karena dia sangat membenci ibu kandungnya.
Dia sangat membenci ibunya yang dulu pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya, sampai sekarang pun belum ada kabar tentang ibunya itu. Membuat dia melampiaskan kebenciannya dengan bermain wanita.
Banyak wanita yang sudah dijelajahinya, tapi tak satupun dia pernah mendapatkan yang original. Karena itu, dia tidak sabar menunggu hadiahnya datang besok. Tapi untuk saat ini, biarlah dia bermain-main dulu dengan yang lainnya.
**
Sinokmput