Kino duduk membaca surat yang di bawa Budi. Surat berisikan tentang Haiza yang menyerahkan pekerjaan mengambil supply dagang kepada Budi.
"Ya kan, aku rekan kerja di 'Perusahaan Dagang Iza'. Sekarang kita satu pihak, Kino" Budi tersenyum.
"...tapi tidak ada tanda tangan Ija, walau ini benar tulisannya tapi bisa saja kau memaksa dia untuk menulis"
"Dih, gak percayaan banget"
"Ya iyalah... Aku berterimakasih kau sudah cerita kalau Syahdan dan Bintang masih hidup, tapi hati-hati itu perlu dilakukan setelah tingkahmu waktu di reruntuhan"
"Eh..."
"Nanti bawa Ija bersamamu supaya aku tau kau tidak menipuku, dan agar Ija tau dia tidak bisa bertindak seenaknya tanpa sepengetahuanku, apalagi untuk urusan yang berhubungan denganku seperti ini"
Budi terdiam, dia sedikit malu setelah bertindak sok keren sebelumnya tapi Kino tidak menunjukkan reaksi apapun meskipun Kino hanya pura-pura tenang. Kino juga hanya bilang Farhan dan Dayat masih hidup tanpa detail.
"...berarti aku balik tangan kosong nih?"
"Kau bisa beli barang dengan harga biasa, bukan harga pedagang. Kembaliannya akan ku berikan kalau kau benar bekerjasama dan membawa Ija kesini"
Budi hanya bisa menghela nafasnya, sekarang dia berniat meminta ganti rugi pada Haiza nanti karena biaya tugas yang tidak sesuai. Pembicaraan Budi dan Kino berakhir secara biasa.
Seminggu kedepannyanya, Budi datang bersama Haiza, dan benar kalau sekarang mereka sudah menjadi satu pihak. Haiza meminta maaf pada Kino karena langsung mengganti perannya tanpa kabar apapun, apalagi orang yang menggantikan itu sebelumnya punya pengalaman tidak menyenangkan dengan Kino.
Kino mentraktir mereka berdua sebagai ganti permintaan maafnya karena tidak langsung percaya juga. Dengan ini berharap tidak ada masalah lagi kedepannya. Haiza senang karena Kino tipe yang santai, jadi saat Kino meminta bon, Haiza sudah membayarnya duluan. Laki-laki sejati.
Di kegiatan makan-makan itu, mereka membicarakan banyak hal termasuk teman mereka. Haiza bercerita kalau dia bertemu dengan Syahdan. Kondisinya sedang kacau saat itu, untung sebelumnya Haiza membeli buku panduan ramuan obat untuk nantinya sebagai penjualan pertama dari Shop Kino yang akhirnya membuat Syahdan berterimakasih dengan Haiza.
Syahdan sedikit akward dengan Dayat karena mereka pernah saling membunuh. Tapi teman kembar Syahdan berhasil membuat mereka kembali dekat.
Haiza mengajak Syahdan untuk berada di pihaknya karena Dayat mendaftar militer di tempat Arif. Dayat ingin bertarung dibawah Raja yang memiliki Arif, dan Syahdan benci itu, dia bahkan menolak tawaran Kuuhaku yang menemuinya.
"Disitulah aku datang" Budi menambahkan cerita Haiza sambil menggigit sate dango 🍡.
"Sepertinya Budi tidak sekompor Arip yang diceritakan Syahdan, tapi Budi mencoba mengambil skill Syahdan sehingga membuatnya dibenci" Haiza melanjutkan ceritanya.
"Ih anjir, Budi geblek"
"Kino, jangan mengumpat!"
"Ya kamu ngapain kurang kerjaan? padahal lebih banyak lebih baik"
"Ya makanya aku ingin memperbanyak skillku"
"Haasshhh" Kino menusuk pipi Budi dengan tusukan dango yang sudah habis.
"Aduh aduh, ampun"
"Terus Syahdan sekarang gimana?" Kino melanjutkan topiknya.
"Tentu saja pergi menjauh dari Budi. Sekarang bekerja dengan Kuuhaku"
"Haah? apa dia tidak apa-apa?"
"Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi itu pilihannya. Selama bukan Arif, tidak masalah katanya" Haiza juga tidak tau yang dipikirkan Syahdan.
"Bagus dong, kalo satu kandang bisa gampang bunuh Aripnya, wkwk"
"Hm, yah... aku hanya berharap Syahdan dan Arip dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri" Kino berpendapat.
Haiza juga memberitau Kino kalau mereka masih berhubungan dengan Syahdan dan Dayat, jadi walaupun mereka beda provinsi dan tidak bisa bertemu Kino, masih ada kesempatan untuk kirim surat lewat perusahaan Haiza.
Tentu saja Kino mau mengirim surat, terlebih dia belum pernah bertemu Syahdan sejak di tempat itu. Sehingga makan-makan babak kedua mereka lakukan di markas Klan kediaman Kino, Kurato-Shi.
Pagi harinya, Haiza dan Budi pamit pada Kino lalu naik motor berboncengan ditambah membawa supply untuk bulan depan. Tapi sebelum berangkat, Kino menghentikannya untuk berbicara dengan Budi.
"Seperti katamu sebelumnya, Bud. Sekarang kita teman bisnis, mohon bantuannya" Kino mengulurkan tangannya.
Budi pikir ada hal penting atau apa, tapi dia senang dengan sambutan Kino dan mereka berjabat tangan. Setelah itu Budi dan Haiza benar-benar berangkat. Kino melambaikan tangan sambil berharap mereka tidak jatuh saja.
"TEMAN-TEMANMU SUDAH PULANG?? KAU BENAR-BENAR MELAKUKAN PESTA LAKI-LAKI DI HARI LIBURMU YA!"
"Hugyaa huehh, ketua! Apa kau menggantikan ayam untuk membangunkan orang di pagi hari!?" Kino kaget seperti biasa, bedanya sekarang hanya sedikit lebih pagi. sebelumnya Kino lupa untuk melepas crossdress nya sehingga dia tetap menyamar sebagai laki-laki sampai sekarang.
"Mereka hanya teman bisnis... permisi aku mau latihan dulu"
"TEMAN BISNIS YA…
HATI-HATI! MEREKA TERASA BERBAHAYA!"
"...ya, makanya aku tidak ingin terlibat terlalu dalam"
Dengan pengetahuan dari Shop yang Kino beli, dia hanya menyimpulkan sendiri sambil merasa takut salah dengan prasangka buruknya. Tapi kalau ketua sudah bilang begitu, Kino jadi yakin kalau dia memang sebaiknya jadi pihak luar saja.
Tindakan sebelumnya dilakukan dengan harapan Kino supaya Budi mau melindunginya atau minimal tidak menyerangnya.
***
Tiga bulan setelah pertemuan kembali dengan Budi, Kino mulai merasa tidak menyenangkan dengan Haiza. Sudah banyak produk yang dijual dan membuatnya terkenal. Tapi hal itu juga dicapai dengan usaha uniknya.
Banyak orang yang dia rekrut untuk bekerja dengannya, tapi kalau orang itu menolak, skillnya akan diambil Budi sehingga Haiza masih mendapat yang diinginkannya. Kino tidak suka hal itu, tapi ini adalah perusahaannya. Usaha yang dibuat Haiza sendiri dan Kino hanya rekan luar. Jadi dia tidak bisa apa-apa.
"Kalau situasinya tambah buruk, sepertinya aku harus berhenti kerjasama dengan Ija..." Kino mulai berpikir di kelas seninya.
"Aku butuh back up kalau-kalau Ija tidak terima pengunduran diriku. Tapi surat untuk Syahdan dan Dayat diantar lewat mereka, aku tidak bisa minta tolong kesana" Karena kelas ramai dengan semua anggota yang mencoba melukis masing-masing, tidak ada yang mendengar gumaman Kino.
"Atau aku masuk lebih dalam ke perusahaan dan mencoba menghentikan Ija melakukan hal yang lebih buruk?"
"KENAPA KERTASMU KOSONG!? KAU SUDAH MENYERAH DENGAN 'MANGA'MU ATAU APALAH ITU??"
"Mugyaa! Ketua!" Kino terkejut dan menumpahkan tintanya yang terbuka tapi tidak disentuh.
"BAGUS! TADI TINTANYA HAMPIR KERING" Ketua mengacungkan jempol.
"Ah... tinta yang tumpah tidak bisa di redo T-T)" Kino mengabaikan ketua dan fokus membersihkan tinta.
"APA SIH YANG KAU PIKIRKAN?? PERANG MEMANG SUDAH HAMPIR DI PENGHUJUNG, TAPI SETELAH BADAI INI, BERHARAP SAJA ADA PELANGI"
"Ah, perang..."
Kino lupa dunia sedang perang. Seniman jarang diambil untuk berperang karena kebanggaan seniman adalah tangan untuk berkarya tanpa noda darah.
Diapun jadi memikirkan temannya karena banyak yang berada di dunia perang. Ratu penguasa wilayah Zakki setuju beraliansi dengan Rajanya Farras dan Rifqi.
Wilayah tempat tinggal Kino, yaitu kekuasaan Rajanya Sena, mulai memberikan posisi penguasa pada putrinya, Hitomi-Hime. Berkat pencapaiannya selama ini ditambah Sena dan Farhan yang berhasil menangkap Yuuna walau tempatnya masih belum diambil alih karena bantuan perlindungan Arif dan Dayat.
Teman Kino yang sekarang tidak diketahui kabarnya adalah Anton, Bintang, Alfian, Tayan, dan Adit.
"Anton kerja di perusahaan Ija"
"Eh?"
Kino terkejut dengan apa yang di dengarnya. Sekarang ini dia sedang berbicara dengan Budi di ruang tamu klan. Sudah mulai akhir bulan lagi dan seperti biasa, sebelum pergi mereka mengobrol dulu.
"Anton udah kerja dari dua bulan lalu, cuman bulan kemarin aku lupa bilang"
"Sial kau, Bud. Bagaimana kabarnya?" Kino menusuk-nusuk pipi Budi dengan kesal pakai pena.
"Aduh, aduh, udah heh. Ija katanya ketemu Anton karena Anton yang datang sendiri ke perusahaan"
"He... Untunglah dia sehat-sehat saja"
"Anton tau dari nama kalau itu perusahaan Ija, dan karena produk kimia berkat rekan alkemi Ija, Anton minta dibuatkan bahan pengawet"
"Bahan pengawet? untuk apa dia membutuhkan itu?"
"Anton butuh itu buat awetin Tayan dan Pian. Tidak seperti kau, Kino. mereka berdua tidak terpilih untuk bangkit lagi, jadi Anton memilih skill yang dapat membangkitkan mereka.
Tapi ya itu kelemahannya, busuk" Budi diberitau tentang kebangkitan, tapi sampai situ saja. Kino mulai mengerti bahwa dia tidak tau mereka dapat bangkit terus.
"Lalu Tayan dan Pian ada dimana?"
"Mereka jadi dokter bedah bareng Bintang katanya. Bintang punya skill regenerasi, jadi menunda pembusukan mereka berdua, cuman ya gak bisa lepas dari Bintang sampai beneran awet"
"Ahaha... kasian banget"
"Tentunya Ija memanfaatkan hal itu, dia ajak Anton kerja sambil nunggu orang lain cari mereka bertiga dan membawanya ke perusahaan"
"Ah..." Kino mulai tau arah pembicaraannya.
Haiza yang menginginkan banyak hal, mulai menarik teman-teman yang tidak terlibat perang untuk berada di pihaknya.
Ketika perang berakhir, entah apa yang akan Haiza lakukan. Kino mulai berpikir, apakah ada perlindungan kalau menjadi lawannya.
"Tapi Anton udah berhenti kerja. Seminggu lebih kayanya"
"He...? Tapi bahan pengawetnya udah dikasih?"
"Udah, udah dibeli Anton. Terus dia kabur"
"Kabur??"
"Tau gak Kin, skill Anton itu keren banget! bangkitin mayat, dan tahap dua bisa bikin mayatnya hidup lagi kaya Pian Tayan!"
"I-Iya, terus apa hubungannya sama Anton kabur?"
"Skill sekeren itu, siapa yang gak mau, coba?" Budi menunjukkan ketertarikannya.
"!?"
"Sempet cekcok sama Anton karena dia gak mau skillnya diambil, kayaknya dia bisa lihat masa depan juga. Tau aja kalau aku mau ambil skill, hehe"
"Bud..." Kino mulai ketakutan.
"Sempet takut Anton bakal lapor Ija karena Ija kan suka banget sama orang kuat. Jadi niatnya mau kubunuh sehabis ambil skillnya. Tapi Anton berhasil kabur dan dia gak balik lagi buat bilangin Ija. Untung deh~"
"....." Budi tidak mendengar Kino yang mulai berkeringat walau gemetar seperti kedinginan.
"Ampun deh... Kayaknya skill lihat masa depan Anton sedikit beda dengan punya Syahdan. Tapi sama aja ah, untung aku ambilnya yang bangkitin mayat. Walau aku gak tau apa yang terjadi dengan Tayan Pian sekarang"
"....."
"..."
Budi dan Kino diam. Setelah Budi bercerita, Kino menunduk tidak mengatakan apapun dan membuat suasana hening.
"Ah, maap ya jadi asik sendiri"
"..."
"Ngomong-ngomong, Kino. Apa kau pernah berpikir untuk berkhianat?"
"!!?!" Kino mulai memiliki banyak pikiran bercampur aduk di kepalanya. Seperti kalau mengundurkan diri apakah bisa disebut pengkhianat? Kalau jawab 'tidak' apa masih bisa disebut jujur?
"...belakangan ini Ija khawatir" Budi menjelaskan.
"Dia sering pusing begadang memikirkan cara agar kau tidak berhenti bekerjasama dengannya. Ija bilang karena kau tidak sepenuhnya menerima diri di pihak kita. Sebegitu inginnya Ija tidak ingin kau berkhianat"
"Bud, jelaskan saja maksudmu yang sebenarnya!" Kino mencoba memberanikan diri menghadapi Budi.
"Ya aku cuma merasa Ija yang kaya gitu tuh merepotkan, dia makin menjadi setelah kaburnya Anton"
"(Ya itu kan salahmu sendiri!)" Kino tidak bisa mengatakannya.
"Sebagai rekan yang baik, aku ingin membantunya. Trus pikir deh, Kino. Aku harus repot jauh-jauh kesini untuk ambil re-stock"
"(Ini dia...!)"
"Padahal kalau aku 'punya' kan bisa re-stock sendiri di perusahaan dan Ija tidak perlu khawatir lagi padamu"
*ZIIING* *DHUAARR!!!*
Ledakan yang sangat kencang datang tiba-tiba dan menghancurkan ruang tamu klan. Budi jadi batuk dan terhalang asap.
"Weh, Kino! Kamu punya skill lihat masa depan juga? Aku bahkan belum gerakin tanganku"
Kino sudah lari ke hutan di belakang markas klan setelah meledakkan bom di ruangan mereka berdua, berharap Budi sudah jauh dan tidak mendengarnya. "Setelah semua kata-kata itu, mana mungkin aku tidak tau apa yang akan kau lakukan"
Kino berlari dari Budi yang sudah jujur bilang secara tidak langsung kalau skill miliknya ingin diambil dan akan disingkirkan sebelum berkhianat. Jelas ini tanda Kino tidak ingin Budi membunuhnya lagi.
*Crak crak crak*
Kino mendengar sesuatu, tapi dia tidak memedulikan dan tetap berlari. Kakinya pun terpeleset dan dia terjatuh meluncur kedepan karena alas yang licin.
"Es!?"
"Jangan jauh jauh hei! cepet banget larimu, Kino"
Budi mengeluarkan sihir elemen es nya sambil berlari di samping alas yang dia buat licin. Sedangkan Kino kesulitan bangun untuk pindah ke tempat yang tidak terkena es.
Karena sulit bangun, Kino mengeluarkan pistol lasernya dari inventori dan menembak Budi sambil duduk. Kino jadi sedikit terdorong ke depan karena tekanannya. Budi terkejut melihat laser padahal sedang di dunia latar zaman dulu, dia mencoba menyerap lasernya tapi tetap tersetrum.
"Anjir, kirain energi sihir. Ternyata lasernya beneran sinar panas" Budi jadi berhenti karena setrumannya.
Kino berhasil mengarahkan bokong dan pistol lasernya untuk meluncur sampai tidak ada alas es dan dia bangun langsung lanjut lari lagi.
"Aaa goblok, seharusnya aku gak pake es buat jatuhin Kino" Budi kesal karena esnya dimanfaatkan untuk meluncur semakin jauh darinya.
Setelah setruman berhasil menghambatnya sebentar, Budi berlari sambil menggunakan psychokinesis.
Pohon-pohon hutan disamping Kino langsung berjatuhan untuk menghentikannya. Kino berhasil menghindar tapi membuat larinya melambat.
"Kena!" Budi berhasil mendapatkan timing untuk membuat Kino tidak akan bisa menghindari pohon selanjutnya.
Karena tidak sempat dihindari, Kinopun memukul pohon itu kebelakang dan langsung lari lagi. Budi ternganga melihat Kino memukul pohon yang dia kendalikan, karena dia juga tidak berpikir kalau Kino memiliki skill penguatan fisik seperti Dayat.
"(Aku gak pernah berpikir kalau aku meremehkan Kino, tapi dia selalu membuatku terkejut)" Setelah menggesek hidungnya yang gatal, Budi lanjut mengejar Kino.
"Ah anjir, kenapa aku pake psychokinesis buat hentiin Kino!?" Budi kesal, sekarang pohon-pohon yang dia tumbangkan kini menghalangi jalannya untuk mengejar Kino.
Kino yang sudah jauh di depan, sudah tidak melihat Budi lagi.
"...Budi sialan" Padahal Kino sudah serius ketakutan, tapi sekarang dia seperti melawan anak kecil. "Sepertinya Budi masih perlu banyak belajar. dia terlihat seperti bayi yang memegang rakitan Gandam".
Budi selesai melewati pohon-pohonnya, dia melihat di peta mini skill observasi untuk mencari Kino. Kino baru saja berhenti di tempat. Ini kesempatan baginya, dia langsung berlari menuju Kino dengan bantuan petanya.
Sesampai di tempat Kino, Budi melihat dia sedang berdiri menghadapnya. Tiba-tiba Kino menggerakkan tangannya seperti melempar sesuatu, tapi tidak ada yang dia lempar.
Budi bingung dengan apa yang dilakukan Kino, tapi kemudian langit terasa semakin gelap dengan cepat, saat Budi melihat keatas, ada mobil terjatuh diatasnya. Dengan psychokinesis, Budi mengendalikan mobil itu sebelum menibannya untuk bergerak ke Kino.
"Aku balikin nih!" Gantian Budi yang melempar mobil itu ke arah Kino.
".....
...Sial" Budi kembali menyesal, sekarang mobil itu menghalangi pandangannya untuk melihat apakah Kino kena atau berhasil menghindar.
Budi melihat petanya, Kino bergerak, berarti mobilnya gagal mengenai Kino. Budipun lanjut mengejar. Sekarang mau berputar atau menaiki mobil, waktu Budi akan tersita untuk meraih Kino.
Sampailah Budi di hadapan Kino lagi, Kino tidak lari sehingga sekarang mereka berhadapan.
"Nggak lari lagi, Kino?"
"Ngga, Bud. Kalau kau punya skill seperti pendeteksi, lebih baik aku main kandang"
Sebelumnya Kino pergi untuk memastikan apakah dia dapat ditemukan dengan mudah walau sudah tidak terjangkau mata. Rupanya Budi dapat berlari kearahnya tanpa ragu, berarti Budi memang punya petunjuk yang membuatnya tau lokasi dirinya.
Sulit terus lari dari orang yang dapat selalu mengetahui keberadaanmu, sehingga Kino memutuskan untuk melawan Budi di tempatnya, daripada nanti kesulitan bertarung di daerah asing.
"Main kandang? jadi ini tempat kekuasaanmu?"
"Iya, biasanya kalau di bully senior klan, mereka aku bawa kesini"
"Hee... lalu apa yang terjadi pada mereka?"
"Begini" Kino mengarahkan jari tangan ke leher dan menggerakkannya kesamping.
Tiba-tiba, daging leher depan Budi tersayat "...!? khohok!!"
Budi muntah darah, dia kehilangan keseimbangan tapi berusaha tetap berdiri. Untungnya sayatan itu tidak terlalu dalam sehingga dia tidak mati. Budi melihat sekeliling, tapi tidak ada apa-apa yang menjadi alat serang. Dia kebingungan bagaimana cara Kino melakukannya.
"Aku ga tau ini namanya santet atau bukan, tapi kalau aku begini, aku bisa melukaimu" Kino melakukan gerakan yang sama, gerakan tangan seperti menebas leher. Sekarang dia melakukannya di bagian samping.
Budi langsung lompat menjauh dari tempatnya tapi masih terkena serangan juga. Hanya saja kali ini sayatan di leher kanannya tidak sedalam bagian depan.
Skill regenerasi Budi membuatnya tidak terlalu lama terluka dan sebentar lagi luka leher depannya akan menutup. Kino hanya melihat regenerasi tersebut dengan serius.
"... emang seniornya pada kapok diginiin?"
"Iya, jangan berhenti saat mereka ngomong 'awas kau, lihat saja nanti' tapi sampai mereka bilang 'jangan bunuh aku, ampuni aku'"
"Anjir, Psikino"
"Psikino? puftt" Kino tertawa dengan permainan kata Budi "Hei, ngga ya. kalau aku psikopat, kamu apa?"
"Psikopatnya aku, kamu Psikino"
"Oh gitu" Kino hanya tertawa kecil sambil menggerakkan tangannya menyilang di dada.
Mengetahui bentuk serangannya, tentu Budi berusaha menghindar dengan lompat. Tapi dia masih tetap terkena serangan itu. Dadanya bisa dibilang bolong tertusuk dari depan menembus kebelakang dan jantung Budi hampir kena.
"Jangan loncat, Budi… (kenapa dia tidak mencoba melindungi dadanya dengan tangan? Apa dia sering mudah menang makanya ga pernah belajar?)" Dengan pikirannya, Kino mulai menilai Budi sebagai anak yang tidak mencoba menjadi lebih kuat karena selalu menang.
Budi mencoba menahan lukanya yang pelan-pelan sedang beregenerasi "Lagi bercanda malah diserang…
Jangan remehin ya... Aku ini punya banyak skill!"
Budi mengeluarkan api di seluruh tubuhnya, lalu api itu dia hempaskan ke berbagai arah menjadi bola api yang membesar.
Kino langsung membeli perisai polisi dan menyelimutinya dengan kain berbahan anti api untuk berlindung. Meski dia masih merasa panas karena hanya melindungi bagian depan.
Setelah ledakan api yang dibuat Budi selesai, terciptalah kebakaran hutan. Kino mencoba bernapas setelah tidak ada oksigen yang masuk saat berlindung. Tapi kebakaran hutan membuatnya tetap kesulitan.
Hal ini juga berlaku untuk Budi. Sekarang mereka berdua terengah-engah karena kesulitan bernapas. Kino melihat luka Budi yang sudah sembuh lagi karena regenerasi nya, seolah 'santet' yang dilakukannya itu percuma.
Kepala Budi seperti menempel sesuatu yang jatuh, dia mengambil nya dan melihat beberapa benang yang terbakar.
"...Kau pakai benang, Kino?"
"Ah, ketauan ya"
"...Aku pikir kau ada skill lain selain Shop, tapi santet-santetan tadi dari trik tanpa skill?"
"Yah... aku dapat benang dari reward daily questnya Shop. Gatau buat apa, jadi aku gabut bikin ginian. Ini namanya skill tak tertulis, Bud"
"...Tapi sekarang kandang dan trikmu udah kebakar tuh" Budi merasa yang Kino lakukan itu keren tapi dia mencoba untuk terlihat lebih kuat.
"He... maksudnya kau yang menang nih, Bud?"
"Lah emang siapa lagi!?" Budi langsung lompat menghampiri Kino.
Dengan psychokinesis, dia menghancurkan tameng Kino. Sekali tangan Budi menyentuhnya, dia bisa mengambil skill Shop Kino.
Kino melemparkan bom jenis sama yang digunakan sebelumnya di ruang tamu. Budi menembak bom itu dengan jarum es nya sehingga bom itu meledak di langit tidak mengenai Budi. Karena dampak ledakannya yang kecil juga.
Ketika kembali fokus melihat, mata Budi terhalang buku gambar yang di lempar Kino. Tapi dia dengan mudah menggeplak kumpulan kertas itu.
Terkejutlah Budi yang kemudian melihat Kino melempar banyak bom didepannya setelah menyingkirkan buku. Walau tidak sempat menyerang dengan es, Budi menggunakan psychokinesis untuk menghancurkan bomnya di langit lagi.
*JDAM* *DUAR* *DHUM*
Budi terkena beberapa bom itu sehingga gerakannya terhenti. Dia kebingungan kenapa ada bom yang tidak kena dan jatuhnya lebih cepat dari perkiraan.
"Bom kecil"
Penjelasannya adalah Kino melemparkan bom kecil lebih dulu baru melempar bom yang biasa, sehingga mata Budi melihat semua bom itu ukurannya sama sampai tidak sadar membiarkan bom kecil mengenainya.
Buku itu bertujuan supaya Budi tidak melihat Kino melempar bom kecil.
"Kino..." tapi dengan regenerasi, dampak dari bom kecil tidak begitu berarti "Lihat, USAHAMU PERCUMA, ANJIR! KASIH AJA SKILLNYA TRUS MATI DENGAN TENANG! RIBET!"
Budi kesal Kino tidak menyerah juga, padahal yang dilakukannya percuma dengan dirinya yang kembali sehat seperti semula, ini hanya merepotkan Budi. Dia langsung meraih Kino yang sudah dekat tanpa ragu sampai tangannya menyentuh.
Tangan Budi menyentuh setrikaan panas yang terus disembunyikan Kino di tangan kanannya. Budi baru sadar sewaktu menggunakan trik benang dan melempar bom, Kino melakukannya dengan tangan kiri.
"Akhirnya setrika yang baru kubeli sudah panas" Kino berhasil menggunakan setrikanya sebagai perisai.
"UWAAHH" Budi kesakitan.
Tentu saja tangannya luka parah karena langsung menghantam bagian panas setrika yang siap meluruskan lekukan baju. Kino langsung mundur menjauhi Budi sambil melempar bom lagi.
Budi yang kesakitan kesal melihat tindakan tak berarti tersebut, dia menusuk bomnya yang tidak penting itu dengan lemparan jarum diudara seperti sebelumnya.
Bom itu tidak meledak diudara, melainkan Budi yang memecahkan wadah, membuat cairan dalam bom itu terciprat keluar menyirami tubuhnya.
"Kirain bom ya?? sayangnya bukan, itu..."
"uU...AhhH!!" Budi makin kesakitan ketika cairan itu turun mengenai luka tangannya.
"... Alkohol"
Budi meronta kesakitan sampai air matanya keluar dengan kulitnya yang memiliki sensasi perih terbakar secara perlahan. Dia berharap regenerasi menyelamatkannya, tapi regenerasi merasa alkohol membantu proses penyembuhan sehingga tidak ada regenerasi untuk luka yang sudah terkena alkohol.
"(Regenerasi membuat Budi menjadi tidak terbiasa dengan rasa sakit, mungkin aku berlebihan...)"
Tiba-tiba sekitar Budi mulai hancur. Kulitnya menjadi bersisik dan tumbuh tanduk. Dia meminjam kekuatan rekan rohnya dan berubah wujud. Budi mengamuk kesakitan dan mengeluarkan psychokinesis secara acak dimana kekuatan itu menjadi lebih dahsyat dengan wujud rohnya.
"Eh, anjir" Kino batal merasa kasihan, dia langsung berlari menjauh.
Kino membeli soda kaleng dan langsung memunculkan di belakangnya, membuat serangan psychokinesis Budi terhalang kaleng dan tidak bisa langsung mengenai Kino.
"Panas... Asu...!" Budi langsung meledakkan kekuatan esnya.
Sensasi kulitnya yang terbakar membuat tidak tahan berada di hutan panas. Kebakaran hutan langsung dia hentikan dan menjadikannya hutan es.
Sekarang Kino tidak sempat pelindung, punggung dan bagian belakang tubuhnya terkena es dan kakinya tersangkut di es. Dia berusaha keluar dengan menghancurkannya pakai beli palu, hanya saja gerakannya lambat karena kini dia kedinginan.
Perubahan suhu yang drastis membuat tubuhnya sulit menyesuaikan diri. Budi yang terlihat sebagai jelmaan naga kini berjalan mendekati Kino yang kesulitan setelah Budi merasa tangannya sudah mendingan walau masih menyakitkan.
"Kino... hah... dari setrika yang menghabiskan banyak energi sihir dan benda² lainnya hah... Bisa disimpulin kalau energi sihirmu tak terbatas kan?"
"Diem, Bud. Aku mau kabur" Kino berusaha tenang dengan tidak serius.
Budi kesal. Setelah dalam jangkauan, diapun melakukan psychokinesis pada tulang Kino. Tekanan dari skill yang dahsyat membuat es sekitarnya hancur bersamaan dengan sebagian tulang Kino, membuat dia terjatuh dengan posisi tengkurap dan tidak bisa bergerak karena tulang hancur. Budi memegang kepala belakang Kino dengan kencang memakai tangan sebelahnya yang tidak terluka.
"Kau juga belum lelah dari tadi, Kino. berarti selain Shop, kau punya energi sihir dan energi fisik tak terbatas hah...
Sekilas tidak ada kelemahannya, tapi tadi... sebenarnya kau bisa sempat menghalangi psychokinesisku dengan soda kaleng lagi. Kenapa kau tidak melakukannya?"
"....." Kino tidak menjawabnya. Entah karena tulangnya atau memang tidak ingin jawab.
"Kino, kau... kehabisan uang kan?"
Budi tersenyum meski dengan wajah lelah dan kesakitannya. Dia tau dari Haiza kalau Kino tipe yang tidak suka menyimpan banyak uang. Kurangnya hiburan di dunia ini membuat Kino hanya perlu kertas dan alat gambar.
Sebenarnya Kino sudah merasa menyimpan banyak uang dengan membeli mobil sebelumnya untuk melawan Budi. Tapi ternyata harga segitu tidak cukup untuk membeli kemenangan melawan Budi.
Kino yang tidak bisa bergerak mulai diambil kekuatannya. Telinga Kino mengeluarkan darah setelah itu, dan dia juga sampai ketahuan batuk darah walau Budi sudah menempelkan wajah Kino di tanah. Selanjutnya Budi mengeluarkan katana miliknya.
"Ada kata-kata terakhir?" Budi serius akan membunuh Kino seperti niatnya pada Anton, hanya saja kali ini tidak akan dia biarkan lolos.
"... jangan lupa... belajar..."
"...oke" Budipun memotong leher Kino. Membuat kepalanya terpisah dengan tubuhnya tanpa mengerti belajar apa yang Kino maksud.
***
Perusahaan Dagang Iza
Terlihat Haiza sedang duduk di kantornya yang penuh dengan dokumen-dokumen, dia menghitung perkiraan penghasilan untuk bulan ini. Sekarang sudah bulan baru, supply sudah diambil dan karyawan sudah diberi gaji.
Haiza mulai berpikir untuk membeli pulau setelah semua kesuksesan mengambil ide-ide produk buatan tokoh sejarah dari dunianya.
Perusahaan Dagang Iza, berada di wilayah Ratunya Zakki, sehingga akses dagang ke tempat saingannya seperti Arif dan Kuuhaku jadi kesulitan. Haiza menginginkan tempat netral agar dia bisa bertransaksi dengan dunia. Walau sedang perang sekalipun.
"Budi" Haiza menuju kamar Budi untuk kegiatan pembelian pulau.
"Mm, afah" Budi membuka pintu kamarnya sambil mengunyah. Dia sedang makan malam.
"Nanti ke kantor, kita bahas proyek bulan ini yang di rapatin sebelumnya" Haiza pergi setelah menjelaskan. Karena lebih baik menunggu Budi selesai makan dulu.
**
"Yap... Ayo kita bicara bisnis" Budi datang ke depan Haiza yang duduk di belakang meja kantornya.
"Sebelum itu, Bud. Apa tidak ada yang ingin kau katakan padaku?"
"Hah, apa?" Sambil Budi duduk, mereka sudah memulai pembicaraan.
"Aku melihatmu makan Nasi Padang, kapan kau pergi ke tempat Kino lagi? Belum ada yang bisa masak itu disini"
"Ah itu, aku ingin mencoba Nasi Padang buatan orang Jawa"
"Ya, terus?"
"Ehm..."
"...Tiap ambil supply, Kino selalu titip surat untuk Dayat dan Syahdan. Tapi kali ini tidak dan kau bisa makan makanan dari Shop padahal sudah seminggu dari tempat Kino"
"Itu... Teleport! Kau tau kan, Ja. Aku punya skill teleportasi"
"Kau kan trauma pakai skill itu karena tidak bisa menghitung jarak dan koordinat dengan benar"
"Ah..."
"Aku tidak akan marah, sekarang coba saja bicara jujur pelan-pelan"
"Hadeh... Padahal kalau sudah tau, aku tidak perlu mengatakannya... Seperti yang kau pikirkan, Ja. Aku mengambil skill Kino..."
"Hufftt..."
Haiza memegang kepalanya, dia menunduk sambil memijat-mijat supaya tetap tenang dan berharap tekanan darah tidak naik. Kemudian dia mengadahkan kepalanya melihat langit-langit.
"Anton... Kejadian hilangnya Anton waktu aku pergi ke Istana juga karena kau?"
"Ah... Iya aku juga ambil skill Anton" Budi menggaruk kepalanya.
Haiza menutup mata dengan tangannya, melakukan facepalm. Yang dilakukan Budi tentu sangat fatal karena menurutnya kekuatan itu tidak hanya dihitung dari skill.
"Bud, kau bisa mengambil semua skill untuk dirimu sendiri, tapi kau tidak bisa melakukan semua hal sendiri"
"Bisa, kalau aku punya banyak skill aku bisa melakukan macam-macam kan"
"...Kalau aku butuh kau untuk menemaniku dan di saat yang sama butuh kau untuk menjaga kantor, kau kan tidak bisa membelah dirimu"
"Oh... Berarti aku butuh skill seribu bayangan seperti Naruti ya, sekarang?" Budi mulai berpikir.
"Bukan itu maksudku..." Haiza melihat tangan Budi "Itu, tanganmu itu, itu dari perlawanan Paisen?" Haiza memanggil Kino dengan sebutan Paisen.
"Iya... Aku tidak tau kenapa regenerasi tidak menyembuhkannya" Budi melihat bekas luka setrikaan di tangannya.
"Nah, bukannya berarti dia hebat? Aku butuh orang seperti itu dipihakku, bersama kau dan orang-orang lainnya, kita bisa saling melengkapi dan menguntungkan"
"Tapi kau kan takut Kino berkhianat, Ja. Melakukan semua hal sendiri jadi lebih aman. Makanya aku mengambil skill dan membunuhnya"
"APA!?"
"Eh?"
"Apa yang... Apa yang kau lakukan!?" Haiza berdiri dan menghampiri Budi.
"Tu-tunggu, Ja. Kau bilang kau tidak akan marah" Budi mundur perlahan.
"Itu karena kau mengambil skillnya! Aku berpikir untuk membujuk Paisen lagi setelah yang kau lakukan, tapi menghancurkan sumber daya manusia sepertinya!? Kenapa kau sangat bodoh dan tidak memanfaatkan segala hal dengan benar!?" Haiza menarik kerah Budi.
"Aku... Aku hanya ingin membantu... Sebelum berkhianat dan merepotkanmu kan lebih baik membunuhnya..."
"Kau yang semakin merepotkanku! Anton dan Paisen... Memang ada jutaan orang yang hidup, tapi sedikit yang mau berjuang menjadi berkualitas seperti mereka!!"
"AH, UDAH ANJIR!" Budi mendorong Haiza dengan psychokinesis.
Haiza terlempar menabrak meja kantornya yang jadi hancur dan dia terbentur dinding. Haiza menempel di dinding dengan psychokinesis yang menekan lehernya.
"Kh..ghohokk" Kaki Haiza berusaha menempel di dinding dan mendorongnya keatas, berusaha agar badannya tidak terasa berat karena sakit tertarik gravitasi yang mencekiknya.
"Sebaiknya kau jangan lupa diri dan merasa lebih baik dariku karena kau pintar, Ja. Aku tidak akan terpengaruh skillmu" Budi merapikan kerahnya.
"Alasan kita bekerjasama itu karena kau mau menjadikanku raja meski hanya bonekamu. Tapi kalau seperti ini, aku akan menjadi raja dengan caraku sendiri yang kalian sebut 'bodoh'"
Setelah Budi pergi dan menutup pintu, psychokinesisnya berhenti. Haiza terjatuh dan batuk-batuk. Skill Haiza adalah komunikasi yang membuat orang lain setuju dengannya, sehingga dia tidak bisa melawan Budi secara mendadak seperti tadi.
Haiza yang mencoba baikan dari serangan Budi, melihat ada burung pembawa pesan di jendelanya.
Burung itu dari Kurato-Shi, Klan tempat Kino. Ketuanya menulis surat dan memberitaukan bahwa Kurato Kinoko sudah mati. Pemberitahuan kepada para kenalan untuk kematiannya.
"...aku juga harus menyampaikan pesan ini pada mereka berdua.
Kirim ke Dayat dulu, baru Syahdan, biar Dayat bisa bilangin Syahdan tentang kekuatan kita"
Haiza menulis surat untuk dua orang temannya itu. Meskipun Kino hidup lagi, akan sulit membuatnya dipihak Haiza karena Budi bisa tertarik pada skill kebangkitan dan membuat Kino celaka lagi.
"Haah... Sayang banget, tapi semoga Anton dan Paisen baik-baik saja" Haiza melihat langit di luar jendela membayangkan kehidupan di dunianya yang dulu bersama teman-temannya dalam komunitas sebelum kedunia ini, sambil membelakangi kantornya yang hancur berantakan.
***
Provinsi Amagawa
Arif datang memasuki ruangan dimana terdapat Dayat yang sedang membaca surat. Dia datang kesini menjemput Dayat untuk bersiap-siap melakukan perang penentuan. Mereka berdua akan berperang di tempat Yuuna, untuk menyelamatkannya dan mengambil alih wilayah tempat tinggal Sena.
"Kalau Amagawa berhasil direbut, kita bisa di kepung dan mendapat kekalahan"
"Tapi kalo bisa ambil Nakura, kita bisa langsung gas ke tempat Farras kan?"
"Ya... Ngomong-ngomong, tadi surat dari Kino lagi?"
"Ah... Yah… dikirim dari klan Kurato"
".....kalau kita bisa ambil alih Nakura, kita bisa ketemu Kino yang lagi ada disana"
"Kau ingin ketemu Kino, Rip?"
"Aku tertarik dengan skillnya, kalau bisa, pengen beli alat yang bisa bikin kita denger musik"
Mereka berdua jalan menuju pasukan mereka sambil tertawa dan bercanda. Berharap tidak menjadi senyum terakhir.
***
Garis perbatasan Amagawa dan Nakura, Tanah Ake.
"Semuanya ayo maju!"
"Oohh!!"
"u...aa... uaghh!!"
"!!?!"
Dayat yang memimpin pasukan untuk membebaskan Yuuna, tiba-tiba mereka terhenti dengan sendirinya. Selain Dayat, semua pasukannya kesakitan dan tidak bisa berdiri. Tentu saja dia bingung apa yang terjadi. Di tengah kekacauan itu, datang pasukan Nakura dari dataran tinggi. Sejak awal mereka bersembunyi disana menunggu pasukan Dayat kesakitan.
Dayat berusaha sebisa mungkin untuk bertahan melindungi pasukannya yang sudah dia suruh mundur. Dia berusaha mencari penyebab kesakitan mereka.
Di kejauhan, dia melihat pasukan kecil dengan 1 orang berpakaian beda dari prajurit lain. Langsung saja Dayat menerobos pergi kesana. Setelah mendapat jarak yang cukup, dia melompat dengan kencang seolah terbang, mengarah ke tempat pasukan yang terlihat membawa jendral.
Jendral itu memegang pergelangan tangannya, membuat Dayat yang ada di depannya tiba-tiba terjatuh seolah dia tidak pernah melompat.
"Di perang sebelumnya, Arip bilang dia ketemu jendral baru Nakura. Skillnya mirip kaya gini, Farhan!" Dayat langsung bangun.
Di perang kali ini, Dayat bertemu dengan Farhan. Orang keempat bawahan Hitomi-hime, yang membuat bawahan Hitomi-hime menjadi lengkap untuk dijuluki 4 Penjaga Surgawi. Setelah Farhan berpihak pada Nakura untuk melindungi Hitomi-hime. Serangan diam-diam Amagawa gagal dan Nakura melakukan penyerangan.
Mereka berperang di tempat Hitomi-hime diserang sebelumnya, Tanah Kuil Klan Muto. Tapi gagal melanjutkannya karena perlindungan dari Adit, anggota klan Muto yang tidak bisa mati dan terus menghalangi mereka berperang, bahkan memasang kekkai di tanah netral milik klannya.
Kejadian yang membuat perang antara Nakura dan Amagawa menjadi panjang karena tertunda dan terhalang Kekkai. Meskipun begitu, ini adalah pertemuan pertama Farhan dan Dayat setelah penyerangan tupai kegelapan yang disebut Ouakugata di reruntuhan.
Dayat menyiapkan pedangnya. Dia menyerang bawahan Farhan dengan mudah dan kini hanya tersisa mereka berdua. Farhan memegang pergelangan tangannya sehingga memunculkan resonansi di kedua sisi Dayat, sayangnya Dayat tidak merasakan apapun.
"Ah…"
"…?"
"Bangsat, Yat. Aku lupa kekuatanmu Anti Sihir" Farhan memegang dahinya.
Farhan baru saja menyadari alasan Dayat tidak terpengaruh skillnya seperti para prajurit yang lain. Dayat hanya tersenyum menunjukkan giginya dan maju menuju Farhan.
Sekali lagi, Farhan memegang pergelangan tangannya, tapi kali ini dia mengangkatnya juga. Telapak tangannya dia arahkan ke depan, yaitu ke arah Dayat dan dia menembakkan sebuah tekanan.
Dengan pedangnya, tekanan yang terlihat menghampiri Dayat langsung di tebas sambil terus berlari menuju Farhan. Tapi tiba-tiba Dayat terjatuh, sensasinya sama seperti ketika dia melompat langsung menuju Farhan di kejadian pertama. Membuat Dayat jadi kebingungan.
"Farhan… skillmu tadi itu, bukan sihir?" Dayat bangun sambil melihat Farhan dengan wajahnya yang kebingungan.
"Bukan, wkwk. Kau tau kan kalau di dunia ini, oksigen saja ada energi sihirnya? Kemampuanku tuh kaya manipulasi energi sihir di alam gitu"
"Wahh… keren, Han. Skill kita ternyata mirip-mirip, ya!"
"Kagak mirip juga, ini kayak skillmu kagak mempan ama skillku karena garis besarnya aku kagak pake sihir, dan skillku kagak mempan ama skillmu karena kau kagak ada sihir yang bisa aku manipulasi"
"Nge-loop, anjir"
"Wkwk, terus gimana dong, lanjut?"
"Gas!"
*JDAAMM*
Hantaman yang dahsyat terjadi pada pedang Dayat dan katana Farhan. Karena sulit menggunakan skill pada lawan yang setipe, mereka menggunakan pertarungan fisik tehnik berpedang mereka.
Tapi secara fisik, tenaga Dayat lebih kuat dibanding Farhan sampai bisa dibilang jauh. Terkadang, saat Dayat mulai melakukan hantaman keras, Farhan mundur dan menembakkan tekanan. Tekanan itu adalah skill manipulasi yang melakukan pembongkaran energi sihir di alam yang secara paksa menerbangkan seluruh partikel. Disebut Pembongkaran Sihir.
Pembongkaran sihir berefek pada alam luar sehingga masih dapat mempengaruhi Dayat. Meskipun hanya bisa menghentikan gaya geraknya saja, Farhan berusaha mengimbangi Dayat dengan segala cara.
Farhan mencoba melakukan tipuan, dia mengecoh Dayat dengan celah kanan yang membuat Dayat merasa punya kesempatan dan menghantam pedang besarnya ke tanah dengan kuat. Di sela Dayat yang belum menyelesaikan pergerakannya, Farhan menghindar sambil menusuk lengan atas Dayat dengan wakizashi yang merupakan pedang kecil pendamping katana.
Seolah tidak terjadi apa-apa, Dayat melanjutkan serangannya. Dengan Pembongkaran Sihir, Farhan mendorong dirinya mental untuk menghindari Dayat tepat waktu karena penusukan itu membuat dia sudah terlalu dekat dan mepet.
"…seenggaknya kesakitan, kek. Anjir"
"Wkwk, dikira pedang kecil bisa hentiin pemilik fisik terkuat di Mikawa" Dayatpun maju menuju Farhan lagi setelah mencabut dan membuang wakizashi.
*TRAANG!*
"Paling kagak obatin dulu pendarahanmu, biar aku bisa napas dulu, capek aku"
"Jangan kasih kesempatan musuhlah… kaki kamu udah luka tuh, lumayan satu"
"…Oiya, Anjir" Farhan melihat kakinya. Rupanya Dayat berhasil mengenainya sedikit saat dia menghindar tadi.
Mereka Kembali lompat mengambil jarak setelah beradu pedang. Secara stamina, Farhan sudah sampai batasnya. Lukanya tidak sedalam Dayat, tapi kalau Dayat masih menyimpan banyak tenaga, ini bisa jadi kekalahan Farhan.
"Keren, Farhan. Skill kamu kayanya banyak tapi karena lawannya aku jadi gak bisa liat semua. Maap, ya"
"Hah…ha… tenang aja, Yat. Kita tuh lagi di perang… maksudku…"
*JREEBB*
Dayat menghindari serangan tombak dari belakangnya, tapi masih berhasil mengenai pipinya sedikit.
"…ini bukan pertarungan 1 lawan 1" Farhan melanjutkan kata-katanya.
Tombak yang di pegang oleh seorang perempuan itu dihunuskan ke Dayat, Dayat berhasil menangkis tombak itu dengan pedangnya dan mereka beradu.
"Uwaahh… Souemon, apa Rihoko bisa mengalahkan orang itu…?" Selain penombak itu, datang manusia bertelinga dan tanduk domba menghampiri Farhan sambil memegang kipas.
"Sihirmu tidak mempan-mempan ya ke dia? wkwk"
Mereka berdua adalah teman Farhan dan Sena yang mendapat kepercayaan Hitomi-hime juga. Jendral-jendral Nakura yang dijuluki 4 Penjaga Surgawi.
"I-Iya, huhu… aku jadi tidak tau harus bagaimana" Domba itu cemas.
"Kau bantu di tempat Sena saja, orang itu memang tidak bisa dilawan pakai sihir. Lagipula kalau dia disini, berarti Sena sedang berhadapan dengan peternak iblis itu"
"Hiii…! A-aku takut lihat iblis, tapi… aku tidak ingin tidak berguna… Huaa Senaa…" Penyihir domba itu pergi sambil menangis.
Tiba-tiba perempuan tombak yang bernama Rihoko itu terpental di hadapan Farhan.
"…gimana, dia kuat 'kan?"
"Bantu aku, sialan!"
"Iya, iya… Maap ya, Yat. Karena ini perang, aku harus memenangkannya. Jadi kita kagak bisa having fun 1 lawan 1 lagi"
"… heh, padahal kamu udah mau kalah tadi. Terseralah mau tempur kaya gimana bentuknya, ayo maju sini!"
Dayat melawan Rihoko dengan back-up Farhan di jalan menuju penjara Nakura tempat Yuuna berada.
~