Ye Qingge duduk diam di sofa di ruang tamu. Dia juga tidak menemui Li Nancheng.
Li Nancheng tidak berbaring di atas tempat tidur, ia berbaring di sofa sambil menatap Ye Qingge.
Keluarga Li memang pantas disebut sebagai keluarga terkaya nomor satu di Yuncheng, dengan kekayaan di mana-mana.
Li Ximing beranjak keluar dari ruang kerjanya. Wajahnya datar dan menunduk.
Tak lama kemudian, Li Beichen berjalan keluar bersamanya.
Pria itu mengenakan setelan kotak-kotak berwarna hitam dan berukuran full pressed body dan terlihat mahal.
Wajah dinginnya yang diukir dengan belahan dagunya terlihat sangat mendominasi.
Dengan pandangan dingin yang ditujukan kepada Ye Qingge, dia melirik Li Nancheng yang berbaring di sofa seperti mayat.
Mata Ye Qingge terlihat malas, menggoda, dingin, dan menawan.
Saat melihat Li Beichen, Ye Qingge langsung teringat ciuman panas yang terjadi semalam dan bibirnya kesemutan.
"Halo, Li Lao!"
Ye Qingge melemparkan senyum dan berdiri sambil menyapa Li Ximing. Bukan untuk menyenangkan pria tua itu ataupun pamer, melainkan ini adalah karakter unik Ye Qingge.
"Duduk!" Nada bicara Li Ximing terdengar keras, seolah dia sedang marah pada seseorang.
Ye Qingge duduk. Li Beichen yang baru saja datang duduk di sampingnya secara kebetulan.
Sikapnya sangat angkuh dan dominan.
Ye Qingge sama sekali tidak menyapa Li Beichen. Dia pikir bahwa dia sudah bertemu dengan pria itu semalam, jadi dia tidak perlu menyapanya.
Di masa mendatang, jika bertemu, mereka akan menjadi orang asing.
Li Ximing bahkan tidak melirik Li Nancheng yang berbaring di sofa.
"Masih ada yang lain!"
Li Nancheng berseru marah karena merasa diabaikan.
"Kau masih bisa bernapas!"
Li Ximing sangat marah kepada cucunya ini.
"Bisakah kau memberiku muka di depan wanitaku ini? Ayo kita bertarung secara pribadi!"
Pria memang makhluk yang tak mau kehilangan muka di depan wanitanya, terutama orang yang sombong seperti Li Nancheng.
"Siapa wanitamu? Dasar omong kosong!" Li Ximing mengangkat alisnya dan mendengus dingin.
Saat mendengar kata-kata Li Ximing, mata Ye Qingge terkejut.
"Tentu saja dia! Bukankah kau yang memberikannya padaku!"
Li Nancheng langsung mengatakannya sambil menunjuk ke arah Ye Qingge.
Namun, ekspresinya terlihat enggan dan munafik.
"Dasar tidak tahu malu! Maksudku, Ye Qingge adalah menantu keluarga Li! Siapa yang mengatakan bahwa dia kuberikan padamu?"
Matanya yang tajam menyapu ke sekelilingnya. Matanya berkilat-kilat, tapi nada suara Li Ximing terdengar marah.
Meskipun Ye Qingge adalah orang yang lebih tenang, tapi wajahnya tercengang.
Bukankah dia sudah diputuskan untuk Li Nancheng? Lalu siapa itu?
Ye Qingge tak bisa apa-apa selain menatap Li Beichen yang duduk di seberangnya dengan wajahnya yang tegas.
Pasti tak mungkin Li Beichen, yang generasi keturunannya tidak sama dengan Li Nancheng!
"Ka … Kakek, apa maksudmu?"
Mendengar bahwa Ye Qingge bukan diberikan untuk menjadi istrinya, Li Nancheng hendak berdiri. Namun, karena kakinya digips, dia tidak bisa berdiri, melainkan hanya bertanya dengan tatapan mata berapi-api.
Meskipun pada awalnya Li Nancheng merasa jijik pada tunangannya, Ye Qingge, karena ayahnya yang memberikan gadis itu kepadanya.
Bagaimana mungkin dia bahagia jika dia harus berkonfrontasi dengan orang yang lebih tua darinya.
Namun, dalam beberapa hari terakhir, Li Nancheng menyadari bahwa dia makin lama makin menyukai Ye Qingge.
"Hei, Gadis. Sekarang ada tiga laki-laki di keluarga kami yang masih lajang.
Nancheng adalah putra bungsu dari putra sulungku. Dari beberapa sepupunya, dia adalah yang kelima.
Ada juga seorang cucuku yang keempat, anak dari putriku yang kedua. Namanya Chu Yunyi. Meskipun nama keluarganya berbeda, tapi dia tetap anggota keluarga Li.
Dia adalah orang yang bekerja di industri hiburan dan dia akan melakukan syuting di luar negeri!"
"Juga ada putra bungsuku, namanya Li Beichen. Sekarang dia adalah penanggung jawab keluarga Li. Lihat saja baik-baik, mana yang kau sukai, nikahi saja orang itu!"
Sambil berkata demikian, telunjuk Li Ximing mengarah kepada Li Beichen dan berikutnya Li Nancheng.