Chereads / Menjadi Kaya di Zaman Kuno / Chapter 18 - Chapter 18 : Memesan Banyak Botol

Chapter 18 - Chapter 18 : Memesan Banyak Botol

Dabao dan Erbao masing-masing memegang satu tangan Yan Mao. Mereka bertiga bercanda. Beberapa orang yang melihat bagaimana Yan Mao menarik rambut Daddy mertuanya dan membuangnya ke tanah. Mereka berbisik-bisik untuk membicarakan betapa tidak sopannya Yan Mao.

Yan Mao tidak peduli, lagipula dia sudah terbiasa dengan jiwa masa depannya. Dia tidak peduli dengan ucapan orang lain.

Ketiganya berada didepan rumah tukang Zhang. Kebetulan tukang Zhang sedang bersiap untuk bekerja. Ketika dia melihat 3 orang didepan rumahnya, dia mengerutkan alisnya. Terutama orang itu adalah Yan Mao.

Dia datang menyapa. "Ger Mao, apa yang kamu butuhkan?"

Tukang Zhang ini berusia sama dengan Ayahnya, jadi dia tersenyum. "Paman Zhang, aku ingin melihat apakah kamu memiliki botol tersisa di rumahmu?"

Tukang Zhang menganggukkan kepalanya dan berkata. "Ya, masih ada banyak botol di rumah. Ada berbagai jenis, yang mana yang kamu suka. Kamu bisa melihatnya."

Yan Mao bersemangat, "Bisakah kami?"

"Tentu, ayo ikut denganku." Tukang Zhang membawa mereka ke tempat dimana dia bekerja, ini adalah bengkel pembuatan botol. Semuanya bahan mentah. Yan Mao kagum, sebenarnya ruangan cukup besar ini dikerjakan oleh satu orang.

Tukang Zhang berhenti di gudang penyimpanannya. Dia menatap kearah Yan Mao. "Kamu bisa memilih yang mana kamu inginkan."

Yan Mao melihat-lihat, dia akhirnya menemukan yang tepat. Botol ini lurus dan bagus. Dia menatap kearah tukang Zhang. "Paman Zhang, berapa untuk botol ini dan berapa banyak yang kamu punya?"

Tukang Zhang melihat kearah botol lamanya, dia merasa Yan Mao agak aneh. Banyak pelanggan tidak tertarik dengan botol ini. Mereka merasa botol ini agak aneh, jadi mereka tidak membelinya.

Tukang Zhang tersenyum kecil. "Aku akan menjualnya 2 sen perbotolnya. Dan saat ini aku hanya punya 30 botol."

Yan Mao menatap tukang zhang, dia berpikir, sepertinya harga botol disini lebih murah dari di kota. Kemarin dia membeli botol yang agak kecil dari ini harganya 4 sen, sekarang dia hanya membeli dengan harga 2 sen.

Yan Mao menatapnya, "Paman Zhang, tidakkah ini sedikit murah. Paman, kamu bisa menjualnya dengan harga normal."

Tukang Zhang sedikit aneh dengan Yan Mao. Biasanya orang-orang akan menawar, namun Ger ini malah ingin harga normal. Yan Mao menatap kearahnya, tukang Zhang tersenyum. "Baiklah, harga normalnya adalah 3 sen perbotol. Berapa yang kamu inginkan?"

"Semuanya, aku ingin yang seperti ini." Yan Mao tersenyum, lalu dia melihat botol yang lain. Matanya bersinar. "Paman Zhang, berapa untuk botol ini?"

"Itu aku akan memberikan harga 5 sen perbotol." Mata Yan Mao bersinar, lebih murah dari dipasar, kemarin dia bertanya, harganya 7 sen perbotol. Sial, dia merasa dirinya tertipu. Namun untungnya Daddynya menyarankan untuk pergi ke sini. Jika tidak, dia akan kehilangan banyak uang.

Yan Mao tersenyum. "Paman, aku ingin yang ini juga. Aku akan membawa semuanya."

Tukang Zhang menatap kearah Yan Mao. "Ger Mao, kamu membeli banyak botol, untuk apa?"

Yan Mao tersenyum. "Untuk bisnis. Paman Zhang, berapa semuanya?"

Tukang Zhang menghitung dan semuanya adalah 220 sen. "Semuanya ada 220 sen, aku akan memberimu diskon jadi 200 sen."

Yan Mao cemberut, "Paman, jangan seperti ini. Aku mendengar bahwa istrimu sakit, Paman Zhang, kamu harus mengambil harga normal. Silakan."

Yan Mao menghitung uangnya dan menyerahkan jumlah 220 sen ke tukang Zhang. Pria itu menatap uang, dia sedikit tercengang. "Terima Kasib Ger Mao."

Yan Mao tersenyum. "Sama-sama Paman Zhang."

Yan Mao dalam suasana hati bagus, dia mengambil keranjangnya dan memasukkan semua botol ke dalamnya. Tukang Zhang membantunya menyusun dengan rapi. Yan Mao membawanya di punggungnya.

Dia mengeluh karena botol ini sangat berat. Dia mengerutkan alisnya. Namun dibandingkan dengan kemarin, sekarang tubuh Yan Mao terasa lebih kuat. Dia menatap kearah tukang Chang. "Ngomong-ngomong Paman Zhang, bisakah aku memintamu membuatkan botol yang sama dengan ini."

Tukang Zhang menganggukkan kepalanya. "Berapa yang kamu inginkan?"

"Sekitar seratus botol masing-masing dari mereka."

Ketika Yan Mao selesai mengatakannya, mata tukang Zhang melebar. "100? Ger Mao, apakah kamu yakin?"

"Ya Paman Zhang, tapi bisakah kamu mengantarkannya ke rumah nanti?"

"Ya, aku bisa. Jika barangnya sudah siap. Aku akan mengantarkannya padamu. Bagaimana dengan itu?"

Yan Mao menganggukkan kepalanya, dia tersenyum. "Ya Paman, bahkan jika aku tidak ada dirumah, aku akan menitipkan uangnya pada Daddy dan ayahku."

Tukang Zhang tersenyum. "Jangan terlalu khawatirkan tentang uang, kamu bisa membawakannya jika kamu tidak sibuk."

Yan Mao menatap tukang Zhang dan tersenyum dengan tulus. "Terima kasih Paman Zhang. Kalau begitu kami akan kembali sekarang."

Tukang Zhang melambaikan tangannya. "Hati-hati."

Dabao dan Erbao melambaikan tangannya. Setelah tukang Zhang berbicara, pintu bergeser, dia melihat bahwa itu adalah wajah istrinya yang pucat. Tukang Zhang segera berjalan mendekat. "Kenapa keluar? Kamu harus istirahat di dalam rumah."

Dengan bibir tanpa darah, sang Istri tersenyum. "Aku ingin menghirup udara segar. Aku sudah lama berada di dalam kamar. Jadi aku ingin melihat pemandangan diluar. Oh, aku baru saja mendengarkan suara Ger Mao. Apa yang dia lakukan disini?"

Tukang Zhang begitu perhatian dengan istrinya. Dia membantu istrinya duduk di kursi depan rumahnya. "Ger Mao datang untuk membeli botol, dia juga memesan botol padaku. Ger Mao sekarang banyak berubah, dulu dia selalu malu-malu. Sekarang dia lebih aktif dan ceria."

Ger pucat itu tersenyum. "Setelah menderita beberapa tekanan. Tidak heran jika dia akan berubah."

Tukang Zhang menganggukkan kepalanya. "Aku berpikir juga seperti ini."

Tukang Zhang melihat istrinya batuk lagi. Dia ingin memaksanya ke kamar. Namun sang Istri masih ingin berada diluar. Tukang Zhang tidak berdaya, dia akhirnya membawakan istrinya air hangat.

Tukang Zhang menyerahkan air, dia menatap istrinya yang pucat. "Kenapa kamu ingin keluar?"

"Suami, aku merindukan A-Hao." Sang Istri berbicara, tukang Zhang tidak bisa berbicara. Setelah 3 tahun di kemiliteran, mereka tidak tahu apakah putra tunggal mereka hidup atau mati. Jika saja dia memiliki tanah saat itu, tukang Zhang lebih suka menjual tanah daripada mengorbankan putranya.

Tukang Zhang memeluk bahu istrinya. "Berdoalah bahwa putra kita akan kembali." Mereka berdua tidak percaya bahwa putranya sudah mati karena tidak ada daftar kematiannya.

Tukang Zhang membujuk sang Istri untuk kembali ke kamar. Akhirnya dia pergi ke dokter untuk membeli obat. Sayang sekali, obat tidak tersedia di rumah dokter, dia hanya bisa pergi ke pasar.

Pada saat ini gerobak sapi Lao (tua) Qian sudah pergi. Jadi pilihan satu-satunya adalah berjalan kaki. Dia melihat bahwa istrinya tertidur, tukang Zhang memutuskan untuk pergi ke pasar.