Yan Mao kembali dan dia menemukan bahwa Daddy Yan dan Ayah Yan mengobrol sambil mengupas biji bunga matahari. Kebetulan kemarin Yan Mao membeli biji bunga matahari. Ketika mereka datang, Ayah dan Daddy Zhang menyambut mereka berdua.
"Kakek, Kakek Ger." Dabao dan Erbao berlari. Daddy Zhang menyambut kedatangan mereka. Yan Mao mengatakan bahwa dia akan ke dapur dan melihat apakah selai itu sudah dingin.
Dia mengambil botol dan melihat bahwa selai sudah dingin. Yan Mao mengambil kain dan membersihkan botol-botol itu. Dia memasukkan selai ke botol satu persatu. Sampai akhirnya masih banyak yang tersisa.
Dia ingat bahwa tukang Zhang yang membantunya, dia mengambil mangkuk kecil dan menyimpannya dalam keranjang bambu. Dia menutupnya dengan kain dan pergi keluar. Daddy Yan menatap kearah Yan Mao.
"A-Mao, kamu mau kemana?"
"Daddy aku akan pergi mengantarkan ini pada tukang Zhang sebagai ucapan terima kasih. Dabao, Erbao, jaga kakek kalian." Yan Mao menatap kearah keduanya. Anak-anak itu sangat baik, mereka segera menganggukkan kepala mereka.
Yan Mao puas dengan kepatuhan mereka. Dia membawa keranjang bambu dan pergi ke tempat tinggal tukang Zhang. Ketika dia tiba, dia tidak melihat siapapun. Dia berteriak dan tidak ada siapapun yang menjawab.
Yan Mao akan pergi, namun dia mendengar seseorang batuk dengan keras. Yan Mao segera menjadi waspada, dia membuka pintu pagar kayu, dia berlari menuju pintu kamar. "Paman Ger, apakah kamu baik-baik saja?"
Yan Mao tidak mendengarkan jawaban, dia segera membuka pintu. Ketika dia masuk, dia semakin mendengarkan suara batuk keras, Yan Mao masuk ke dalam kamar, Ger Wen sudah memutahkan darah.
"Paman Ger...." Yan Mao akhirnya berlari ke dalam. Dia menahan tubuh Ger Wen yang hampir jatuh. Pandangan Ger Wen agak kabur. Karena pernapasannya agak berat, dia tidak bisa melihat dengan jelas.
Yan Mao sangat cemas, dia mengeluarkan sebotol air, dia langsung menuangkannya 5 tetes ke dalam gelas minuman Ger Wen. Dia meminta Ger Wen untuk meminumnya. Ger Wen yang antara sadar dan menahan sakit.
Dia hanya mendengarkan suara perintah seseorang. Dia meminum semangkuk air, setelah menelan air itu, dia merasa bahwa pernapasannya sedikit lebih ringan. Yan Mao melihat bahwa dia terlihat stabil. Yan Mao menghela napasnya dengan lembut.
Yan Mao membantu Ger Wen baring di tempat tidur. Setelah memejamkan matanya, perlahan suara napas Ger Wen terdengar. Yan Mao menghela napasnya dengan lembut, dia tidak tahu betapa takutnya dia.
Untungnya dia membawa air ajaib untuk berjaga-jaga, tidak hanya bisa menyembuhkan penyakit, air ajaib ini bisa mengembalikan tenaga yang hilang. Setiap kali Yan Mao meminumnya, dia merasa segar kembali.
_____
Tukang Zhang kembali, dia melihat pagar rumahnya terbuka. Dia juga melihat pintu rumahnya terbuka. Segera dia ketakutan. "Istri, Istri, dimana kamu?"
Ketika dia berjalan ke pintu kamar, dia melihat Ger Mao sedang duduk disamping istrinya, Ger Mao juga meletakkan handuk basah pada dahi istrinya. Ketika Yan Mao mendengar suara langkah kaki. Dia menatap tukang Zhang.
"Paman Zhang, kamu kembali."
"Ger Mao, kamu disini? Bagaimana istriku?"
"Paman Ger Wen demam dan batuk parah. Aku baru saja mengambilkannya air dan dia tertidur sekarang."
Ketika Paman Zhang melihat darah dilantai. Dia melebarkan matanya. "Ini..." mata Zhang ketakutan. Yan Mao juga ketakutan pada saat itu, namun sekarang dia yakin Ger Wen akan baik-baik saja.
Tukang Zhang benar-benar ketakutan ketika dia melihat kearah darah yang bercampur dengan lantai tanah. Yan Mao tersenyum. "Paman Zhang jangan khawatir, Paman Ger pasti akan baik-baik saja."
Tukang Zhang masih ketakutan, tangannya bergetar, lalu dia berbicara. "A...aku akan memanggil dokter Chen."
Namun sebelum dia bergerak, dia melihat bahwa istrinya berbicara. "Suami, kamu pulang?"
Tukang Zhang segera datang mendekat, "Istri, kamu baik-baik saja? Apakah kamu merasa tidak nyaman, aku akan memanggil dokter Chen."
Ketika dia tidur sebentar, dia merasa lebih baik. Mendengarkan suaminya sedikit ketakutan, dia membuka matanya. Dia merasa bahwa pandangannya lebih baik dari tadi. Pernapasannya juga lebih ringan, bahkan jauh lebih baik dari hari-hari dia sakit.
Ger Wen mencoba untuk bangun, tukang Zhang membantunya. "Istri, kamu harus lebih banyak beristirahat sekarang."
Ger Wen menggelengkan kepalanya. "Aku merasa bahwa tubuhku lebih baik sekarang."
Tukang Zhang sedikit cemas, "Apakah kamu tidak berbohong?"
Ger Wen menganggukkan kepalanya, dia berkata dengan serius. "Sungguh, aku merasa lebih baik sekarang. Biasanya tenggorokanku akan gatal setiap kali aku berbicara. Sekarang, rasanya seperti biasanya."
Ketika Ger Wen melihat kearah Yan Mao, dia merasa sangat berterima kasih, jika tidak ada Yan Mao. Dia tidak tahu bahwa dia mungkin akan mati. Ger Wen penuh dengan rasa syukur. Dia tersenyum, "Ger Mao, terima kasih atas bantuannya. Jika kamu tidak ada, aku tidak tahu bagaimana nasibku."
Yan Mao menggelengkan kepalanya. "Paman Ger, kamu tidak perlu terlalu berlebihan, aku hanya membantumu berbaring dan mengambilkan air. Tidak lebih dari itu. Sekarang Paman Ger sudah sadar, aku akan kembali."
Tukang Zhang mengantarkan Yan Mao sampai ke pintu rumahnya. Dia segera berterima kasih. "Ger Mao, aku sangat berterima kasih padamu. Terima kasih sudah menolong istriku."
Yan Mao tersenyum. "Paman terlalu berlebihan, aku hanya membantu menuangkan air untuk Paman Ger, tidak lebih dari itu."
Yan Mao melihat keranjang bambunya di kursi. Dia menyerahkannya pada Paman Zhang. "Paman, sebenarnya aku datang ke sini untuk memberikan ini. Tolong terima."
Paman Zhang penuh berterima kasih. "Terima kasih Ger Mao. Jika kamu butuh sesuatu, katakan pada Paman, aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu."
Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu aku akan pergi dulu. Selamat tinggal Paman. Jaga Paman Ger dengan baik."
Tukang Zhang menganggukkan kepalanya. Dia masuk ke dalam dan menemukan istrinya sudah berdiri. Tukang Zhang segera melangkah dengan cepat. "Istri, kenapa kamu berdiri? Kamu baru saja sedikit sehat."
"Suami, aku merasa tubuhku sangat segar." Ger Wen penuh semangat, selama setahun dia menderita penyakit. Karena kehidupan mereka yang miskin, Ger Wen hanya bisa meminum obat murah.
Itupun suaminya harus bekerja keras untuk membeli obatnya. Sekarang, Ger Wen merasa kembali seperti semula. Dia bahkan bisa banyak bergerak. Tukang Zhang menatap istrinya. "Istri jangan bercanda. Aku takut kamu tiba-tiba pingsan."
Ger Wen segera menggelengkan kepalanya. Dia masih penuh dengan semangat. "Suami, ayo berjalan-jalan sekarang."
"Apa? Sekarang? Kamu yakin?" Tukang Zhang menatap kearahnya. Ger Wen tertawa cerah, "Ayo pergi."
Tukang Zhang tidak bisa melakukan apapun. Dia hanya menuruti keinginan istrinya. Mereka berdua berjalan-jalan di sekitar persawahan. Kebetulan gubuk Tukang Zhang berdekatan dengan sawah-sawah orang.