Yan Mao membawa keranjang itu dan kembali ke gubuk lusuh. Dia berjalan dengan membawa sekeranjang bambu paprika merah. Keduanya menatap kearah Yan Mao.
Daddy Yan menatap kearah putranya, dia ragu-ragu bertanya. "Ini adalah buah pedas?"
Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Ya, aku menghasilkan uang dari ini."
Daddy Yan tercengang, kebanyakan semua orang tidak suka buah pedas, karena rasanya akan membakar mulut. Namun dia bingung, putranya menghasilkan uang dari sini. Bagaimana bisa? Jika putranya hanya berbicara, dia mungkin menganggapnya omong kosong.
Tapi dia sudah melihatnya sendiri, putranya belanja banyak barang dan itu mungkin menghabiskan banyak uang.
Yan Mao meletakkan paprika dan membaginya beberapa di keranjang kecil yang terbuat dari bambu. Segera dia membawa dua keranjang bambu ditangannya dan membawanya ke tempat pencucian.
Yan Mao membersihkan paprika, karena paprika ini tidak kotor. Dia membersihkannya sedikit. Dia segera membawa sisanya dan membersihkannya.
Didepan tiga orang, ada empat keranjang kecil paprika merah. Yan Mao mengambil pisau dan menunjukkan caranya. Keduanya menganggukkan kepalanya. Ini hanya mencincang paprika sampai halus.
Tidak ada yang sulit dari itu. Ketiga orang itu bekerja cepat, mereka sudah mencincang dua keranjang bambu kecil. Yan Mao memasukkan cicangan itu ke dalam keranjang bambu yang lebih rapat.
Dia melihat ke luar, dia hampir melupakannya. Dia ingin mengambil buah mulberry dan membuatnya selai mulberry. Yan Mao yakin bahwa selai mulberry masih belum ada disini. Dia juga sudah membeli banyak gula.
Yan Mao meletakkan pisaunya dan mengambil keranjang bambu dan meletakkannya di punggung belakangnya. Dia berbicara pada dua Ger yang sedang sibuk itu. "Daddy, Tong Ge'Er, aku akan pergi ke gunung untuk mengambil sesuatu."
Tong Ge'Er dan Daddy Yan menganggukkan kepalanya. Mereka tidak ingin bertanya takut untuk menahan waktunya. Ketika Yan Mao keluar dari samping, dia melihat Ayah Yan dan anak-anak sedang bermain.
Ayah Yan menatap kearah Yan Mao yang membawa keranjang di belakang punggungnya, dia bertanya. "A-Mao, kemana kamu akan pergi?"
"Ayah, aku akan ke gunung sebentar, ada yang ingin aku ambil."
Dabao dan Erbao yang mendengarkan gunung, dia menatap Daddynya dengan mata bersinar, "Daddy, kami ingin ikut." Kedua anak itu mendekat. Yan Mao tersenyum. "Ambil keranjang kecil kalian, kita akan mengambil sesuatu nanti."
Keduanya langsung mengerti, mereka berlari dan pergi untuk mengambil keranjang bambu yang cocok dengan ukuran mereka. Ayah Yan segera mengeluarkan barang-barang dari keranjang bambunya.
Dia juga akan ikut dengan putranya. Yan Mao melihat Ayahnya sudah memegang keranjang bambu, dia segera berbicara. "Ayah, bagaimana kamu ingin ikut dengan kami? Kamu sedang sakit?"
Ayah Yan tertawa bercanda. "Lagipula aku tidak batuk sekarang, bagaimana aku akan sakit. Ayo pergi, semakin ramai semakin baik. Gunung bukan hal yang baik untuk pergi sendiri."
Yan Mao akhirnya menghela napasnya, dibandingkan dengan Ayahnya yang sebelumnya pucat. Sekarang dia tampak lebih berwarna. Yan Mao akhirnya menganggukkan kepalanya. Yan Mao melihat Ger kecil tampak gelisah, dia bertanya. "Xiao Xie, apakah kamu ingin ikut?"
Yan Mao melihat Ger itu mengangguk pelan, dia takut bahwa dia tidak mendapatkan izin dari Paman Ger Mao. Yan Mao tersenyum, "Temui daddymu, katakan bahwa kamu akan ikut Daddy Dabao dan Erbao ke pangkal gunung."
Wu Xie menatap kearah Yan Mao dengan mata bersinar, dia segera berlari menuju dapur, dia menemukan Daddynya sedang bercanda sambil mencincang paprika merah. Melihat putranya didapur, Ger Tong menyapanya. "A-Xie, ada apa?"
"Daddy, aku ingin ikut dengan Dabao dan Erbao ke gunung. Mereka pergi bersama dengan Paman Ger Mao dan kakek Yan?"
Ger Tong menganggukkan kepalanya. "Pergilah, jangan berjalan terlalu jauh dari Paman Ger Mao-mu."
"Terima kasih Daddy." Wu Xie keluar dengan bahagia. Ger Tong hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Ada lima orang yang masing-masing membawa keranjang mereka. Ayah Yan dan Yan Mao berjalan berdampingan. Ketika mereka didalam perjalanan, mereka tidak sengaja bertemu dengan menantu Song. Ini adalah Istri dari adik Song Tianchen, adik ipar Yan Mao.
Dia bersama dengan Ger kecilnya yang baru berusia hampir 3 tahun. Ketika menantu Song menatap kearah Yan Mao, dia hanya menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apapun.
Ketika Yan Mao menatap kearah leher dan tangannya, ada bekas cekikan atau diikat dengan tali. Yan Mao berhenti sebentar, lalu memandangnya. "Ger Yun (Shen Yun)."
Ketika Shen Yun mendengarkan Yan Mao memanggilnya. Dia menundukkan kepalanya dan sedikit takut. Daddy mertuanya sangat membenci Yan Mao. Bahkan ketika dia kembali hari ini, dia memarahinya karena tidak berguna.
Yan Mao menatap Ger kecil itu, dia tersenyum. "Ini untuk Ger kecil ini."
Ger kecil Shen Yun tentu saja tidak pernah mendapatkan perlakuan baik di keluarga Song, dia tidak pernah mendapatkan hadiah apapun. Ketika dia melihat permen yang diberikan oleh Yan Mao. Dia segera mengambilnya dan menyimpannya di kantong pakaiannya.
Shen Yun ketakutan. "A-Xi, kembalikan permennya."
Song Xi sedikit sedih, dia akhirnya mengeluarkan permen itu dan menyerahkannya kembali. Yan Mao melihat betapa sopannya Ger kecil ini, sayang sekali harus lahir di keluarga Song. Yan Mao tersenyum, "Ambil saja, jangan mengembalikannya. Kalau begitu kami akan pergi dulu."
Shen Yun sedikit malu-malu, "Terima kasih atas permennya."
"Sama-sama, kita adalah ipar, mengapa begitu sopan. Oh aku lupa, aku baru saja berpisah dengan keluarga Song, tidak apa-apa, anggap saja hadiah kecilku untuk A-Xi." Yan Mao tersenyum.
Shen Yun menganggukkan kepalanya. Yan Mao pergi bersama Ayah dan anak-anak. Ayah Yan menatap kearah Yan Mao. "Kenapa kamu baik pada Ger itu?"
"Ayah, bukankah dia cukup memprihatinkan. Aku bisa melihat ada bekas memar di lehernya." Ayah Yan menatapnya. Dia sedikit kasihan pada Ger Shen Yun itu. Dia terpaksa menikah dengan Song Yuan, jika Song Yuan tidak memperkosanya, bagaimana Shen Yun yang memiliki banyak pelamar akan menikah dengan sampah itu.
Ayah Yan mengelengkan kepalanya. "Jangan ikut campur lagi urusan Song, mereka hanya sekelompok bajingan."
Yan Mao menganggukkan kepalanya setuju. Mereka akhirnya sampai di kaki gunung. Yan Mao naik sebentar, dia melihat bahwa banyak tanaman mulberry, sungguh beruntung karena mereka sudah matang sebagian.
Ayah Yan menatap kearah putranya, "A-Mao, apakah kita akan mengambil buah ini?"
Ayah Yan pernah memakannya, karena rasanya asam dan manis, terkadang dia akan memakannya dan juga tidak terlalu suka. Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Ya, Ayah, aku akan mengambil ini. Ayah, bantu mengambilnya."
Ayah Yan mengerutkan alisnya. "Buah ini, apa yang akan kamu lakukan?"
"Membuatnya sesuatu dan menghasilkan uang dari ini." Yan Mao tersenyum. Dia mulai memetik buah mulberry. Ketiga anak itu mulai mengikuti Yan Mao dan memetik buah. Tidak bisa terlalu kasar karena buah ini mudah hancur.