"Langit!" panggil Senna dari kejauhan.
Langit menoleh dan berdecak kesal melihat Senna berteriak. Sekarang, sepanjang lorong menuju kantin Sekolah Menengah Atas Negeri ini menatap Langit ingin tahu. Langit benci perhatian yang berlebihan dari orang asing. Terlebih jika perhatian itu disebabkan bule jadi-jadian seperti Senna. Tapi Senna tidak perduli. Wajah campuran kaukasianya memerah cerah. Rambut sepunggungnya yang diikat kuda bergoyang pelan. Mata hazel nya berkilat semangat menatap Langit.
"Lang, si yayang bule kesini tuh" ucap Rudi sambil terus memakan tahu isi cabenya.
"Lang, kalau kamu ndak mau sama si londo salah sekolahan itu tolong lah kasih ke kaum jomblo macem Rudi. Kalau Rudi ternyata homo, aku ya mau kok. Tuker tambah sama si Dara boleh juga" Damar menyahuti ucapan Rudi.
"Goblok! Jangkrik!" Rudi misuh-misuh sambil tetap memakan tahu isi cabenya. Damar terkekeh pelan. Sementara Langit malas menanggapi.
"Ya Allah Rud, mbok Lastri rugi bandar kalau gini caramu makan cabe!" Seru mbok Lastri melihat Rudi yang beli tahu 4 tapi menghabiskan cabe 10 biji.
Damar dan Bagas di meja itu menyoraki Rudi keras. Langit berdecak pelan sambil melihat Senna yang kian mendekat. Langit malas menghadapi Senna saat ini, lebih tepatnya takut. Senna terus mendekat dan sampai di meja kantin mbok Lastri yang berisi empat anak laki-laki itu.
"Senna cantik, jangan berdiri kaya tugu pahlawan disitu. Sini duduk disebelah mas Damar" ucap Damar sambil tersenyum. Langit tetap diam sambil tetap menyuap soto yang dia pesan.
"Jangan mau sama Damar, dia hobinya ngiler sama nyubitin leher kucing" Bagas membalas santai.
"Iya, jangan mau sama Damar. Bahaya banget Sen, di jidatnya ada warningnya. Apalagi kalau ada Dara disini. Tanda seru nya nambah sampe 5. Mending sama aku aja" Rudi yang dari tadi sibuk dengan tahu isi cabenya akhirnya menimpali Bagas sambil cengengesan.
"Langit, sotonya nggak enak ya? Kalau nggak enak lihat mukaku pasti jadi enak" Senna menyapa Langit dan mengabaikan geng tok dalang itu.
Ya, geng yang berisikan 4 anak laki-laki kelas 3 SMA itu bernama geng tok dalang. Siapa lagi kalau bukan Rudi, yang kelebihan hormon kreatif diotaknya itu yang memberi nama gengnya dengan bangga dan angkuh.
Langit yang dari tadi memakan sotonya dalam diam akhirnya menghentikan sesi makannya dan menatap Senna yang tersenyum seperti orang idiot. Ralat, orang idiot yang cantik. Langit bingung dengan sikap Senna. Senna seperti orang asing yang salah sekolah. Ketika hampir semua orang asing atau orang yang memiliki ras campuran seperti Senna bersekolah di sekolah Internasional atau di sekolah swasta, Senna memilih di SMA Negeri yang membuatnya terlihat mencolok. Senna selalu bangga ketika mengatakan bahwa dia bule yang dibuang dari keluarga bapaknya dan memilih hidup dengan ibunya yang orang Surabaya asli.
"Aku cantik banget ya Lang" Senna tertawa ketika Langit menatapnya lebih dari 5 menit.
"Mbok, lain kali cabe buat Rudi saya minta setengah buat jus cabe. Nanti tak minumkan Langit biar dia bisa lancar ngomong sama ngaji" Bagas menimpali.
"Mbak Senna tunggu ya, mbok ambilin kursi plastik" Ucap mbok Lastri mengabaikan candaan Damar dan Bagas.
"Langit, aku mau ngundang kamu sama geng tok dalangmu ke acara selamatan dirumahku hari jumat tanggal 12" Senna melanjutkan tujuannya dengan cepat. Damar, Rudi, dan Bagas menatap Senna penuh suka cita.
"Widihh. . Kamu beli mobil baru atau motor baru Sen?" Tanya Bagas. Sementara Damar sibuk menghitung uang didompetnya dan keuntungannya tidak jajan dihari Jumat.
"Nggak kok Gas. Kucingku si Juminto sama Ruhaya punya anak empat yang lahir tadi pagi. Jadi aku minta tolong ibuk buat ngadain Selamatan Jumat besok" Balas Senna.
Damar yang sibuk menghitung uang jajannya mendongak syok. Bagas dan Rudi menahan kaget sambil minum es teh yang esnya mulai mencair.
"Wah, selamat ya Sen. Salam buat Juminto dan Ruhaya" Ucap Langit tidak habis pikir.
"Makasih ya Langit, kamu dan geng tok dalang memang yang terbaik! Aku ngajak Mia dan Silvi juga kok. Damar, kamu boleh ngajak Dara sekalian. Juminto pasti seneng kalian dateng. Aku balik kelas, 5 menit lagi pelajaran Pak Ramli" Senna buru-buru balik badan untuk kembali ke kelas.
"Wah, selamat ya Lang. Kamu punya keponakan. Langsung 4 pula hehehe" Bagas tertawa.
"Aku pikir aku orang paling idiot di sekolah ini. Aku bersyukur Tuhan ngirim mahluk kaya Senna sekolah disini. Pulang nanti aku mau traktir Senna cilok depan pager ah" Rudi berdecak kagum pada Tuhan pertama kali dalam hidupnya.
"Lang, ayo balik kelas. Nanti sore tak temenin njenguk Juminto sama Ruhaya. Tak kado Whiskas patungan sama Bagas. Mau kan Gas?" Damar menepuk pundak Langit barusaha memberikan support sebanyak mungkin.
Bagas meng-iyakan ajakan Damar sambil menyedot es teh nya hingga tak bersisa. Langit bangkit dengan mood buruk. Senna selalu memberi banyak kejutan untuknya dan geng tok dalangnya. Langit berencana pulang sekolah nanti dia akan memaksa ibunya untuk berhenti bekerja pada keluarga Senna lagi. Dengan cara itu, Senna tidak akan menempel lagi padanya seperti benalu.
****
Hari ini adalah hari Jumat dimana Senna mengadakan acara selamatan untuk sepasang kucingnya yang memiliki anak. Acara sudah berakhir 20 menit yang lalu, tapi Langit masih berada di rumah Senna. Langit masih sibuk membantu ibunya membersihkan ruang tamu, padahal ibunya sudah menyuruhnya pulang setelah acara selesai. Senna yang barusan mengantarkan Mia kedepan pagar akhirnya masuk rumah dan segera duduk tidak jauh dari Langit yang membantu ibunya membereskan meja penuh jajanan kecil.
"Mbok ijah, makasih ya sampai repot pulang sore. Ibuk jadi nggak repot" Senna tersenyum tulus.
"Ndak apa-apa mbak Senna, mbok kan udah disini dari mbak Senna kecil. Dulu Vader nya mbak Senna malah sering bikin acara buat se-RT" ucap Mbok Ijah sambil terus bekerja.
"Saya nggak nyuruh Langit bantuin loh Mbok" Senna menatap Langit kesal.
"Iya, memang Langit suka bantu Mbok kok. Kalau dirumah, dia yang ngurus adik-adiknya. Mbak Senna tau sendiri kan anak mbok banyak ada 4, apalagi suami mbok sakit-sakitan sekarang. Jadi repot kalau mbok kerja sendiri" kata Mbok Ijah yang sudah menyelesaikan pekerjaannya. Langit keluar rumah tanpa memperdulikan ucapan Senna sambil membawa sekantong sampah besar untuk dibuang ke tempat sampah besar disebelah garasi.
"Mbok, ibuk bilang kemarin lusa kalau Senna bakal kuliah di Belanda. Bapak kangen sama Senna, tapi Senna rasanya nggak pengen. Mbok tau sendiri kan kalau Bapak punya istri pertama di Belanda, nah kalau istrinya nggak suka Senna gimana? Senna bener-bener bingung" Senna menunduk sambil menatap ujung rok pensil dibawah lututnya.