Chereads / KETERIKATAN / Chapter 4 - Toko Kue Roben

Chapter 4 - Toko Kue Roben

Sesampai di toko kue Roben, Lien langsung mengobrol dengan Roben tentang rencana kue pernikahannya. Sementara Senna duduk diujung ruangan sambil membalas ratusan chat dari tim yang akan mengurus acara fan meetingnya di Jakarta. Sebelum Roben dan Lien sibuk mengkonsep kue pernikahan, Roben membuatkan dirinya 1 cangkir teh hangat dan sepiring kecil Jan Hagel. Sehingga dirinya tidak terlalu sebal sekarang.

"Hey ratu dunia maya" Roben mengagetkan Senna yang masih asik dengan Smartphonenya.

"Kamu tahu Roben, media sosial menghasilkan uang yang lebih banyak. Lagipula di dunia nyata, aku memiliki lebih banyak teman daripada dirimu" Seru Senna sambil merengut.

"Hahaha. . santai nona pemarah. Aku bahkan tidak menghinamu. Itu pujian tulus" Roben tertawa gemas melihat wajah Senna.

"Sudah selesai rapat dengan Lien? Kemana dia sekarang?" tanya Senna sambil menengok sekelilingnya dan tidak mendapati Lien.

"Lien ke toilet. Lagipula rapatnya sudah selesai" ucap Roben cepat.

"Oh baguslah. Aku bisa cepat-cepat pulang dan hibernasi" Senna mendengus lega.

"Musim dingin tidak pernah cocok denganku. Kamu tahu aku besar dinegara tropis dengan humidity yang tinggi. Musim dingin membuat tubuhku kering dan mengambil setengah energi tubuhku"

"Kata Lien kamu akan pulang ke Indonesia setelah 6 tahun ini. Kamu akan terbebas dari musim dingin sebentar lagi" sahut Roben sambil menatap matanya.

"Ya, akhirnya aku punya alasan untuk pulang. Roben, kamu nggak merasa aneh? Lien lama sekali di toilet" ucap Senna cepat sambil bangkit.

Senna segera berjalan menuju toilet. Senna berteriak keras ketika mendapati tubuh Lien yang tergeletak lemas di lantai.

***

"Dia tidak apa-apa. Kondisinya sudah membaik, kemungkinan besar sebentar lagi dia akan sadar. Saya dokter Schyler. Apakah anda perwakilan keluarga nona Lien?" dokter perempuan dengan potongan rambut pendek itu datang menghampiri Roben dan Senna yang berdiri diujung ranjang Lien.

"Saya teman baiknya, ini juga ada adiknya"

"Kondisi kakak anda tidak begitu buruk. Hanya saja dia stres dan lelah. Sebaiknya dia cuti beberapa hari dari pekerjaan dan pergi berlibur. Seseorang yang sedang mengandung tidak boleh stres dan terlalu lelah. Apalagi ini masih di trimester pertama. Kakak anda juga harus memikirkan kesehatan bayinya. Jadi liburan seminggu bukan ide yang buruk" Ucap dokter Schyler menenangkan.

"Mengandung? Bayi?"

"Ya, bayi. Apakah anda tidak mengetahui kehamilan kakak anda?" Tanya dokter itu heran.

"Mungkin kakak saya belum sempat memberi tahu saya. Kakak saya tinggal dengan pacarnya mulai setahun yang lalu. Karena liburan akhir tahun saja dia berlibur dan menginap beberapa hari dirumah orang tua kami" Senna menjelaskan.

"Oh baguslah, minta kakakmu memperpanjang hari liburnya. Selalu ingatkan dia untuk selalu minum vitamin dan susu untuk ibu hamil. Saya permisi" ucap dokter Schyler sambil tersenyum kemudian berjalan keluar ruangan.

Senna masih termenung ketika dokter Schyler sudah meninggalkan ruangan. Roben yang dari tadi diam kini menggoyang bahu Senna. Senna tersentak kaget dan menatap sekilas kearah Lien yang masih terlelap. Kemudian menatap mata Roben. Roben tersenyum manis.

"Congratulation! Kau akan punya keponakan" ucap Roben sambil memeluk Senna. Senna membalas pelukan Roben singkat.

"Ada apa denganmu? Kau tidak terlihat senang" lanjut Roben sambil menatap Senna.

"Air. . ." ucap Lien parau dan tidak sengaja memotong pertanyaan Roben.

Senna sedikit terkejut dengan suara Lien dan dengan cekatan membantu Lien duduk bersandar. Kemudian Senna mengambil segelas air dan membantu Lien untuk minum. Lien minum dengan pelan. Wajahnya masih pucat. Mata hazel nya terlihat sayu. Senna menatap sedih kakaknya yang terlihat lemas dan sakit. Lien dan Senna memiliki struktur wajah yang sangat berbeda. Apalagi Senna memiliki darah asia dari ibunya. Hanya mata hazel turunan Vadernya yang membuat Lien dan Senna memiliki kesamaan satu sama lain.

"Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku?" tanya Senna kesal.

"Aku takut kamu khawatir padaku saat pulang ke negaramu. Kamu tipe orang yang selalu memikirkan orang lain. Aku tidak suka merepotkanmu. Apalagi setelah 6 tahun kamu tidak pernah pulang" jawab Lien. Dirinya sudah mulai kuat berbicara banyak sekarang.

"Pantas kamu ingin pernikahan mu cepat dilaksanakan. Dev sudah tahu? Kalau Vader?" tanya Senna penasaran.

"Vader dan Dev sudah tahu. Moeder yang belum tahu. Aku bingung harus bagaimana memberi tahunya. Kau tahu sendiri ibuku seorang katolik yang taat. Dia bahkan tidak pernah setuju aku hidup bersama dengan Dev sebelum menikah" Lien tersenyum miris.

"Pasti Vader sudah memberi tahu Moeder-mu. Semoga pernikahanmu segera dilaksanakan. Kamu nggak mau kan memakai gaun pengantin dengan perut yang sangat besar?" gurau Senna.

"Sebenarnya aku dan Dev tidak begitu memperdulikan pernikahan. Kami sepakat pada komitmen kami berdua dan akan membesarkan anak ini dengan baik. Aku menikah karena aku sangat menghormati Moeder. Aku tidak ingin mengecewakannya lagi" Jelas Lien panjang lebar.

"Oh, jadi kamu stres takut ibumu sedih dan kecewa? Saat kamu tinggal bareng dengan Dev setahun yang lalu kamu nggak stres?" Senna mencibir.

"Sial. Jangan membuatku jengkel Senna. Hidupku lebih baik dari pada dirimu yang perawan selama 24 tahun lamanya" ucap Lien jengkel.

"Kau tau, kalau ibuku mendengar aku pergi kerumah teman laki-laki, aku bisa diseret pulang sambil dijewer" Senna mendelik gemas.

"Sudah nggak usah ngomong lagi. Aku mau tidur, kepalaku masih pusing" Lien kembali rebah dan melanjutkan istirahat.

"Senna, kau nggak pulang dulu? Wajahmu pucat" Roben bertanya setelah dari tadi teracuhkan oleh percakapan Lien dan Senna.

"Aku hanya lelah. Aku akan telepon Moeder-nya . Setelah dia datang aku akan pulang" jawab Senna.

Diujung lorong, Senna menelepon dan menceritakan seluruh kejadian kepada ibu Lien. Istri Vadernya itu terdengar khawatir dan berjanji untuk segera datang kerumah sakit. Setelah telepon terputus, Senna menyandarkan punggungnya ke tembok. Mempunyai anak tanpa pernikahan bukan hal yang tabu di berbagai negara Eropa. Tapi Senna belum siap bahwa hal itu menimpa keluarganya. Senna di didik dengan norma ketimuran yang sangat kuat.

Ibu kandung Senna menikah sah secara hukum dan agama. Setelah Senna berumur 9 tahun, ibunya bercerai baik-baik dengan Vadernya. Hal itu dikarenakan setelah menikah, Vader nya memutuskan untuk kembali ke keyakinan awalnya sebelum bertemu dengan ibunya. Vadernya akhirnya kembali pulang ke Belanda dan hidup serumah dengan istri pertamanya yang sempat diceraikan saat dirinya pergi ke Indonesia dan menikahi ibu Senna. Ketika kabar rujuk Vader dan istri pertamanya terdengar, ibu Senna mengucapkan selamat dengan tulus dan berjanji akan tetap mengirimkan kabar tentang Senna. Telepon dari Langit menghilangkan lamunan masa lalunya. Senna mengernyit heran. Langit sangat jarang menelepon duluan.