Chereads / Takdir semesta / Chapter 5 - Aku memilih mu

Chapter 5 - Aku memilih mu

Seorang anak perempuan berlarian dijalan raya. Tangan nya terus mencoba menggapai sebuah balon hijau yang semakin melayang tinggi di udara. Hampir saja sebuah mobil menabrak anak perempuan itu. Untung lah hafsah segera menarik cepat tangan nya.

"Jangan bermain dijalan raya ya!" Ujar hafsah. Ia mengimbangi tinggi anak perempuan itu.

"Balon ku!" Teriak anak itu. Matanya mulai berkaca-kaca

"Dimana ibu mu?" Hafsah mencoba mengajukan pertanyaan kepada anak perempuan itu. Tapi bukannya mendapatkan jawaban, anak itu malah menangis histeris melihat balon nya yang kian menjauh.

"Kakak belikan balon baru, mau? Tetapi putri cantik jangan menangis ya!" Ujar seorang laki laki yang tiba tiba berdiri disamping hafsah.

Hafsah menoleh ke sumber suara, tak disangka ia mendapati Ricard yang kini berdiri tepat disampingnya.

"Tapi balonku!" Anak perempuan itu kembali mengeluarkan suara namun isak tangis nya sedikit mereda.

"Balon nya mau cari teman, dia letih sendirian. Lebih baik kita cari balon baru ya!" Bujuk ricard. Posisinya sedikit membungkuk didepan anak perempuan itu.

"Tapi nanti balonnya pergi lagi" anak perempuan itu menatap ricard dengan Pandangan yang begitu polos seperti seorang anak perempuan berusia 5 tahun pada umumnya.

"Kita beli 2 balon ya! Jadi balonnya tidak akan meninggalkan putri cantik lagi kan balonnya tidak sendirian" Ujar ricard seraya mengusap pucuk kepala anak perempuan itu.

Hafsah tersenyum menyaksikan kehangatan seorang ricard.

"Ah dia memang lah calon ayah yang baik untuk anak anak ku nantinya" hafsah terkekeh, fikiran nya mulai berfantasi.

Setelah menemani anak perempuan itu membeli balon, ricard dan hafsah bertemu dengan seorang wanita yang mengaku ibu dari anak perempuan itu. Akhirnya anak perempuan berwajah cantik itu pergi bersama ibunya.

"Kau mau berangkat kerja?" Tanya ricard disela perjalanan nya bersama hafsah.

"Hm iya! Kau sendiri mau berangkat kerja?" Hafsah balik bertanya.

"Aku sudah ke kantor tadi. Sekarang aku ingin ke kedai mu untuk minum kopi buatan mu" ricard melemparkan senyum nya.

Hafsah menganggukan kepala. Hatinya sudah berbunga-bunga mendengar akhir kalimat yang disuarakan ricard.

"Hmm eee.. anak tadi cantik ya hehe" ujar hafsah setelah cukup lama memikirkan topik pembicaraan apa yang akan ia ucapkan.

"Iya, aku tadi melihat mu menolong nya. Mungkin jika tidak ada kamu tadi anak itu sudah ditabrak mobil." Balas ricard.

"Ahh tidak tidak!!kamu berlebihan! Sebenarnya allah lah yang menggerakan hatiku untuk menolong nya" jawab hafsah, sedikit tersipu malu.

"Allah?" Ricard mengalihkan pandangannya ke hafsah yang langsung dibalas anggukan.

"Iya allah, Tuhan semesta alam. Allah itu sangat baik kepada setiap hamba hamba nya." Hafsah tersenyum manis.

Ricard menganggukkan kepalanya. Ia sendiri bingung harus mengatakan apalagi. Dugaannya benar, hafsah memang lah seorang wanita muslim.

"Hmm sudah sampai. Aku selalu telat berangkat kerja! Ayo masuk, aku akan membuat kan mu kopi! 1 americano benarkan? Aku bahkan masih mengingat nya" ujar hafsah setelah sampai didepan kedai kopi tempatnya bekerja.

"Hafsah?" Panggil ricard.

Hafsah menoleh ke arah Ricard yang kini duduk disebuah kursi pelanggan.

"Iya kenapa?"

"hmm e.. ayss terimakasih hafsah." Jawab ricard. Ia merasa bingung untuk menyusun kalimat yang tepat. Ia sendiri sudah merasa pusing memikirkan betapa jauh perbedaan antara ia dan hafsah sekarang.

Hafsah tersenyum seraya menganggukkan kepala. Ia segera membuat kan kopi untuk ricard.

"Selamat pagi pak ricard" ujar seorang wanita dengan mengenakan kemeja pink dan rok hitam. Kulit nya agak kecoklatan, Dengan mata bulat dan bibir yang mungil benar benar menambah kuat kharisma dirinya.

"Saya fikir bapak berada diruangan tadi." Wanita itu mengambil posisi duduk didepan Ricard.

"Reina aku minta kerjasama mu. Tolong jangan membahas pekerjaan atau posisiku diperusahaan." Bisik ricard. Ia takut hafsah tiba tiba muncul dan mendengar apa yang dikatakan reina barusan.

"Baik pak!" Jawab Reina akhirnya. Meskipun ia sendiri bingung dengan tingkah Ricard yang tidak seperti biasanya.

"1 americano." Ujar hafsah dengan senyum diwajahnya. Tangan nya meletakkan 1 cup coffee di meja tempat ricard duduk.

"Terimakasih hafsah." Ujar ricard seraya tersenyum.

Reina menatap heran ke arah Ricard yang merupakan atasan nya. Ia tidak menyangka Ricard dengan mudahnya tersenyum hanya karena secangkir kopi buatan hafsah.

Merasa reina menatap intens dirinya. Ricard kembali menampilkan wajah datarnya.

"Kenapa?" Tanya ricard. Setelah hafsah pergi meninggalkan dirinya dan reina.

"Anu kok bapak hmm eee tidak tidak pak" reina gelagapan. Ia tidak pandai merangkai kata, rasa takut nya terhadap sosok Ricard yang dingin lebih mendominasi dirinya untuk tidak menyuarakan komplain.

"Saya duluan!" Ujar ricard singkat. Ia berjalan menuju kasir untuk membayar kopi pesanan nya dan berlalu pergi meninggalkan reina.

"Mbak nya mau pesan apa?" Hafsah berjalan mendekati Reina yang masih memandang punggung Ricard yang kian menjauh.

"Capuccino" jawab reina tanpa mengalihkan pandangannya ke hafsah.

"Baiklah. Tunggu sebentar ya mbak" hafsah berlalu pergi meninggalkan reina.

Selang berapa waktu kemudian hafsah telah muncul kembali dengan 1 cup coffee capuccino ditangannya.

"1 cappucino." Ujar hafsah seraya meletakkan cup coffee di meja tempat Reina duduk.

"Terimakasih." Beo reina yang langsung dibalas anggukan oleh hafsah.

"Eh tunggu!"

Hafsah berbalik dan menatap ke arah reina.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya hafsah kemudian.

"Kamu kenal laki laki yang duduk bersama saya disini tadi?" Reina balik bertanya.

"Iya. Namanya ricard" jawab hafsah seraya menggerutkan keningnya.

"Kalian dekat?" Reina semakin penasaran.

"Tidak. Kami saling mengenal baru beberapa Minggu yang lalu!"

"Oh begitu!" Reina tersenyum kecut. Ia semakin tak mengerti kenapa ricard bisa bersikap semanis itu pada seorang karyawan kedai kopi seperti hafsah. Padahal dirinya adalah sekertaris ricard yang tentu saja memiliki waktu lebih banyak bersamanya. Tapi sudah terhitung 3 tahun ricard selalu memperlakukan dirinya dengan begitu dingin bahkan Ricard hampir tak pernah tersenyum kepada Reina.

"Jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi. Saya permisi!" Hafsah melangkah pergi meninggalkan reina.

"Hhh belagu! Padahal hanya karyawan kedai kopi! Memang nya apa sih kelebihan nya? Jelas jelas aku lebih baik daripada wanita itu!" Reina berdecak kesal. Entah kenapa ia merasa sangat tidak terima atas perlakuan manis yang ditujukan Ricard kepada hafsah sebelumnya. Jauh didalam lubuk hatinya, reina sudah lama menginginkan ricard yang merupakan atasan nya, selama ini reina selalu bekerja keras hanya untuk mendapatkan pujian atau perhatian kecil dari ricard. Tapi, tetap saja ricard seolah tak pernah menganggap ada dirinya.

******

Hafsah menghentikan langkahnya tepat disebuah toko perhiasan yang cukup besar ditepi jalan. Matanya memandang takjub pada sebuah kalung dengan design yang terlihat begitu simple tapi tidak menghilangkan kemewahan kalung tersebut.

"Mbak kalung ini berapa?" Tanya hafsah kepada seorang wanita yang bekerja ditoko perhiasan tersebut.

"Rp. 55.000.000,- mbak. Ini mas murni loh mba dan design nya juga sangat langka, kebetulan hanya tersisa 1 lagi mbak"

Hafsah terdiam sesaat. Sebenarnya ia memiliki tabungan hingga Rp. 70.000.000,- di rekening bank miliknya. Tabungan sebanyak itu ia peroleh dari hasil jerih payahnya Bekerja selama bertahun tahun di kedai kopi dan toko toko kecil sebelumnya. Ia berencana ingin membelikan hadiah untuk ibunya hari ini.

"Saya saja yang ambil mbak. Tolong segera dibungkus!" Ujar seorang wanita yang tiba tiba berdiri disamping hafsah. Wanita itu adalah Reina yang merupakan sekertaris Ricard.

"Mbak saya duluan. Saya akan membelinya!" Timpal hafsah. Ia mencoba meyakinkan karyawan ditoko perhiasan itu.

"Tapi kamu lama!!! Sudahlah mbak! Daripada nunggu dia mending langsung dibungkus! Nih saya bayar tunai!" Ujar wanita itu yang langsung mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya.

"Apa apaan sih! Saya datang lebih dulu disini!" Hafsah meninggikan intonasi suara nya. Geram sekali melihat kelakuan wanita yang berdiri disampingnya.

"Oh kamu wanita yang bekerja dikedai kopi itu kan? Memangnya kamu mampu beli kalung mahal ini?" Reina menatap tajam kepada hafsah yang sudah berada dipuncak emosi.

"Kalau iya kenapa? Kamu fikir hanya kamu yang mampu membeli nya?" Hafsah memanas. Ia membalas tajam tatapan wanita disebelahnya.

"Mbak tolong jangan ribut disini ya! Jadi siapa yang mau membeli kalung ini?" Tanya wanita yang bekerja di toko perhiasan itu.

"SAYA!!!" Ujar hafsah dan reina serentak. Keduanya saling menatap tajam.

"Saya datang lebih dulu mbak!" Hafsah mendengus kesal.

"Oke ambil saja! Dasar tukang rebuttt!!" Umpat Reina seraya berjalan meninggalkan hafsah.

"Apa maksudmu ha??? Siapa yang kau sebut tukang rebut!" Teriak hafsah dirinya benar benar tidak terima atas penuturan Reina kepadanya.

"Kalungnya jadi mbak?" Ujar karyawan toko perhiasan itu yang langsung dibalas anggukan oleh hafsah.

Setelah membeli kalung yang di inginkan nya, hafsah berjalan pergi meninggalkan toko tersebut. Dirinya terus beristighfar dalam hati. Tanpa sadar ia benar-benar telah dikuasai emosi.

"Astaghfirullah! Sabar hafsah sabar!! Ya Allah ampuni aku! Ampuni hamba yang tidak bisa mengendalikan diri ya Allah" ujarnya dalam hati.