Chereads / Takdir semesta / Chapter 10 - Belenggu rasa

Chapter 10 - Belenggu rasa

Hafsah melambaikan tangan nya, bibirnya masih terus mengembangkan senyum ke arah mobil yang memberikan tumpangan padanya, iya, hari ini untuk kedua kalinya habib menghantarkan Hafsah pulang ke tempat tinggal nya, namun setiap kali Hafsah mengajak Habib mampir ke rumah nya. Ia terus menolak dengan alasan belum siap.

Hafsah merasakan perubahan pada Habib yang sekarang terkesan begitu over padanya bahkan tak jarang Habib keluar dari ruangan nya hanya untuk menanyakan apakah Hafsah sudah makan atau belum, Habib juga selalu memberikan sebuah roti khusus untuk Hafsah setiap pagi. Semua perubahan sikap Habib terbaca dengan jelas oleh semua karyawan nya, dan itu membuat Hafsah merasa sedikit tidak nyaman.

Hafsah kembali mengayunkan langkah nya melewati lorong kecil didepan rumah tempat tinggal nya. Namun setelah dirinya sampai didepan rumah. Ia melihat sepasang sepatu hitam yang tersusun rapi tepat diteras rumah nya.

"Apakah ada tamu?" Batin Hafsah. Tangan nya telah terlebih dahulu membuka pintu didepan nya.

"Assalamualaikum" ujar Hafsah setelah masuk kedalam rumah.

Seketika matanya melotot melihat sosok laki laki yang kini berdiri didepan nya.

"Ricard"

"Hafsah kau baru pulang? Aku sudah lama menunggu mu." Ujar ricard, ia menatap teduh kepada wanita didepannya.

"Kak Ricard sudah lama menunggu kakak?" Timbal hardian menjelaskan.

"Pulang lah! Aku tidak menunggu mu! Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menunggu ku!" Seru Hafsah seraya memalingkan wajahnya.

"Hafsah kau sudah pulang nak?" Tanya seorang wanita separuh baya yang merupakan ibu Hafsah. Ia berjalan mendekat ke arah putri tertua nya.

"Iya ma."

"Ricard ayo kembali duduk nak! Hafsah kau juga!" Seru ibu Hafsah. Sontak membuat Hafsah menatap heran ke arah ibunya.

"Duduk Hafsah!" Tukas nya lagi, Hafsah menghela nafas kesal, mau tak mau akhirnya dia mengambil posisi duduk disamping ibunya.

"Kau sudah makan?" Ibunya kembali mengajukan pertanyaan kepada Hafsah.

"Hafsah tak lapar ma!"

"Hardian bawakan gorengan yang mama buat tadi!"

Hardian mengangguk kemudian bergegas ke dapur, ia muncul kembali dengan satu piring penuh gorengan ditangan nya.

"Cahhh!! Mari kita makan. Maaf ya nak Ricard! Hanya ini yang bisa kami siapkan." Tukas ibu nya Hafsah. Matanya menatap binar kepada Ricard.

"Ini saja sudah lebih dari cukup kok tan! Rasanya pasti lebih enak daripada yang dijual di toko toko!" Ricard tertawa renyah yang di balas dengan acungan jempol oleh Hardian disampingnya.

"Mama kalo soal masak juara kak! Pokoknya tak tertandingi!" Cetus Hardian yang membuat ibunya dan Ricard tertawa, kecuali Hafsah ia terus menatap heran kepada ke 3 manusia disekitarnya.

"Ma! Ini sama sekali tidak lucu! Hafsah tidak suka kalian seperti ini! Laki laki ini ma, dia telah menipu Hafsah dan juga mama." Seru Hafsah, suaranya terdengar sedikit bergetar, sorot mata yang kini berkaca-kaca tertuju kepada Ricard didepannya, ia merasa luka di hatinya kembali terkoyak perih.

"Hafsah!! Mama tidak pernah mengajarkan mu seperti ini! Tidak sopan!"

"Tapi Hafsah tidak suka dia ma! Dia.." belum sempat melanjutkan ucapannya. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Hafsah yang menyadari itu langsung membalikkan tubuhnya. Ia tak ingin Ricard menertawai dirinya yang tampak seperti seorang anak kecil. hati nya masih begitu rapuh untuk hanya sekedar menatap Ricard dan sekarang ia harus bersikap seolah baik baik saja seperti yang di inginkan ibu dan adiknya! Tidak, Hafsah tidak bisa terus berpura-pura kuat lagi.

"Kak!" Hardian menghampiri Hafsah yang terus mengelap setiap tetesan air matanya yang jatuh.

"Aku benar-benar minta maaf sa." Ujar Ricard, kini matanya menatap sendu kepada sosok wanita didepannya.

"Ricard sudah menjelaskan segalanya nak! Ia tidak bermaksud membohongi mu dari awal. Ia hanya tidak ingin kau merasa tidak nyaman jika mengetahui posisi Ricard sebenarnya." Jelas ibu Hafsah, tak ingin Hafsah terus mendendam kepada Ricard.

"Hafsah sudah bilang jangan dibahas lagi! Hafsah tidak butuh penjelasan siapapun!" Air mata Hafsah tumpah, dengan cepat ia berlarian masuk ke kamarnya meninggalkan Ricard, Hardian dan juga ibunya diruang tamu.

"Sudah! Biarkan dia tenang dulu. Sambil menunggu Hafsah tenang, jangan lupa di habisin gorengan nya ya! Hardian duduk temani Ricard mengobrol ya. Mama mau menemui kakak mu dulu!" Seru ibunya, langkah kakinya berjalan ke depan pintu kamar Hafsah yang tidak terkunci.

Wanita separuh baya itu menghela nafas panjang melihat putrinya yang terbaring dengan posisi telungkup di kasur miliknya. Isakan demi isakan terdengar dari mulut Hafsah. Ia sempat heran atas sikap Hafsah yang terkesan sensitif dan juga emosional belakangan ini, padahal Hafsah bukanlah perempuan yang mudah meneteskan air mata terutama jika itu menyangkut pria, tapi kali ini Hafsah bahkan menangis tanpa henti selayaknya seorang anak kecil.

"Apa Hafsah diam diam mencintai Ricard! Dan berharap begitu banyak pada laki laki itu?" Batin ibu Hafsah. Ia memutar langkah keluar dari kamar anak tertuanya, ia merasa tidak berhak untuk mencampuri urusan percintaan antara Ricard dan Hafsah.

******

Hafsah mengantarkan Ricard sampai didepan mobil milik nya, dirinya terpaksa menuruti perintah ibunya. meskipun berat, Tapi membantah bukanlah hal yang patut dibenarkan. karena baginya ibunya adalah segalanya dan kini ia hanya memiliki ibunya yang menjadi satu-satunya orang tua yang tersisa untuk nya.

"Jangan seperti anak kecil Hafsah! Selesaikan masalah mu." Kata kata ibunya masih terngiang-ngiang di gendang telinga Hafsah.

"Itu mobilmu kan? Pantas saja aku tadi tidak menyadari nya ternyata kau mengganti mobilmu." Cetus Hafsah, matanya terus menatap mobil biru yang kini didepannya.

"Aku takut kau tidak jadi pulang jika melihat mobilku terparkir didepan lorong rumah mu!"

"Seharusnya memang aku tidak pulang dan bertemu dengan mu hari ini" cetus Hafsah tanpa menatap ke arah Ricard.

"Hafsah ikutlah denganku ya!" Ajak Ricard tangannya hendak menarik pergelangan tangan Hafsah namun Hafsah dengan cepat memundurkan langkahnya.

"Tolong jangan menyentuh ku Ricard! Aku tidak pernah membiarkan pria manapun menyentuh diriku! Kalian tidak punya hak untuk itu!" Ujar hafsah dengan tegasnya.

"Baiklah! Tapi ku mohon ikutlah denganku sa!" Pinta Ricard.

"Tolong agar tidak melampaui batas sabar ku! Aku sudah cukup mengesampingkan ego dan memilih mengantarmu hingga disini."

"Aku tahu ini menyangkut kepercayaan yang aku rusak sa! Dan ya kau berhak marah padaku. Tapi aku sangat berharap bisa mendapatkan satu saja kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Ricard menatap Hafsah penuh harap.

"Aku tidak bisa Ricard!" Hafsah memutar langkah hendak pergi namun Ricard lebih dahulu menghalangi langkah hafsah.

"Jika tidak ! maaf tapi seperti nya aku harus sedikit memaksa mu sa!" Ricard menarik pergelangan tangan Hafsah kemudian membuka kan pintu mobilnya.

"Lepas Ricard!! Kau sudah gila!!" Hafsah menarik paksa tangan nya namun cengkeraman tangan Ricard lebih kuat sehingga membuat Hafsah tak bisa menarik tangan nya sendiri.

"Maaf Hafsah, aku tidak tahu harus berbuat apalagi! Jadi ku mohon masuklah dan aku akan melepaskan tangan mu."

Kini Hafsah duduk tepat di samping Ricard yang mengemudikan mobil nya.

Hening, tak ada ada yang berani membuka suara. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya Ricard menghentikan mobilnya di area parkir yang dekat dengan pinggiran pantai, terlihat beberapa orang yang juga sedang berada disana. Ada yang berlarian, berfoto selfie dan ada juga yang hanya duduk berdua bersama pasangan mereka.

"Hafsah ayo kita turun!" Ujar Ricard seraya membuka kan pintu mobil nya.

Hafsah tak bergeming ia masih begitu kesal dengan perilaku Ricard tadi.

"Hafsah ayolah! Jika tidak aku bisa..." Ucapan Ricard menggantung karena Hafsah terlebih dahulu memotong ucapan nya.

"Apa? Kau akan menarik paksa tangan ku seperti tadi?" Timbal hafsah. Matanya menatap tajam sosok Ricard yang kini berdiri diluar pintu mobil tempat nya berada.

"Maka dari itu keluarlah Hafsah! Semuanya tidak akan selesai jika kita terus seperti ini."

Hafsah mengayunkan kakinya keluar dari mobil Ricard. Tak dipungkiri ia merasa begitu bahagia menikmati keindahan pantai di sore hari seperti ini. Namun alangkah baiknya jika ia kesini bersama Hardian dan ibunya, bukan malah bersama laki laki yang telah menipu diri nya.

"Aku tak mengerti kenapa aku bisa sejauh ini padamu sa! Awalnya aku kerap kali merasa tak membutuhkan sosok perempuan untuk menemani hidupku." Ujar Ricard ketika keduanya berjalan mendekat ke arah pantai.

"Aku tidak memiliki kelebihan apapun yang bisa membuat mu tertarik! Jadi tak usah berpura-pura menyukai ku jika tujuan mu hanya mempermainkan ku saja!" Cetus Hafsah, ia tak sedikit pun melirik ke arah Ricard disampingnya.

"Wah ternyata perasaan ku begitu cepat terbaca olehmu. Ya, benar sa! Aku memang lah menyukai mu. Dan aku pun tak mengerti kenapa aku bisa seperti ini, menurut ku kau seperti berlian yang wujudnya tak terlihat oleh nelayan sa tapi justru bisa dengan mudah dilihat oleh mereka yang bahkan tak berharap bisa mendapatkan mu. Dari awal perasaan ku tulus sa! Tak terbesit bahkan untuk melukai mu apalagi mempermainkan mu."

Hafsah terenyuh, ada perasaan haru dalam hatinya. Namun dengan cepat Hafsah menyingkirkan perasaan itu, dirinya tak boleh lagi dijatuhkan hanya karena sosok laki laki yang merupakan cinta pertama nya itu. Iya, untuk pertama kalinya Hafsah memberikan hatinya kepada seorang laki laki seperti Ricard. Sebelum nya Hafsah tak pernah membiarkan rasa nya tumbuh kepada pria manapun. Namun, Ricard benar benar sudah membuatnya lupa akan hati yang seharusnya ia jaga.

"Untuk hari ini, hari lalu dan hari yang akan datang! Aku harap kau akan terus berbesar hati untuk menerima permintaan maaf ku sa! Dan aku akan berusaha untuk terus berada di samping mu hingga maut memisahkan kita. Ini janji ku." Ujar Ricard, matanya kini beralih menatap teduh wanita disampingnya.

"Aku tidak bisa berjanji untuk bisa terus membersamai mu Ricard! Karena hati ku ini milik Allah dan dia yang membolak-balikkan hati setiap hamba hamba nya." Cicit hafsah. Kini matanya beralih menatap Ricard disampingnya.