Langit terlihat gelap, di iringi angin yang berhembus cukup kencang seolah mengisyaratkan kedatangan hujan. Ricard masih duduk diteras sebuah masjid besar yang berada dipinggir jalan raya.
Sesekali Ricard melirik arloji ditangan nya, Jam menunjukkan pukul 15.05 WIB. Ricard kembali menoleh ke dalam masjid.
"Baru mau dimulai kah?" Tanya Ricard, ketika melihat beberapa jama'ah sholat yang berdiri seraya merapatkan barisannya.
"Mas nya masuk aja mas! Udah mau hujan nanti malah basah kalo duduk disini!" Ujar seorang laki laki berbaju koko itu, sebelum akhirnya kembali melangkah masuk kedalam masjid.
Ricard tak bergeming, matanya masih menatap punggung laki laki berbaju koko itu.
Tiba tiba satu persatu buliran bening berjatuhan dari langit, sontak membuat Ricard berlarian ke depan masjid.
Sesekali matanya melirik kedalam masjid mencari cari keberadaan Hafsah yang melaksanakan shalat ditengah jama'ah wanita.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh" ujar imam masjid yang di iringi ucapan salam dari para jama'ah sholat lainnya.
Tak lama kemudian, satu persatu jama'ah sholat pun keluar dari masjid. Ricard kembali mencari cari keberadaan Hafsah yang tak kunjung keluar.
"Ih tampan banget!"
"Putih banget lagi!"
"Tinggi nya idaman"
"Penampilan nya juga luar biasa uwu!"
Telinga Ricard menangkap bisik bisik dari beberapa wanita yang melewati nya. Sontak saja Ricard memasang wajah dingin kepada para wanita itu.
"Gak basah?"
Ricard segera menoleh ke sumber suara, tampak Hafsah dengan dress hitam dan hijab syar'i senada kini berdiri didepan pintu masjid.
"Enggak! Eh tapi masih gerimis tuh! Nanti basah!" Cicit Ricard. Ia memandang takjub kepada Hafsah didepannya.
"Bahkan meski tanpa dandanan sedikit pun, Hafsah sangat cantik dan menyejukkan hati!" Batin Ricard, tanpa sadar ia mengembangkan senyumannya.
"Idih kenapa lihat lihat! Senyum senyum lagi! Ihhh kesambet apa sih!" Cetus Hafsah.
"Hehe! Cantik sih! Oh ya apa aku boleh masuk masjid?" Tanya Ricard.
"Ya boleh sih, tapi mau ngapain? Berteduh? Ihh masjid mah tempat shalat bukan tempat berteduh dari hujan! Lagian hujan itu berkah kali, malah salah satu mustajabnya do'a juga pas turunnya hujan."
"Jadi kalo turun hujan, terus kita berdo'a bakal langsung dikabulin gitu?"
"In syaa Allah"
Ricard terdiam, ia berfikir keras harus melambungkan do'a kepada siapa? Dirinya tidak kenal tuhan. Bahkan tidak mengerti bagaimana cara berdo'a yang benar.
"Apakah tuhan itu bakal tetep ngabulin do'a orang yang tidak percaya tuhan seperti ku?" Batin Ricard. Matanya kini beralih menatap Hafsah didepannya.
"Apa aku berdo'a saja kepada Tuhannya Hafsah ya! Bukankah Hafsah bilang bahwa Tuhannya itu maha baik." Batin Ricard. Matanya mulai terpejam.
"Tuhannya Hafsah, aku ingin berdo'a. Semoga saja engkau menakdirkan kami berdua bersatu! Tolong jauhkan kami berdua dari orang orang yang ingin menghancurkan hubungan kami! Dan semoga engkau memudahkan langkahku agar bisa segera menikahi Hafsah!" Ujar Ricard dalam hati. Ia kembali membuka matanya.
"Sudah?" Tanya Hafsah yang langsung dibalas anggukan oleh Ricard.
"Do'a apa?"
"Rahasia!" Jawab Ricard, ia mengembangkan senyumannya. Sontak saja membuat Hafsah menaikkan setengah bibir nya.
"Hujan nya hampir berhenti! Ayo kita ke mobil saja!" Cicit Hafsah, kaki nya sudah terlebih dahulu melangkah menuruni anak tangga didepannya.
"Hafsah!! Nanti kamu sakit! Pake saja jas ini!" Ricard melepaskan jas biru yang ia kenakan.
"Lebay deh! Udah deket juga!" Hafsah menepiskan jas Ricard dari atas kepalanya.
Ricard yang melihat itu hanya bisa menghela nafas. Hafsah benar benar sulit ditebak.
"Itu buku apa?" Tanya Ricard. Sembari memasang sabuk pengaman mobilnya.
Hafsah kini telah duduk disamping Ricard, tangan nya memegang sebuah buku yang berjudul "Islam adalah agama terindah."
"Oh ini! Aku tadi minjem sama mba syakila. Tadi kami bertemu di masjid, beliau merupakan salah satu teman kajian aku, tapi karena sekarang aku sibuk bekerja jadi jarang banget ikut kajian rutin seperti biasanya." jelas Hafsah. Matanya beralih pada buku berwarna hijau ditangan nya.
"Kajian?" Ricard mengerutkan keningnya.
"Iya kajian! Jadi kajian itu kayak suatu perkumpulan yang membahas tentang agama, nah kita juga diperbolehkan bertanya dan akan dijawab langsung sama Ustadz yang menjadi pemateri kajiannya." Lanjut Hafsah. Ia melirik Ricard yang mengangguk-anggukan kepala.
"Kita boleh bertanya apa saja?"
"Iya selagi itu menyangkut agama, tapi kalo bertanya soal peruntungan,dan segala macam yang mengarah ke ramalan gitu ya gak bakal ada jawaban lah. Nanti jatuhnya syirik." Cetus Hafsah.
"Syirik itu apa sa?" Ricard melirik sekilas sosok Hafsah disampingnya.
"Syirik itu suatu perbuatan yang menyekutukan Allah, seakan akan kita mempercayai ada tuhan lain selain Allah."
Ricard kembali mengangguk-anggukan kepalanya.
"Eh eh stop disini!" Cicit Hafsah, ketika mobil Ricard melewati kedai kopi tempatnya bekerja.
Ricard menghentikan mobilnya. Matanya kini beralih kepada sosok Hafsah disampingnya.
"Tidak usah bekerja Hafsah!" Ujar Ricard.
"Setidaknya kan aku bisa kerja setengah hari, dan bisa sekalian pamit sama pak bos!"
"Kau benar-benar jadi berhenti kerja? Terus pindah kerja diperusahaan ku?" Ricard kegirangan, matanya menatap binar wajah Hafsah disampingnya.
"Akan aku pertimbangkan!" Ujar Hafsah, dengan cepat ia menuruni mobil Ricard dan berlarian masuk kedalam kedai kopi tempatnya bekerja.
Ricard hanya menghela nafas panjang melihat Hafsah yang telah masuk kedalam kedai kopi. Ricard kembali melajukan mobilnya, meninggalkan halaman kedai kopi tempat Hafsah bekerja.
******
Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB
Hafsah kini telah melangkah cukup jauh dari kedai kopi tempatnya bekerja. Hari ini ia tidak melihat Habib di ruangannya.
"Pak bos sakit sa, tapi katanya sih cuma flu biasa. Jadi kami tidak ada yang menjenguknya"
Hafsah masih mengingat jelas penuturan dari Ririn ketika ia bertanya soal Habib.
"Aish bagaimana ini! Kalo aku mengajukan surat pengunduran diri sekarang yang ada pak bos makin drop lagi!"
Hafsah menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Kaki nya terus melangkah melewati trotoar jalan yang hampir sepi.
Beberapa menit kemudian Hafsah telah berada dalam sebuah taksi, yang akan membawanya pulang ke rumahnya. sepanjang perjalanan Hafsah terus berfikir keras, apakah dirinya harus mengundurkan diri disaat kondisi habib yang tidak stabil ini? ataukah ia harus bersabar menunggu sampai Habib benar benar sehat, barulah ia menyerahkan surat pengunduran diri nya dan bisa menerima tawaran Ricard untuk berkerja menjadi sekertaris nya.
15 menit telah berlalu.
Hafsah memberikan uang kepada supir taksi itu, sebelum akhirnya melangkah keluar dari mobil yang mengantar nya, Hafsah menatap heran pada kerumunan didepan lorong menuju rumah nya.
"Aduh gimana kalo nanti ngerembet ke lingkungan kita!"
"Iya nih! Bisa bisa kita kehilangan tempat tinggal!"
"His berani beraninya orang orang itu!"
Sederet umpatan beberapa wanita separuh baya yang masih berdiri didepan para pekerja bangunan yang sedang mengukur lokasi.
"Maaf ya ibu ibu semuanya! kalian sangat menganggu pekerjaan kami! Tolong bubar bubar!" Cicit seorang laki laki yang merupakan salah satu anggota dari pekerja bangunan itu.
Meski mendapat umpatan dan sedikit pukulan dari beberapa ibu ibu, akhirnya ia berhasil membubarkan kerumunan tersebut.
Hafsah berjalan mendekat ke arah para pekerja bangunan. Ditengah tengah mereka ada seorang wanita cantik berkulit cokelat dengan seorang anak perempuan yang seusia hardian.
"Permisi!" Ujar Hafsah yang membuat kedua wanita itu menoleh ke arahnya.
"E... Tempat ini mau didirikan apa ya?" Tanya Hafsah lagi.
"Cabang perusahaan keluarga kak serena lah!" Balas anak perempuan yang tak lain adalah Rachel.
"Apa ada yang bisa saya bantu?" Serena menaikkan sebelah alisnya.
"Apakah pembangunan cabang perusahaan kalian akan berdampak pada lingkungan rumah kami?" Tanya Hafsah,ia menatap secara bergantian dua wanita didepannya.
"Em.. sesuai kebutuhan! Jika orang tua ku menginginkan bangunan yang lebih besar dari yang kami rencanakan maka terpaksa, kami harus menggusur lingkungan tempat tinggal kalian! Tapi tenang saja! Kami akan mengganti rugi semua rumah yang terkena dampak pelebaran lokasi bangunan kami." Cicit serena.
"Kak Hafsah!!" Teriak Hardian yang tiba-tiba muncul dari lorong rumah nya, hardian segera berlari menghampiri sosok Hafsah dengan ke dua wanita lainnya.
"Hardian!" Cicit Rachel.
"Hhhh oh kau juga disini! Ini ini... Huft... Ini kakak ku!"ujar Hardian terengah-engah.
"Oh jadi ini yang namanya kak Hafsah?" Tanya Rachel, Matanya kini beralih ke arah Hafsah didepannya.
"Kau kenal mereka Chel?" Serena mengerutkan keningnya.
"Iya kak! Ini Hardian, dia teman sekolah aku! Dan ini kak Hafsah, dia kakak nya Hardian dan juga teman dekatnya kak Ricard." Cetus Rachel. Yang sontak saja membuat mata Serena terbelalak.
"Jangan jangan dia adalah wanita yang Ricard cintai!" Batin Serena, matanya beralih menatap sinis kepada Hafsah didepannya.
"Baiklah kalau begitu,saya dan adik saya pamit pulang terlebih dahulu karena sudah larut malam! Oh ya salam kenal ya Rachel. Kakak mu tidak pernah bercerita apapun tentang mu, tapi Hardian selalu bercerita semua tentang mu!" Ujar Hafsah, seraya mengembangkan senyum manis diwajahnya.
Rachel tersenyum manis mendengar beberapa kalimat terakhir dari Hafsah.
"Ternyata Hardian sering bercerita tentang ku!" Batin Rachel.
Hardian mendengus kesal, mendapati kakaknya membongkar rahasia yang hanya diceritakan nya pada Hafsah.
"Aish kakak ini!" Tutur Hardian, ia mempercepat langkahnya meninggalkan Hafsah yang malah tertawa renyah dibelakang nya.
"Maaf maaf!" Cicit Hafsah, ia kembali mengimbangi langkah adik satu satunya.
Kedua kakak beradik itu akhir nya sampai di depan rumah mereka.