Pertemuan adalah takdir semesta, tapi munculnya cinta adalah tentang bagaimana kamu mengendalikan perasaan. Sudah terhitung 2 jam ricard berdiam diri di ruang kerja miliknya. Matanya menatap kosong pada layar laptop yang kini berada di sebuah meja besar didepannya.
"Aishhhh!! Kenapa wanita itu terus memenuhi kepalaku!" Ricard berdecak kesal, tangan nya kembali mengacak acak rambutnya.
Sejak pertemuan nya dengan Hafsah malam itu. Entah kenapa ia terus memikirkannya.
Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul memenuhi kepalanya.
Kenapa kau bekerja dikedai kopi itu? Kenapa tidak bekerja di sebuah perusahaan saja? Kau sudah lama bekerja di kedai kopi? Berapa usiamu? Kenapa kau mengenakan hijab? Apakah kau beragama islam? Kau lulusan universitas mana?
Berbagai macam pertanyaan itu terus memenuhi fikiran ricard. Ia kembali menghela nafas menyadari dirinya hanya bisa mengumpulkan ribuan pertanyaan tanpa tahu cara apa yang bisa ia lakukan agar mendapatkan jawaban dari hafsah.
"Apa aku harus menemuinya dikedai kopi? Ah tidak tidak !! Aku tidak ingin terlihat seperti orang bodoh didepannya! Tapi bagaimana caranya agar aku dan dia bisa kembali bertemu?" Ujar ricard dalam hati. Ia kembali larut dalam perasaan nya.
"Selamat pagi pak!" Ujar seorang wanita yang kini berdiri di depan pintu kaca ruangan nya. Wanita yang tak lain adalah sekertaris Ricard.
"Pagi!" Jawab ricard matanya kini beralih menatap wanita dengan baju kemeja berwarna hijau lengkap dengan rok selutut berwarna hitam.
"Seperti nya hari ini bapak datang sangat pagi, tidak seperti sebelumnya. Apakah ada masalah pak?" Reina berjalan mendekat ke arah Ricard yang merupakan atasan tempat nya bekerja.
"Saya hanya tidak bisa fokus. Jadi saya memutuskan untuk berangkat kerja lebih awal hari ini!" Ujar ricard. Matanya kini kembali menatap layar laptop di depan nya.
"Seperti nya saya membuat bapak menunggu lama. Maaf pak, jika tadi bapak mengabari saya sebelum berangkat. Saya pasti akan berada disini lebih awal" Reina mengambil posisi duduk disebuah kursi yang berhadapan langsung dengan Ricard.
"Apa ada yang bisa saya bantu pak?" Reina kembali mengeluarkan suara setelah melihat tidak ada jawaban dari Ricard.
"Tidak" jawab ricard singkat. matanya masih terus menatap layar laptop didepannya.
"Baiklah. Jika tidak saya permisi pak!" Reina beranjak bangkit dari tempat duduk nya.
"Saya rasa saya tidak perlu mengabari kamu jika saya ingin ke kantor kapanpun dan jam berapa pun. Oh ya satu lagi, saya tidak sedang menunggu mu! Saya berangkat kekantor lebih awal karena fikiran saya selalu teralih padaaa.." Ricard menghentikan ucapannya. Ia tidak ingin sekertaris nya menertawai dirinya yang kini tengah dibuat pusing oleh otaknya sendiri. Iya, hafsah. Gadis itu terus terusan memenuhi kepalanya.
"Pergilah!" Lanjut ricard kemudian. Fikiran nya kembali berkecamuk.
Reina menatap penuh tanya kepada atasan nya. Ia tidak tersinggung sama sekali dengan kata kata yang dilontarkan ricard sebelumnya. Dirinya telah terbiasa menghadapi Ricard yang memang terkenal dengan sikap dingin dan sangat jarang tersenyum.
Baru saja reina hendak membuka pintu, tiba tiba pria dengan jas berwarna biru tua menerobos masuk ruangan ricard.
"Pagi reina. Wah kau tambah cantik saja setiap hari! Pantas saja ricard betah di ruangan nya ini. Pastilah ia terus memandangi wajah cantik sekretaris nya dari balik kaca pembatas ruangan" ujar seno yang merupakan direktur personalia sekaligus sepupu Ricard.
Reina melempar senyum kepada seno sebelum akhirnya melanjutkan langkah dan pergi menjauh.
"Jaga ucapan mu itu!" Ricard menatap sinis kearah seno. Ia sangat tidak setuju dengan apa yang diucapkan seno tadi.
"Selamat pagi bapak Ricard direktur utama perusahaan tercinta ini!" Seno melemparkan senyum kepada Ricard. Dirinya sudah terlebih dahulu mengambil alih posisi didepan Ricard.
"Hei! Reina itu cantik. Kenapa tidak kau ajak kencan saja! Aku tidak tega melihat mu terus menerus betah dengan status melajang mu itu!" Seno menaikan satu alisnya. Matanya terus menatap ricard yang tidak menggubris semua perkataan nya.
"Jika kau tidak punya kepentingan dengan ku. Pergilah! Aku sibuk!" Ketus ricard. Matanya kini telah beralih kembali pada layar laptop didepannya.
"Ini!! Ini!! Ini yang membuat mu terus terusan melajang! Dengan wajah tampan,otak cerdas, uang yang banyak. Seharusnya kau ini memiliki puluhan bahkan ratusan wanita yang bisa menghempas sepi hatimu itu!"
"Aku bukan kau Seno! Berhenti menganggu ku!" Ricard meninggikan intonasi suara nya. Ia menatap tajam kearah seno yang malah tertawa renyah didepannya.
"Baiklah baiklah! Terserah kau saja! Daripada memberi wejangan kepada orang yang tidak bisa berterima kasih seperti mu lebih baik aku menghangatkan tubuh ku dengan secangkir kopi! Kau mau? Aku yang bayar!"
"Tidak! Terimakasih. Pergilah dari ruangan ku!" Ujar ricard tanpa melirik seno yang berjalan keluar ruangan nya.
Ricard mengusap kasar wajah nya. Dirinya kini sudah berdiri didepan teras perusahaan besar yang dipimpinnya. Ricard kembali melangkah kan kaki berjalan ke arah taman kecil perusahaan nya.
"Selamat pagi pak!" Sapa seorang lelaki separuh baya yang sedang memotongi rumput liar.
"Pagi! Wah sepertinya sibuk ya pagi pagi begini" Ricard menatap teduh ke arah laki laki separuh baya yang masih sibuk dengan rumput liar didepannya.
"Iya pak! Kan saya yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kantor diperusahaan ini pak" ujar lukman seraya terus memotongi rumput liar.
"Biar saya bantu!" Beo ricard. Ia melepas jas hitam yang dikenakan nya.
"Eh jangan pak! Nanti tangan bapak kotor!" Lukman menahan tangan Ricard yang hendak memegang rumput liar didepannya.
"Tidak apa apa. Toh saya tidak ada kerjaan sekarang! Saya ingin membantu selagi saya bisa." Ricard melemparkan senyumnya. Kedua lesung pipi dengan hidung mancung dan mata sipit serta kulit putih bersih benar benar menambah Sempurna penampilan nya. Hanya saja Ricard bukanlah pria yang murah senyum. Ia terkenal begitu dingin kepada seluruh karyawan di perusahaan nya.
"Tapi pak.." lukman hanya menghela nafas melihat Ricard yang kini telah terlebih dahulu duduk seraya membantu nya memotong rumput liar.
"Permisi" ujar seorang wanita dengan membawa 2 cup kopi di tangan nya.
"Ada apa neng?" Tatapan lukman beralih kepada wanita dengan seragam hitam dan hijab mocca didepannya.
"Mau antar kopi. Pesanan atas nama bapak seno!"
"Oh pak seno.." ujar Lukman. Matanya kini melirik kearah Ricard yang masih fokus memotong rerumputan liar.
"Hei!! Kita bertemu lagi ya!!" Hafsah mengembangkan senyum nya. Matanya kini berbinar indah menatap ricard yang masih sibuk memotong rumput liar.
Ricard beranjak bangkit dari tempat duduk nya. Matanya kini beralih menatap hafsah. Wanita yang memporak-porandakan fikiran nya hari ini.
"Kau masih ingat aku kan! Aku hafsah! Yang bekerja di kedai kopi"
"Iya ee.. iya aku ingat" Ricard gelagapan.
"Jadi kamu bekerja disini ya? Pemotong rumput? Ohh kamu OB ya?" Hafsah mengajukan pertanyaan yang dijawab dirinya sendiri.
"Apa? Pemotong rumput? Neng dia ini adalah dii... Aduhhh" ujar lukman. namun, Belum sempat melanjutkan ucapannya. Ia harus meringis kesakitan karena kakinya di injak oleh Ricard.
"Iya saya OB diperusahaan ini" jawab ricard dengan senyum diwajahnya.
"Oke kalau begitu aku bisa minta tolong kan padamu? Soalnya aku sedang buru buru! Banyak sekali pesanan di kedai kami hari ini! Jadi tolong berikan kopi ini pada pak seno ya! Terimakasih!" Ujar hafsah. Tangan nya telah terlebih dahulu memberikan plastik yang berisikan 2 cup kopi pesanan seno.
"Um tapi.." belum sempat melanjutkan ucapannya. Ricard harus kembali menghela nafas melihat hafsah yang sudah berlarian melewati gerbang perusahaan nya.
"Pak wanita itu!! Dia berani sekali menyebut bapak seorang OB!" Ujar lukman seraya terus menatap ricard yang malah mengembangkan senyum manis.
"Tidak apa apa pak, bukan masalah besar. Saya minta kerjasama nya, jika wanita itu datang lagi tolong agar bapak tidak memberitahu nya tentang posisi saya diperusahaan ini." Beo ricard yang hanya dibalas anggukan oleh lukman.
******
Hafsah bersenandung kecil. Bibirnya terus mengembangkan senyuman. Ia sangat bahagia bisa dipertemukan kembali Dengan ricard. Meski sedikit kecewa karena ternyata Ricard bukanlah orang kaya seperti perkiraan nya.
"Ada yang lagi seneng nih!" Celetuk ririn seraya berjalan menghampiri hafsah.
"Iya dong hehe! Oh ya rin nanti ya kalo ada lagi pesanan kopi dari perusahaan besar di sana itu, biar aku saja yang mengantarkan nya!"
"Ya ya ya terserah kau saja! Kenapa tidak sekalian saja? jika ada pesanan kopi diseluruh tempat, kau saja yang antar nya hafsah!" Ririn terkekeh melihat Hafsah yang begitu antusias.
"Aishh! Lalu apa guna mu? Apa guna monic? Apa guna karyawan dikedai ini! Jika hanya aku yang kau suruh mengantarkan kopi kesana kemari!" Mimik wajah hafsah berubah. Ia menatap kesal kepada ririn yang tidak mengerti perasaan nya saat ini.
"Hiss!! Kau kesal hafsah? Dasar kau ini!! Kau sudah begitu tergila-gila dengan laki laki itu! Kita ini karyawan kedai kopi hafsah! Dan laki laki itu pastilah seorang direktur atau manajer diperusahaan besar itu!" Ririn mengambil posisi duduk disamping hafsah.
"Memang nya kenapa kalau kita hanya karyawan kedai kopi? Toh dia hanya OB diperusahaan besar itu!"
"What??!!" Ririn terbelalak. Ia tidak percaya dengan pernyataan hafsah.
"Why?You don't believe me? Aku melihat sendiri rin! Dia sedang memotong rumput liar ditaman perusahaan itu." Hafsah mencoba meyakinkan ririn.
"Kau pasti salah orang sa!"
"Sungguh rin! Dia bahkan mengenali aku!"
"Hafsah coba kau fikir kan baik baik. Tidak mungkin laki laki dengan kulit putih bersih dan berwajah tampan seperti dia bekerja sebagai seorang OB hafsah!" Ririn menatap lekat wajah hafsah. Ia merasa geram kepada Hafsah yang begitu mudahnya dibodohi.
"Dia sendiri yang berkata bahwa dirinya seorang OB! Lagipula kalau benar yang kau katakan itu bahwa dia adalah seorang direktur atau manajer diperusahaan itu. Kenapa dia harus berbohong kepada ku? Memang nya aku ini wartawan yang akan mewawancarai nya sehingga ia harus menyamar didepanku!" Hafsah memutar bola matanya. Ia sangat kesal kepada ririn yang sok tahu mengenai ricard.