Chereads / Takdir semesta / Chapter 4 - Ujian hidup

Chapter 4 - Ujian hidup

Hardian tersenyum penuh kemenangan. Dirinya kembali mencetak skor pada pertandingan bola basket disekolah nya. Terdengar ramai sorak ria di iringi tepuk tangan meriah dari penonton yang menyaksikan pertandingan basket. Pertandingan berakhir dengan skor 20 : 19 dan tim hardian lah pemenangnya.

Hardian kini tengah duduk di sebuah kursi yang letaknya tidak jauh dari lapangan. Tangan nya memegang sebuah botol air mineral.

"Sayang selamat ya!" Rosita dan geng nya menghampiri hardian.

"Kita rayakan? Aku akan membelikan apapun yang kau inginkan sayangku."

Hardian berdecak kesal. Ia sangat jijik dengan perlakuan rosita terhadap nya. Bagaimana pun hardian sangat membenci rosita, ia tidak sudi dianggap sebagai pacar dari wanita penyihir seperti rosita. Tak mau berdebat akhirnya hardian beranjak bangkit menjauh dari rosita dan geng nya. Ia tak menghiraukan apapun yang rosita katakan.

"Hardian!!! Why? Why? Why?Why do you always leave me hardian!!!" Teriak rosita. Ia mengacak acak rambutnya sendiri melihat perlakuan Hardian yang selalu saja dingin kepadanya.

Hardian memasangkan earphone di telinga nya. Ia berjalan menuju kelasnya, namun langkah nya terhenti ketika seorang wanita yang pernah menjatuhkan nasi goreng nya beberapa hari lalu kini berdiri tepat didepannya.

"Maaf" ujar wanita itu.

Hardian melepaskan earphone ditelinga nya.

"Kau bilang apa? Aku tidak mendengar nya tadi. Aku memakai earphone." Jelas hardian.

"Maaf.. maaf karena menjatuhkan nasi goreng mu." Ujar wanita itu dengan wajah tertunduk.

"Lupakan! Itu kejadian 1 Minggu yang lalu kan. Aku sudah melupakan nya." Hardian tertawa renyah.

"Maaf karena baru memiliki keberanian meminta maaf padamu." Sambung wanita itu. Ia masih menundukkan kepalanya.

"Ey berhentilah meminta maaf. Lagipula itu sudah menjadi masa lalu kan? Baiklah baiklah aku sudah memaafkan mu."

"Dan terimakasih telah menolong ku." cicit wanita itu kini matanya menatap lekat wajah Hardian didepannya.

"Oke! Ada lagi? Tidakkan? sudah selesai bicara nya? Kalo begitu aku duluan ya." Ujar hardian sebelum akhirnya meninggalkan wanita cantik itu. Ia segera mengambil tas dikelasnya. Seharusnya ia sudah pulang sekolah pada pukul 12.00 WIB tadi. namun ia larut dalam permainan bola basket bersama teman teman nya yang menyelenggarakan hadiah uang jika memenangkan pertandingan.

Hardian mempercepat langkahnya manakala menyadari bahwa jam telah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Namun lagi lagi hardian harus kembali menghentikan langkahnya melihat wanita cantik tadi masih berdiri didepan gerbang.

"Kau belum pulang?" Tanya Hardian.

Sontak wanita itu menatap sendu kepada sumber suara.

"Seperti nya aku tidak dijemput hari ini. Aku tidak pernah pergi sendirian, aku takut, itulah kenapa aku memilih untuk menunggu disini saja." Jawab wanita itu seraya kembali menundukkan kepalanya.

"Tidak dijemput? Dan kau memilih terus menunggu? Hhhh menunggu siapa maksudmu? Menunggu geng rosita membully mu? Atau menunggu perampok yang akan mengambil semua barang milikmu?" Ketus hardian. Ia sedikit terbawa perasaan dengan jawaban wanita didepan nya.

"Jika ingin pulang. Silahkan saja duluan!" Cicit wanita itu. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Aishh kau ini!"hardian menghela nafas. Ia melangkah ke area parkir untuk mengambil sepeda yang biasa ia kenakan.

"Naiklah! Aku akan mengantarmu!" Seru hardian.

"Tiidaakk..ussaaahh" jawab wanita itu dengan suara yang kian bergetar.

"Naiklah! Aku ini bukan orang jahat!" Hardian kembali mengeluarkan suara. Tak tahan rasanya menghadapi wanita dihadapan nya. Sangat cantik tetapi juga sangat cengeng.

Kedua roda sepeda hardian melaju dengan kecepatan tinggi. Membawa pergi kedua makhluk tuhan yang perjumpaan nya diawali peristiwa tidak menyenangkan bagi kedua pihak.

"Nama mu hardian kan?" Teriak wanita itu disela sela angin yang berhembus kencang karena kecepatan sepeda yang dibawa hardian.

"Kau tahu nama ku?" Ujar hardian dengan intonasi tinggi agar yang diajak bicara mendengar.

"Semua orang mengenalmu. Mereka mendeskripsikan dirimu sebagai sosok yang sangat mengagumkan." Teriak wanita itu. Yang membuat Hardian tertawa keras.

"Kau siswa baru ya? Siapa namamu?" Tanya Hardian.

"Aku Rachel" teriak wanita itu dengan senyum manis diwajahnya.

"Boleh aku tau nama lengkap mu?" Hardian balas teriak kepada wanita bernama rachel itu.

"Rachel Thalita. Nama lengkap mu?"

"Hardian jawhara"

"Aku akan mengingat nya." Teriak Rachel yang langsung membuat hardian tersenyum manis.

Hardian menghentikan sepeda nya didepan sebuah rumah mewah yang berdominasi warna abu abu.

"Terimakasih hardian" ujar rachel setelah turun dari sepeda hardian.

"Sama sama rachel. Ah sulit sekali mengucapkan nama mu ya!" Ujar hardian menyadari pengucapan nama rachel yang ke barat barat an sangat sulit di lafal kan.

"Kau akan terbiasa!" Jawab rachel tersenyum manis, kian menambah cantik wajahnya.

"Rachel?" tiba tiba seorang pria berusia 30 tahun an mendekat ke arah rachel dan hardian.

"Eh kakak. Kenalin kak ini hardian, teman sekolah aku." Rachel bergelayut manja dilengan laki laki bertubuh tinggi dengan kulit putih bersih dan wajah yang sangat tampan.

"Aku hardian kak."

"Oh iya hardian. aku Ricard dan terimakasih sudah mengantarkan adikku." Jawab ricard.

"Sama sama kak. Baiklah kalau begitu aku pamit pulang ya kak, chel" ujar hardian kemudian berlalu pergi mengayuh sepedanya.

"Temen atau calon pacar?" Ledek Ricard kepada adiknya.

"Apa sih kakak! His!" Rachel tersipu malu. Ia berjalan memasuki halaman rumah nya.

"Eh tapi wajah teman mu itu benar benar mirip kepada seseorang yang kakak kenal loh!" Ricard mengimbangi langkah adiknya.

"Siapa? Seorang wanita kah? " Rachel menatap penuh selidik kepada kakaknya.

"Ays bocah ini kepo sekali! Pokoknya seseorang." Ujar ricard. Ia tidak ingin memberitahu kan bahwa hardian teman rachel sangat mirip dengan hafsah wanita yang belakangan ini sangat menguasai fikirannya.

******

"Mamaaaaaa!!!!!" Hafsah berlarian menghampiri ibunya yang kini duduk lemas tak berdaya didepan pintu rumah mereka.

"Mama apa yang terjadi?" Hafsah memeluk erat ibunya yang hanya diam mematung.

"Siapa yang melakukan ini ma? Siapaaaa? Jawab ma!! Siapa yang melakukan ini hiks!!" Suara hafsah bergetar bersamaan dengan mata nya yang mulai berkaca-kaca. Ia menatap sendu bola mata wanita yang melahirkan nya. Beberapa luka lebam di pipi dan kening ibunya hafsah seolah memberitahu apa yang sudah terjadi.

Hafsah memapah ibunya untuk masuk kedalam rumah milik mereka. Setelah membaringkan ibunya ke sofa kecil di ruang tamu mereka. Hafsah bergegas mengambil kotak p3k untuk mengobati lebam di wajah ibunya.

"Hardian!!!" Teriak hafsah, namun tak ada jawaban.

"Ma hardian kemana ma? Ini sudah jam 17.00 WIB. Kemana anak itu?"

"Dia ada pertandingan bola basket. Dia sudah meminta izin mama tadi pagi." Jawab ibunya hafsah dengan suara yang begitu lemah.

Hafsah mengompres beberapa lebam di wajah ibunya. Hatinya begitu teriris menyaksikan apa yang terjadi pada ibunya saat ini.

"Ma cerita kan pada hafsah! Apa ya sebenarnya terjadi ma?" Ujar hafsah. Air mata tidak lagi dapat ia bendung.

"Hanya kecelakaan kerja nak. Mama terjatuh ketika membantu bik sarni menjemur pakaian tadi." Ujar ibu hafsah seraya tersenyum menatap putri tertua nya.

"Mama bohong! Hafsah sudah bilang sebelumnya untuk tidak lagi bekerja menjadi pembantu rumah tangga dirumah mereka. Sudah cukup selama ini hafsah mendengar hinaan dari tetangga dilingkungan ini ma! Hafsah tidak rela jika mama atau hardian disakiti oleh mereka juga! Maaaaa hafsah mohon ma. Berhentilah ya! Hafsah kan sudah bekerja ma, hafsah sanggup membiayai sekolah hardian dan juga kebutuhan kita sehari hari." Hafsah terisak. Tangannya sudah memeluk erat tubuh ibu nya.

"Assalamualaikum! loh kakak pulang lebih awal hari ini?" Ujar hardian membuat keduanya menoleh ke arah hardian yang masih berdiri didepan pintu.

"Wa'alaikumussalam! Kau sudah pulang? Makan lah. Kakak membawakan makanan kesukaan mu!" Hafsah mengembangkan senyuman. Bibirnya tak sanggup menjawab pertanyaan adik satu satunya. Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia pulang lebih awal karena mendengar teriakkan ibunya ketika sedang melakukan panggilan suara dengan Hafsah.

"Apa yang terjadi kak?" Hardian berlari menghampiri ibunya.

"Ma apa yang terjadi? Kenapa mama seperti ini?" Kedua tangan hardian memegang erat bahu ibunya. Ia sangat tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Hanya kecelakaan kerja nak, sudahlah! Biarkan saja, Toh nanti membaik dengan sendirinya. Kau pasti belum makan kan? Ayo makan lah bersama kakakmu! Hafsah ajak adikmu makan!" Ujar wanita separuh baya itu. Tangannya membelai lembut rambut kedua anaknya.

"Hardian mari makan!" Ujar hafsah seraya menarik tangan hardian yang masih menatap kosong kepadanya.

"Kak sebenarnya apa yang terjadi?"

"Tidak ada! Tapi kakak ingin minta tolong kepadamu." Hafsah menepuk halus pundak adiknya yang langsung menatap penuh tanya ke arah hafsah.

"Tolong jaga mama. Jangan biarkan mama bekerja lagi! Cukup kakak yang bekerja." Pinta Hafsah. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Iya kak. Maaf karena hardian belum bisa membantu kakak." Hardian memeluk erat hafsah. Keduanya terisak didapur. Sebelum akhirnya kembali mendekat ke arah ibunya dengan piring yang sudah berada ditangan mereka masing masing.