Saling berpelukan erat, dengan posisi terlentang Reino tampak bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer pendek. sementara Sunny tubuhnya terbalut oleh bedcover tebal. Seprai berwarna putih susu itu seolah semakin menunjukkan betapa indahnya dan beningnya tubuh Reino, tak hanya itu garis-garis dan guratan otot six pack terpampang nyata.
Membuat wanita normal seperti Zava merasakan hasrat keperempuannya bereaksi. ya… Zava hanya mampu meneguk salivanya, bahkan tak hanya matanya saja yang dibuat takjub tapi kini dada Zava terasa bergejolak akan perasaan yang tak semestinya muncul.
Setibanya di ruang gym gadis itu memulai gerakan pemanasan untuk meregangkan otot-ototnya agar sedikit lentur, setelah lebih dari 15 menit Zava siap menggunakan treadmill, ia mengatur kecepatan alat itu sesuai keinginannya agar lemak lemaknya kelak terbakar, kegiatan pagi ini membuat Zava sedikit melupakan kesepiannya.
Setelah menghabiskan waktu lebih dari 30 menit berjalan di atas treadmill itu, Zava beralih ke sepeda statis, gadis itu sangat suka membentuk tubuh bagian bawahnya agar lebih tampak berisi dan juga padat, tentunya tanpa lemak sama sekali.
Terlihat bokong gadis itu semakin naik, bisa dibilang bentuk tubuh Zava memang sudah ideal yang merupakan tubuh idaman para setiap wanita.
Keringat Zava sudah mengucur baik dari dahi maupun dibalik kaos Olga nya, handuk kecil yang melingkar di leher itu seolah bisa diperas.
Dinginnya AC yang menyala tak Zava rasakan sekarang, yang ada tubuhnya merasa gerah dan kepanasan akibat pergerakan olahraga ini.
Zava memilih beristirahat sejenak dengan menyelonjorkan kakinya di lantai, ia juga mengatur nafasnya agar tidak ngos-ngosan.
Tampak bayang seseorang berlalu depan pintu, pintu yang memang terbuka setengah, membuat Zava mengedarkan pandangannya.
Tapi sepertinya Zava kalah cepat, saat ia menoleh sosok itu sudah tidak ada, "Ah… siapa sih? Iseng ajah," ujar Zava pelan.
Suara Zava yang terdengar lembut dan juga menggemaskan, semestinya mampu membuat pria normal terpancing untuk mencoba mengobrol lama dengannya.
Tapi tak begitu dengan Reino, pria tampan itu terlalu dingin dan pendiam, ia hanya membusungkan dada, melewati Zava dengan tanpa menoleh.
Membuat Zava hanya memandang tubuh gagah dan langkah besar Reino.
Pria itu mengenakan kaos kensi juga boxer pendeknya, membuat otot lengannya terpampang nyata, guratan-guratan itu benar-benar memanjakan mata wanita.
Zava hanya terdiam mematung, dengan mulut terbuka, melihat pesona sang adik ipar yang tak dapat disangkal. Sikap dinginnya semakin membuat Zava tertantang.
'Wajar saja bentuk tubuh Reino sangat bagus dengan otot-otot lengan yang nyata dan juga perut six pack, ternyata gaya hidupnya begini, tak jauh berbeda dengan mas Alzafa.' batin Zava tersenyum-senyum. Membuatnya semakin berambisi mendapatkan Reino.
Zava terlihat sudah mempersiapkan senyum terbaiknya, dan ia berniat untuk mendekat pada Reino, tapi ternyata si 'Sialan' Sunny sudah lebih dulu datang.
"Hai sayang, Kenapa kau tak membangunkanku? Aku kan juga ingin berolahraga bersama suami tercinta ku," ucap Sunny dengan nada manja.
Wanita itu segera mendekat pada Reino, membuat laki-laki itu segera menurunkan beban nya. Seperti biasa Sunny selalu mendaratkan ciuman di dahi Reino, membuat Zava tak senang melihatnya.
Sementara Reino membiarkan Sunny duduk di sebelah pahanya yang berotot.
"Aku tak ingin mengganggu tidurmu yang nyenyak sayang," sahut Reino dengan mencubit manja dagu runcing sang istri.
Tentu saja membuat ekspresi Sunny semakin menggemaskan, "Agh… mas bisa saja,"
Sunny tak mungkin ikut berolahraga karena gadis itu mengenakan sebuah dress mini ketat juga lengkap dengan high heels nya, tak hanya itu rambut Sunny juga dibiarkan tergerai.
"Istriku mau kemana sih? pagi-pagi begini sudah tampil rapi dan cantik," tanya sang suami Reino, dengan nada penuh canda.
Membuat pipi Sunny merona dan tersenyum sumringah, "Aku mau shopping sama mamah mas, kau dirumah sebentar yah, jangan nakal!" seru Sunny menunjukkan jari telunjuknya, seolah memberikan peringatan pada suami.
Mendengar percakapan itu, Zava tersenyum. Ia seolah senang mendengar Sunny akan segera pergi. Itu berarti ada kesempatan untuknya bersama Reino sang adik ipar, walau hanya sekedar mengobrol ringan.
Sunny berlenggok-lenggok, berlalu melewati Zava dengan tatapan sinis, tak ada senyum darinya, apalagi untuk berbasa-basi.
Sementara Zava tampak memberikan senyuman tipis untuk Sunny, walau bagaimanapun Sunny adalah adik dari mendiang suaminya.
Seketika Reino tak tampak dari pandangan, membuat Zava harus mencarinya, menelisik keberadaanpria itu.
Ruangan Gym ini cukup besar, jadi Zava harus berkeliling beberapa menit untuk menentukannya, ups, untung saja tak sulit baginya, terlihat dari pantulan kaca, Reino sedang fokus menggunakan Tricep Bar.
Yang membuat Zava enggan berkedip ialah, Reino membiarkan tubuh berotot dengan garis-garis jelas itu terpampang nyata, tanpa kaos. Sepertinya ia sengaja melepasnya.
Melihat tubuhnya yang sekarang di hujani keringat, itu merupakan pemandangan yang sangat indah bagi mata wanita, termasuk Zava.
Perasaan kagum itu semakin sulit ditolak, dan bahkan sekarang Zava mungkin sudah jatuh hati pada adik iparnya sendiri. 'ah… apa-apaan kau ini, itu gila, tak mungkin,' batin Zava dilema.
Mungkin ini adalah kesempatan baik untuknya, Zava mendekat dan…
Mencoba menawarkan handuk kecil yang terlilit dilehernya, menyodorkannya pada sang adik ipar.
Tapi Reino tampak enggan menerimanya, pria itu memilih mengelap peluhnya dengan kaos merah miliknya yang tergantung.
Wajahnya tetap sama dingin dan datar, dengan tanpa tersenyum sedikitpun pada Zava.
Membuat Zava semakin salah tingkah, Zava memilih kembali meletakkan handuk kecilnya pada bahunya sendiri.
Yah… Reino termasuk laki-laki yang tak banyak bicara, ia juga memiliki pribadi yang dingin dan tak neko-neko serta setia. Jadi tak mudah untuk Zava mencoba masuk ke kehidupannya.
Benar saja, tak lama Reino memilih berlalu dan pergi, sepertinya ia ingin meninggalkan ruangan Gym. Dan sebelum itu terjadi Zava segera bertindak, ia berlarian kecil menyusul langkah Reino.
Sampai-sampai Zava harus berakting tersandung, semua demi menarik perhatian Reino.
"Aww...aduh…" rintih Zava pelan, dengan memegangi lutut juga sikunya.
Suara benturan itu membuat Reino menoleh, mendapati Zava yang terduduk di lantai, Reino terpaksa memilih kembali.
Reino membantu Zava berdiri, dengan memegangi kedua lengannya.
Zava terlihat sedikit merintih, ia meniup-niup sikunya yang sedikit memerah.
Tanpa berkata apapun Reino menarik lengan Zava, menelisik luka di sikunya, "Tak apa-apa," ujar Reino singkat.
Tapi sentuhan tangan gagah dan hangat itu, mampu membuat detak jantung Zava seolah berhenti memompa. Ia tak merasakan perih di tangannya, tapi yang dia rasakan sekarang hanyalah getaran, getaran rasa yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.
Jemari Zava seolah mendekat, ingin meraih dan mengelus wajah tampan Reino, "Reino…" panggil Zava dengan suara sayup-sayup.
Sayang sekali ponsel pria itu berbunyi, membuat ia harus bangkit dan meninggalkan Zava yang tampak belum puas memandang Reino.
Laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya atau mungkin ia bermaksud berpamitan pada Zava. Ia menjauh dan tampak fokus pada ponselnya, benar saja ia meninggalkan Zava yang masih merintih sakit tanpa menoleh sedikitpun dan tanpa berkata.
'Menyebalkan,' gerutu Zava yang kesal.