Chereads / Affair With Brother in Law / Chapter 4 - Kesempurnaan Sesungguhnya

Chapter 4 - Kesempurnaan Sesungguhnya

"Sial… sial….!" ucap Zava dengan wajah memerah, ia sudah bersusah payah mencoba mencuri perhatian Reino, tapi adik iparnya itu tak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan.

Membuat Zava melemparkan handuk yang melingkar di lehernya, menginjak-injaknya dengan penuh amarah. "Sial...sial…"

Yah, padahal Zava sangat sulit jatuh cinta, ia begitu gemas kenapa ia harus menyukai laki-laki yang justru adalah adik iparnya sendiri.

"Huhh.." Nafas gadis itu terdengar berat. Setelah lelah berakting Zava memilih terduduk di lantai, kembali mengelap-elap sikunya yang sedikit memar, tak luput ia terus bergerutu.

Menantikan keringatnya sedikit mengering, gadis itu mengepas-mengepaskan handuk kecil yang tadi ia injak.

Tiba-tiba kecupan hangat mendarat di atas kepala Zava, membuat gadis itu sedikit kaget. Belum lagi pelukan di pinggangnya yang erat. Yahh.. itu kecupan dan pelukan dari Kak Richard, dia adalah personal Training untuk Zava, juga merupakan sahabat almarhum suaminya Alzafa.

"Hai sayang, tak seharusnya kau berlatih seorang diri, bisa-bisanya kau melupakan aku," ucap Ricard dengan semakin mengeratkan pelukannya di pinggang ramping Zava.

Membuat Zava yang sedang bete bertambah kesal.

Walau laki-laki bertubuh kekar itu sudah menjadi teman dekat Zava, bukan berarti Zava selalu senang diperlakukan seperti itu.

Zava tampak tak seperti biasanya, gadis itu menampakkan raut wajah masan dan juga bete, ia mencoba melepaskan pelukan Richard.

Membuat kedua tangan Richard melepas tubuhnya, dan Richard semakin dibuat penasaran saja, 'ada apa dengan sang kekasih.' batin Richard bertanya.

Laki-laki yang pandai menghadapi wanita itu tak kehabisan ide, ia terus mencoba menggelitik pinggul Zava, tapi terlihat usahanya kali ini sia-sia, sang kekasih tetap memperlihatkan wajah cemberutnya.

"Hei.. ayolah, kau ada masalah? Ayo cerita dong sama mas!" ucap Richard dengan mengelus perlahan rambut panjang Zava, Richard bahkan sudah bersiap ingin mencumbu Zava.

Tapi gadis itu terus mengelak, Zava enggan dibelai Ricard, enggan membuka mulutnya, ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dan memilih bungkam, dengan tak menatap Richard.

"Ah… sayang, jangan cemberut dong, nanti wajah cantiknya hilang loh?" Lelaki dengan aroma maskulin itu terus merayu Zava, ia semakin mendekati Zava dan bahkan kini wajahnya tepat berada di hadapan wajah Zava, bahkan hembusan nafasnya sudah berada dalam satu tarikan.

Kedua tangan kekar Richard memegang kedua pipi tirus Zava dengan lembut, mengangkat dahi Zava perlahan, menatap kedua bola mata Zava, "Kau cantik sekali sayang, apalagi jika tersenyum," rayu Richard dengan sorot mata tajam.

'Ah.. lagi-lagi dia menatapku begitu,' desis Zava dalam hati.

Richard tampak bergairah, ia ingin mengecup bibir tipis Zava, tapi sayang wanita itu sedang tak bersemangat. Zava mencoba menjauhkan wajahnya. Dan menahan tubuh Richard untuk tak mendekat.

"Sudahlah Richard, aku sedang tak ingin," tolak Zava dengan menjauh dan memilih duduk di kursi panjang yang ada.

Membuat pria itu tersenyum tipis, tumben-tumbennya seorang wanita dengan nafsu besar menolaknya pagi ini.

Padahal biasanya Zava begitu bersemangat, sampai-sampai mereka pernah melakukannya di ruang Gym juga di toilet.

"Why, what's your problem baby?" tanya Richard kesekian kalinya, pria itu tampak membuka tas kecilnya dengan segera mengeluarkan parfum, yah.. biasanya Zava tak menyukai aroma-aroma bau, sampai membuat Richard harus membawa Parfum dengan aroma citrus kemana-mana.

Zava hanya menyorot Richard dengan tatapan menelisik, dan bahkan Zava terlihat sama sekali tak ingin berlama-lama memandang wajah Richard.

Padahal tak ada yang salah dengan Richard pagi ini, Lelaki itu tampil dengan penampilan seperti biasanya dan juga aroma tubuhnya tercium harum.

"Aku sedang tak bersemangat pagi ini," ucap Zava dengan bangkit dari kursinya. Meninggalkan Richard yang tampak baru saja membuka tas besarnya.

Richard menoleh, "It's ok baby," ia menghembuskan ciumannya dengan tangan kanannya ke arah Zava, dan membiarkan Zava beranjak pergi. Mungkin kekasihnya saat ini sedang ingin sendiri.

________

Membilas tubuhnya yang terasa lengket, Zava melucuti satu persatu pakaiannya, sampai tubuhnya benar-benar polos dan memilih merendam tubuh mulusnya dalam bathtub.

Bathtub yang hampir terisi air penuh dengan ditambahkan aroma wewangian Bunga Lavender yang memabukkan. Gadis itu membiarkan tubuh polosnya terendam air hangat yang penuh busa. Sedangkan matanya tertutup rapat seolah ia sedang mengkhayalkan si ganteng Reino.

30 menit cukup bagi Zava merendam tubuhnya, kini gadis dengan nafsu tinggi itu, memilih menyalakan keran air, membiarkan tetesan shower itu menghujam tubuhnya yang penuh oleh busa.

Sementara ia tampak menikmati tetesan air yang menyerang tubuhnya dengan memijit-mijit.

Bermain dengan busa yang licin, membuat khayalan Zava liar, ia memijit-mijit tubuhnya, bergerak berlenggak-lenggok, dan sesekali melakukan gerakan eksotis di dalam bathtub.

Payudaranya yang padat dan kenyal itu, menjadi asetnya yang paling di banggakan, juga dengan bokong berisinya yang terasa kenyal dan menantang.

Zava rindu akan….

Flashback… 25 Oktober 2011

Betapa indahnya malam itu, malam dimana aku digendong mesra oleh pria gagah, tampan dan sempurna seperti tuan Alzafa.

Ia begitu gentle, menyatakan perasaannya padaku, memberikan cincin permata dengan hiasan batu berlian berwarna ungu terang dan memasangkannya dengan padu dijari manisku.

Yah, betapa kagetnya aku, hari itu, saat aku baru saja membersihkan ruang tidur tuan Alzafa. Ia bangkit dan meloncat dari kasur tidurnya, menghadang ku dengan berani dan menyodorkan perhiasan itu.

Membuat aku seorang yang tak berarti dan hina menjadi wanita yang paling bahagia dan berharga. Tanpa ragu aku mengiyakan, menerima cincin yang disodorkan padaku, membiarkannya terpasang pada jari manisku.

Dan sejak itulah hidup ku berubah, setiap hari mas Alzafa selalu memanjakan ku dengan barang-barang mewah, juga dengan kebiasaan hidup yang 180 derajat berbeda dengan hidupku yang sebelumnya. Hidupku yang dulu hanyalah pelayan rumah ini, dan sekarang aku telah memantaskan diri bergaya hidup selayaknya nyonya besar, nyonya Alzafa Marcelino Putra.

Ia mengajarkan ku akan keindahan dunia, mengajarkan ku akan hidup sesungguhnya, dan yang tak bisa ku lupa ia mengajarkan ku akan cinta dan juga seks.

Dia pria yang sempurna, yang gagah, tulus dan tampan serta memiliki rudal diatas rata-rata, sungguh tak ada yang membuat ku tak bangga pernah memilikinya dalam hidupku.

"Sayang, akhirnya malam ini tiba juga," bisik Alzafa dengan suara mesra pada kuping kanan ku.

Baru saja ijab kabul itu terucap, tapi tuan Alzafa sudah tak sabar lagi, ia menggendong tubuh mungilku ke kamar, dan menaiki anak tangga dengan gagah dan cepat.

Menidurkan tubuh ku yang suci diatas ranjang jati, matanya tampak begitu lekat memandangi ku tanpa kedip. Ia dengan semangat 45 membuka segera setelan jasnya, dan sudah tentu tak sabar menyerangku.

Mencopoti perlahan riasan pengantin ku, satu persatu ia dengan sabar melepaskan konde yang melekat di sanggul ku, juga membantuku menghapus make up tebal pada wajah ku.

Sampai akhirnya jam 12 malam tepat. Saat aku tertidur lelap ia mulai….