Chereads / I Want You My Sexy Widow / Chapter 1 - Bad Dream

I Want You My Sexy Widow

Christy_Rottie
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 10.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bad Dream

"Ke-kenapa panas sekali?"    

"Di-di mana aku?"

Di ruang kamar hotel yang besar dan mewah, seorang gadis terbaring lemas di atas ranjang hanya dengan memakai lingeri berwarna merah berbahan brokat. Lingeri yang membalut transparan membuat bentuk tubuhnya terlihat samar-samar. Warna tubuhnya begitu kontras memadu dengan lingeri.

Hangat yang kian memanas dan membakar tubuhnya dari dalam tidak mempengaruhi seperti apa pakaian yang ia kenakan. Bahkan rasanya ingin dia lepaskan seluruh kain yang menempel di tubuhnya.

Seluruh tubuh terasa sangat lemas untuk berdiri dari ranjang. Bahkan tangan yang menopang kembali tertekuk saat ia hendak bangun dari sana. Ia memperhatikan di sekelilingnya. Tak ada siapa pun di dalam ruangan itu selain dirinya dan beberapa furnitur mewah yang tertata rapi pada tempatnya. Detak jarum jam yang berbunyi semakin membuat suasana menegangkan.

Kaki jenjangnya yang polos dan mulus dirapatkan karena perasaan yang tidak nyaman yang timbul entah dari mana asalnya. Ia menopang kepalanya saat dirasakan pening yang sangat dahsyat sedang mencoba memecahkan seluruh isi kepalanya.

Sementara udara di sekitarnya menjadi semakin panas, ia mencoba untuk melepaskan sedikit pakaian yang ia pakai. Tangannya terhenti saat menyentuh pundaknya yang kini hanya di tutupi oleh sehelai kain kecil seperti jari. Dengan keadaan yang lemah ia melihat ke bawah. Memperhatikan dirinya sendiri yang hanya memakai lingeri yang hampir menunjukkan seluruh aset dirinya sendiri. Bahkan dengan pakaian seperti itu ia masih bisa merasakan panas yang menyiksa.

"Apa ini? Kenapa aku berpakaian seperti ini?"

Ia semakin bingung. Dengan sisa kekuatannya yang coba ia kumpulkan, tangannya menopang tubuhnya di atas ranjang agar memudahkannya untuk berdiri. Namun belum beberapa detik ia berdiri dari ranjang, tubuhnya terjatuh lemas lagi

"Kau sudah bangun?"

Suara bas dari seorang lelaki yang tak tahu berasal dari mana mendengung di telinganya. Kesadarannya terbangunkan saat menyadari ada pria asing yang memperhatikannya. Ia menoleh dengan pelan untuk mencari asal suara itu.

Pandangannya kabur melihat sosok lelaki bertubuh tinggi dan berbadan besar berdiri di ambang pintu kamar mandi. Lelaki yang hanya mengenakan handuk menutupi bagian pinggang dan lututnya berjalan mendekati ranjang. Rambutnya yang basah meneteskan setitik air satu demi satu. 

Gadis itu berupaya agar pandangan matanya menjadi jelas untuk melihat sosok lelaki yang ada di depannya. Sontak ia terkejut, "Kak Juan?" gumamnya memperjelas pandangan mata yang entah bagaimana masih tampak buram. Ia hanya menebak sosok lelaki yang hampir mirip dengan seseorang yang ia kenal dan berharap kalau lelaki yang berada di depannya sesuai dengan tebakan.

"Tidak! Kamu bukan Kak Juan ... siapa kamu?" lagi ia berucap setelah menyadari kalau lelaki yang kini telah berada di depannya bukanlah seseorang yang ia kenal.

Hal yang tak terduga terjadi dengan cepat saat lelaki yang berdiri di depannya mendorong tubuh mungil sang gadis dengan kedua tangannya yang kekar. Pandangan matanya yang haus akan hasrat membuat jakun yang tampak di batang lehernya bergerak naik turun.

Tubuh gadis itu kini terlentang dengan bebas di atas ranjang. Rasa sakit di bahunya akibat tindihan kedua tangan kokoh dari lelaki itu membuat tubuhnya tidak bisa bergerak. Ia terjebak dalam kekuatan yang maha dahsyat. Mungkin saja kalau keadaannya tidak selemah itu, ia bisa mendorong dan terbebas dari tindihan sang lelaki.

Lelaki itu menduduki tubuhnya yang terlentang dan memperhatikan betapa tersiksanya gadis yang di tindihnya. Ia seakan menikmati setiap embusan nafas yang tersengal-sengal saat dikeluarkan beriring dengan suara pelan. Selain menggeliat tak ada hal lain yang bisa di lakukan mangsanya untuk melawan. Dan hal itu semakin membuat tatapan matanya memanas. Membangkitkan keperkasaannya yang sudah aktif dan mengeras di bawah sana.

"Aku mohon ... lepaskan aku," lirih gadis itu diiringi dengan desahan nafas di setiap kata yang keluar dari bibir tipisnya.

"Bagaimana bisa aku melepaskanmu sebelum memulai permainannya."

Suara bas dari lelaki itu seakan menekan semua perlawanan yang hendak dilakukan sang gadis. Tangan kekarnya perlahan menyentuh pipi lembut gadis yang ada di bawahnya. Ia melanjutkan menggerakkan jemari tangannya ke bawah dan berhenti tepat di atas gundukan yang menonjolkan bulatan kecil yang masih terhalang oleh lingeri. Jari telunjuknya bermain mengitari bulatan kecil itu dan secara tiba-tiba menjepit bulatan kecil yang menonjol dengan kedua jarinya.

Gadis itu mengerang begitu merasakan hal aneh yang nikmat di puncak tubuhnya. Dia menggelengkan kepala seolah tak ingin lelaki itu menyentuh tubuhnya lebih jauh lagi. Namun tubuhnya berkata lain saat sentuhan demi sentuhan dijalankan perlahan.

Setiap sentuhan yang dijalankan mengalirkan suatu energi yang membuatnya bergidik. Secara tak sadar pun desahan kecil keluar dari bibirnya saat merasakan jepitan jari yang kini telah semakin kuat telah ditarik kasar ke atas.

Di rasakannya lagi keras jemari dari sang pemain perlahan mulai menyentuh pahanya. Dan tidak berhenti di sana, sentuhannya perlahan menerobos masuk ke sela paha dan menyentuh suatu bidang kecil yang menyembul di balik pakaian dalam yang menyimpan hal misterius bagi kaum hawa.

Tubuhnya merespon cepat dengan getaran yang meruntuhkan semua tulang-tulangnya yang kokoh. Ingin mati rasanya saat merasakan sentuhan dari pria asing yang mulai menjelajahi semua harta yang ia simpan dan jaga.

Dadanya terangkat ke atas saat merasakan jemari yang keras kini telah memutar di bidang kecilnya. Ingin sekali mulutnya berucap agar tindakan itu segera dihentikan, tapi sebuah rasa yang membuat dirinya nikmat membungkam mulutnya. Menjadikan lidah semakin kelu.

Kedua lututnya bahkan dibuat merapat saat tempo gerakan jemari yang dimainkan lelaki itu semakin cepat mengguncang bulatan kecil di dalam sana.

Lehernya memanjang merasakan hasrat sang lelaki telah membangkitkan hasratnya. Sesekali ia menyapukan lidah di permukaan bibirnya untuk menghilangkan kekeringan di sana.

Terasa basah dan hangat di bawah sana setelah beberapa kali jemari lelaki itu bermain dengan tempo yang perlahan-lahan semakin meningkat.

Melihat betapa tubuh gadis mungil itu sangat menikmati sentuhannya, lelaki itu meneroboskan kembali jemari tangannya ke dalam pakaian dalam yang tipis dan membuat gadis yang kini begitu lemas kembali mendesah.

Kali ini entah bagaimana ia akan mengutuki dirinya sendiri karena mulutnya tak berhenti mendesah merasakan kekuasaan lelaki itu telah menguasai pikiran dan akal sehatnya. Sesuatu yang bulat di bawah sana membuat suara lemasnya tak berhenti keluar. Rasa keram di kedua lututnya yang masih menempel dibuat terpisah oleh lelaki itu agar memperluas ia menggerakkan lengannya.

"Mmmm ... entah sudah berapa banyak lelaki yang menggunakan milikmu ini."

Suara bas yang serak terdengar menghancurkan kepribadian dirinya yang masih tersegel utuh dan belum pernah terjamah.

"A-aku mohon ... lepaskan aku," lirih gadis itu dengan suara kecil yang hampir tidak bisa terdengar.

Pandangan mata mengisyaratkan hal lain yang berbeda dari ucapan mulutnya. Entah sampai kapan lelaki itu ingin menyiksanya dengan permainan jarinya yang bertempo cepat.

"Sayang sekali, tubuhmu tidak bisa menolaknya," senyuman remeh beriring dengan manik hazel yang mengintimidasi tertuju padanya seolah membalas kalimat yang baru saja ia dengar.

Belum sempat gadis itu membalas perkataannya, mulutnya kini telah sembab dan hangat. Deru nafas yang hangat terhirup olehnya. Ia mencoba untuk mendorong lelaki yang kini berada di atasnya, tapi kedua tangannya tidak memiliki kekuatan untuk mendorongnya.

Sia-sia sudah perlawanan yang ia lakukan. Kini tubuhnya telah berhasil dikuasai lelaki itu. Permainan jemari tangannya dihentikan, mulutnya pun bergerak ke bawah dan mengecup pelan leher jenjang gadis itu. Kulitnya seperti tersengat oleh lebah jantan yang bergairah. Perih, tapi ada rasa nikmat yang tak bisa ia tolak. Bulu halus di rahangnya membuat sang gadis mencengkeram rambut sang lelaki.

Kreek!

Kreek!

Bersamaan dengan kecupan itu, lingeri yang berbahan brokat terkoyak. Tarikan dan robekan kasar yang mendengung di telinganya membuat tubuhnya bergidik. Kecupan terhenti, ia menegakkan badannya dan melanjutkan membuka seluruh kain yang menutupi tubuh dan aset indahnya Yang kini telah aktif dan siap untuk menerobos.

Gadis itu mencoba menahan dan berusaha menjepit agar pakaian dalamnya tidak bisa dilepaskan. Namun kekuatannya melemah, tangan kokoh sang lelaki dengan mudahnya menarik semua pakaian yang menutupi tubuh mulus di depan matanya.

"Aku mohon ... jangan lakukan itu," lagi gadis itu mengeluarkan suara pelan dengan wajah yang memelas.

Matanya terbuka kecil, pandangannya masih saja kabur. Ia sangat tersiksa tidak bisa mengenali siapa lelaki yang melakukan hal sekejam itu terhadapnya. Lebih tepatnya seperti apa wajah lelaki itu, biar ia bisa menuntut perlakuan bejat yang dilakukan terhadapnya.

"Jangan munafik! Bukankah gadis sepertimu menyukai hal ini?"

Kali ini kedua tangannya memegang dua buah yang membulat indah dan menggunung di dada gadis itu. Bulatan kecil yang berada di atas dua gunung kembarnya berdiri tegap dan berwarna merah muda. Ia memainkan keduanya dengan meremas pelan secara bersamaan.

Kini gadis itu sudah tidak melakukan perlawanan lagi. Ia seakan pasrah dengan apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Wajahnya terenyak ke atas ranjang saat merasakan bagian bulatan kecil di gunung kembarnya telah sembab dan hangat. Di sisi gunung yang lain jemari tangan lelaki itu tidak berhenti memelintir bulatan kecilnya, sedangkan sisi lainnya ada lidah yang dengan cepatnya bermain di bulatan itu.

Gadis itu mendesah merasakan permainannya. Tubuhnya benar-benar tidak bisa melakukan penolakan akan rasa itu. Panas terasa sedang menghancurkan kesadarannya.

Satu tangan lelaki itu kembali menerobos masuk ke dalam gundukan kecil di bawah sana dan memainkan kembali bulatan kecil di dalamnya. Kecepatan permainan jemarinya menghantarkan suatu energi listrik yang menyengat sampai ke tulang-tulangnya.

Gadis itu mendesah kuat menahan kedua rasa yang di berikan lelaki itu. Ia menjerit kuat saat merasakan bulatan kecil di atas gunungnya di gigit oleh lelaki itu. Rasa sakit di awal bercampur kenikmatan yang membuat lehernya semakin memanjang menahan segala rasa yang tak ada habisnya.

Tiba-tiba, satu dorongan yang menyentak dengan cepat tanpa permisi membuat dia mencengkeram di tubuh bagian belakang lelaki itu. Menahan perih yang sangat dahsyat di bawah sana. Sebuah benda tumpul yang keras telah menghancurkan pertahanan dan membuat cairan hangat mengalir keluar.

"Aaghhh! Sialan! Kau masih perawan?!" umpat lelaki itu dengan wajah kesal bercampur kenikmatan yang tiada duanya. Matanya memejam kuat sambil menegakkan kembali tubuhnya ke posisi semula.

Tak tahan dengan jepitan maha dahsyat yang menghimpit keperkasaannya, dia mengentakkan sekali lagi dengan kuat dan menariknya pelan. Merasakan kenikmatan begitu dia menarik dan mendorong masuk ke dalam sana.

Sementara sang lelaki bergelut dengan dorongan dan tarikan yang bertempo, gadis yang merasakan entakkan keperkasaan menjerit lemah.

"Ohh, jangan salahkan aku jika tidak menghancurkanmu sampai habis malam ini," gumam sang lelaki menaikkan tempo gerakkan pinggulnya semakin cepat.

Erangan lemah yang keluar dari mulut sang gadis membuat hasrat sang lelaki semakin terbakar. Kecepatan gerak pinggulnya semakin tak karuan. Dia menahan pundak sang gadis agar tak bergerak begitu entakkan kasar dan cepat dia lakukan.

"Aahhh .... ugghhhhh!"

Tembakan kuat memenuhi kedalaman sang gadis. Dia membenamkan keperkasaannya di dalam sana. Membiarkan semua cairan dikeluarkan semuanya sebelum ditarik kembali. Malam ini lelaki itu benar-benar menikmati kesucian sang gadis hingga beberapa kali puncak klimaks keluar dan membasahi dinding rahim sang gadis.

***

7 tahun kemudian ....

New York City.

Wilmar Group

"Amory Blossom!"

Seorang pria berkacamata dengan penampilan yang mungkin sudah hampir menginjak lima puluh tahun berdiri di depan pintu ruangan. Matanya memperhatikan beberapa gadis yang dudduk di hadapannya.

Dari baris kursi tunggu yang berjejer di sepanjang koridor itu seorang wanita muda berpenampilan rapi dengan warna rambut kecokelatan dan bergelombang yang dia uraikan jatuh ke bagian dadanya  berdiri dari tempat duduknya. Kemeja putih berlengan panjang yang dipadukan dengan celana kain berwarna hitam membuatnya terlihat sangat berwibawa.

"Amory?" lagi tanya lelaki itu memanggil namanya saat melihat Amory berdiri.

"Ia, Pak. Saya Amory," sahutnya dengan suara lembut dan berwibawa.

"Saya tahu. Ayo masuk, bos sudah menunggu."

Amory mengangguk pelan dengan senyumannya. Ia berjalan masuk ke dalam ruangan sambil membuang nafas panjangnya dan tetap berjalan di belakang lelaki yang mengajaknya masuk. Begitu melihat seorang lelaki muda yang duduk tegap di belakang meja kerjanya, senyuman di wajahnya ditebarkan. Ia mencoba menahan sudut mulutnya itu agar tetap melengkung dengan indah.

Seorang lelaki muda dengan sorot matanya yang tajam sedang menatapnya dengan wajah datar. Garis keningnya begitu hitam dan tebal, setara dengan menonjolnya batang hidung yang lebih tinggi dari dahinya. Bibirnya yang tertutup rapat bahkan terbentuk dengan nyata dan kontras, di tambah lagi dengan garis rahangnya yang membuat bentuk wajahnya begitu terpahat dengan indah. Jakun di lehernya bergerak naik turun secara perlahan dalam tatapan diamnya.

Ketika Amory duduk di depan lelaki itu, tangannya bergerak mengambil dokumen yang ada di atas mejanya. Garing keningnya mengerut saat melihat data diri Amory yang tertulis di atas kertas. Pandangan matanya seolah menyimpan sebuah pertanyaan yang membuatnya kebingungan.

"Nama kamu Amory Blossom?"

Suara bas yang keluar dari mulut lelaki itu mengisi keheningan di dalam ruangan. Ia kembali melirik ke arah Amory dan melanjutkan pertanyaannya.

"Ia Pak, saya Amory Blossom," sahutnya dengan tetap menatap lelaki itu tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya yang mulai tampak kaku.

"Kamu single parent's dengan status belum menikah? Di mana suamimu? Dan bagaimana nantinya kamu mengurus anak-anakmu jika kamu bekerja?" Lagi tanya lelaki itu dengan nada yang menekan sehingga membuat Amory mendatarkan garis bibirnya. Lengkungan di sudut mulutnya menghilang, bahkan tatapannya yang tadinya begitu lembut dan polos berubah menjadi tajam saat pertanyaan itu didengar oleh telinganya. Amory dengan beraninya menatap lelaki itu di saat sedang melakukan wawancara pekerjaan.

"Marlon ... kau boleh keluar, aku akan melanjutkan wawancaranya sendirian."

"Baik bos, eh, maksudku, Tuan," jawab Marlon dengan kaku lalu meninggalkan ruangan itu.

Lelaki yang berada di depan Amory kembali tersenyum menatapnya. Ia meletakkan dokumen yang ada di tangannya ke atas meja dan masih melengkungkan sudut mulutnya. Kini suasana di saat itu seperti terbalik, Amory kini menatapnya tajam seolah mengambil ekspresi lelaki itu di awal dia masuk. Tanpa rasa takut Amory masih menatapnya dan tidak mau mengeluarkan sepatah-kata pun di hadapan lelaki itu.