Hari berikutnya Amory tidak masuk kerja, ia sibuk merawat Lucy. Namun di hari itu demam Lucy telah turun, ia terlihat lebih bersemangat seperti biasanya. Ia bahkan membujuk Amory agar mau mengantarkannya ke sekolah karena merasa sudah sehat.
Amory mengunjungi Leandra lagi dan memintanya untuk menjemput kedua anaknya yang akan mulai bersekolah di hari berikutnya. Karena merasa jadwalnya memang tidak terlalu padat, Leandra menyetujui permintaan Amory..
Kini Amory bisa kembali bekerja lagi di perusahaan Logan, setelah mengantarkan kedua anaknya di sekolah. Ia menemui Logan di ruangannya, tapi saat itu Logan tidak berada di dalam kantornya. Dering ponselnya berbunyi, Logan menghubunginya dan menanyakan di mana Amory berada. Saat mengetahui Informasi yang di beritahukannya, Logan terdengar kesal lewat suaranya di hp. Ia bahkan meminta Amory untuk menyiapkan dokumen kontrak kerja sama mereka dengan beberapa perusahaan yang sudah ia tanda tangani.
***
"Apa ini?"
Tanya Amory bingung saat melihat bingkisan kotak yang baru saja di letakkan Logan di atas meja yang ada di depannya.
"Nanti malam akan ada acara pertemuan bagi seluruh pebisnis, dan aku mau kamu menemaniku ke acara itu."
"Tidak bisa! Itu sudah di luar dari pekerjaanku," tepis Amory membantah ajakkan Logan.
"Akan ada banyak pengusaha terkenal yang mau bernegosiasi denganku, dan tugasmu adalah mencari kelemahan mereka."
"Apa sekarang kau sedang memanfaatkanku lagi? Menjadikanku seperti gadis penyihir yang memikat lelaki?," bantah Amory menolak dengan tegas permintaan Logan.
"Tenang saja. Ini yang terakhir kalinya. Yang terpenting sekarang kamu harus menyiapkan penampilanmu secantik mungkin dan kalau perlu berpenampilanlah layaknya seorang penyihir penggoda" ucap Logan tersenyum sambil membuka penutup bingkisan kotak itu.
"Jadi kau sekarang ingin menjualku kepada rekan-rekan bisnismu?"
"Bukan seperti itu, hanya saja tidak adil bagi pengusaha sepertiku yang menjadi incaran para wanita-wanita cantik jika harus berdampingan dengan wanita yang berpenampilan tidak terlalu menarik sepertimu," balas Logan meledeknya.
Amory menatapnya kesal lalu melirik ke dalam bingkisan kotak yang ada di atas meja. Di lihatnya sebuah dress berwarna merah cerah yang tampak begitu mewah, bahan kainnya yang halus dan licin membuktikan betapa berkualitasnya dress itu. Bukan hanya itu saja, di atas dress itu telah di lengkapi dengan tas kecil dan sekotak perhiasan yang di set berpasangan dengan dressnya.
Ia mengeluarkannya dari dalam bingkisan agar bisa melihat keseluruhan model dress yang akan ia pakai. Matanya membulat besar saat melihat lengkungan yang dalam di bagian belakang dress itu. Jelas sekali jika dipakainya maka seluruh tubuh belakangnya akan terekspos sempurna, di tambah lagi lengkungan di bagian depannya jelas akan membuat pakaiannya melorot dan menampilkan belahan dua gundukan yang menonjol di tubuhnya.
"Maaf Amor. Aku tahu kau tidak terlalu menyukai warna merah, tapi untuk dress secantik ini akan sangat di sayangkan jika tidak kau gunakan di tubuh indahmu," Logan berucap pelan seolah sadar kalau ia telah menyinggung Amory.
"Fantastic! Meskipun warnanya tidak aku sukai, tapi modelnya sangat bagus."
Logan terkejut dengan ekspresi Amory, ia merasa lega karena tidak membuat Amory kesal dengan pilihannya.
"Kamu tenang saja, aku akan memastikan kalau aku akan cocok berdampingan denganmu. Anggap saja malam ini aku sedang membayar hutang kebaikan yang telah kau berikan pada kami."
Logan tersenyum puas, ia melirik ke dalam bingkisan dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi gugup. Saat Amory akan mengambil kotak bingkisannya, Logan menjauhkannya sehingga membuat Amory menyadari ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Logan.
Ia merampas kotak bingkisan itu dengan kuat dari tangan Logan. Sorot matanya menjadi tajam saat melihat pakaian dalam yang di angkatnya dari dalam kotak bingkisan itu. Logan melebarkan senyumannya untuk menenangkan Amory.
"Dasar mesum!" teriak Amory melemparkan kotak bingkisannya ke arah Logan.
Logan menangkis dengan kedua tangannya. Ia menjauh dari Amory dan berkata kalau semuanya adalah barang sepaket, jadi itu bukan kesalahannya.
"Bagaimana kau bisa memikirkan untuk membelinya? Dan bagaimana mungkin kau bisa tahu ukurannya?" Amory menggerutu kesal.
"Sejak awal aku memang tahu ukuranmu." Balas Logan santai.
"Kemari kau! Aku ingin menghajarmu," ucap Amory berjalan mendekatinya.
"Hentikan! Bagaimanapun aku masih bosmu, kau tidak boleh berlaku tidak sopan dengan atasanmu," sela Logan menghentikan langkah Amory.
"Bersiaplah, tiga jam lagi kita akan pergi. Dan aku tidak mau kau membuatku terlambat menghadiri acara itu."
Logan berlalu meninggalkan Amory di tengah-tengah rasa kesalnya. Meskipun Logan terdengar begitu nakal dan penggoda, tapi ia sama sekali tidak pernah melakukan hal-hal yang di luar batasannya terhadap Amory. Itu sebabnya Amory selalu berpikir kalau Logan adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab.
Amory kembali ke apartemennya. Sebelumnya ia menghubungi Leandra dan meminta tolong padanya untuk menjaga mereka satu malam ini karena ia harus lembur untuk menebus beberapa hari yang telah ia lewati. Ia tidak punya pilihan lain selain membohongi sahabatnya sendiri karena tidak mau hubungannya dengan Logan terekspos.
Satu jam mempersiapkan penampilannya, kini Amory telah berdiri di depan cermin besar untuk melihat penampilannya. Tubuhnya yang membentuk layaknya sebuah gitar terlihat begitu menggoda dalam balutan dress berwarna merah yang di pakainya. Garis belahan kedua gundukan di tubuhnya bahkan hampir terlihat. Panjang Dressnya yang menjuntai jatuh ke lantai menutupi bagian bawah tubuhnya. Namun saat ia menyampingkan tubuhnya, terlihat jelas belahan panjang dari tengah pahanya sampai ke bawah. Dress yang panjang itu seolah membuat orang yang melihat merasa penasaran dengan pemandangan di bawahnya. Di tambah lagi belahan panjang di dressnya itu hanya akan membuat mata para lelaki tidak berani berpaling.
"Dasar mesum! Bisa-bisanya dress yang kau pilihkan ini membuatku jatuh cinta pada diriku sendiri," gumam Amory merapikan kembali rambut cokelatnya yang telah ia ikat menggulung di bagian belakang kepalanya.
Beberapa rambut yang ikal jatuh bergelombang di samping pipinya. Dengan makeup sempurna yang tidak terlalu tebal mendukung penampilannya saat itu. Apalagi warna bibirnya yang sengaja ia berikan sentuhan lipstik berwarna merah yang sejajar dengan warna dressnya.
Bunyi bel menyadarkan dirinya dari lamunan kekaguman terhadap dirinya sendiri. Ia berjalan keluar kamar dan membukakan pintu yang sejak tadi terus berbunyi. Begitu pintu terbuka, Logan yang berdiri di ambang pintu malah terdiam menatapnya. Memang bukan baru pertama kali Logan melihat Amory berpenampilan seperti itu, tapi kali ini ia terlihat lebih bercahaya dan lebih menggoda dari biasanya.
"Logan? ... Logan? .... apa yang kau lihat? Apa kamu mau terlambat datang ke acaranya?"
"Tidak perlu. Aku tidak jadi pergi. Malam ini aku hanya ingin menggigitmu saja sampai habis," ucap Logan dengan pelan dan tak mau melepaskan tatapannya dari Amory.
"Berhenti bercanda, Logan. Rayuanmu tidak berpengaruh terhadapku," tepis Amory menatapnya kesal.
Logan tertawa kecil dengan penolakan Amory secara langsung. Tak mau membuat dirinya malu dengan penolakan itu, ia mengajak Amory pergi dengan menekuk sudut lengannya dan membiarkan Amory menggandeng tangannya itu.
Limosin hitam yang mengkilap membawa mereka pergi dari apartemen yang mewah menuju ke sebuah hotel mewah yang bangunannya menjulang tinggi ke atas bagaikan gedung pencakar langit. Dari jauh sudah terlihat begitu banyaknya orang-orang yang berkerumun di depan hotel itu. Sementara mobil mereka mengikuti beberapa mobil di depan yang berderet maju satu-persatu.
"Kenapa banyak sekali orang di depannya?" tanya Amory terlihat gugup.
"Menurutmu di acara besar seperti ini tidak akan menarik wartawan untuk berkunjung?"
"War-wartawan?"
Amory terdiam, bisa-bisanya dia melupakan hal itu. Ia menjadi gugup menyadari kalau hubungannya dengan Logan akan terekspos ke seluruh dunia. Dia mengkhawatirkan penjelasan apa yang akan dia berikan pada Leandra tentang kenyataan itu.
"Em, Logan, bagaimana kalau kita masuknya lewat jalan lain?"
"Tidak ada pintu masuk lain selain dari depan."
"Kalau begitu kau turun saja terlebih dahulu, aku akan menyusul saat kau sudah berada di dalam," ucap Amory mencari alasan agar ia bisa menghindari liputan dari para wartawan yang berkerumun itu.
"Tidak bisa! Kau tidak akan di izinkan masuk jika tidak bersamaku. Apa kau pikir ini acara amal?"
"Tapi kau tahu sendiri kan aku tidak bisa melakukannya."
"Itu urusanmu. Seharusnya kau memikirkan hal ini sebelum menyetujui permintaanku. Sekarang santailah dan berikan senyuman terindahmu di depan kamera. Kau akan menjadi perbincangan hangat di semua media," tepis Logan tersenyum kemenangan mengacuhkan kegugupan Amory.
Suara riuh dari luar mobil terdengar begitu berisik. Cahaya kilat dari kamera yang memotret berkali-kali terpancar. Mobil berhenti tepat di tengah-tengah kerumunan para wartawan yang hampir menggila karena kedatangan mereka. Pintu terbuka dan Logan segera keluar dari dalam mobilnya.
Sementara Amory berusaha mengendalikan perasaan gugupnya saat itu. Lututnya seakan gemetar untuk melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dalam hening gugupnya telapak tangan Logan muncul di sampingnya. Ia menarik panjang napasnya dan menyiapkan senyuman manisnya yang sengaja dia lebarkan agar bisa menutupi rasa gugupnya.
Di raihnya tangan Logan dengan kuat dan di jatuhkannya langkah pertamanya di atas karpet berwarna merah yang menjadi pengalas bagi jalan mereka. Logan menariknya keluar dari dalam mobil. Tubuhnya yang mungil segera merapat lekat ke dekapan pelukan Logan. Tangan Logan melingkar di pinggang kecilnya.
Amory sempat di kejutkan oleh kilat cahaya kamera yang memotretnya. Matanya sempat berkedip, tapi ia dengan sigapnya menguasai kelemahannya. Logan yang melingkarkan tangannya di pinggang Amory membawa tubuhnya berpaling ke beberapa arah untuk di potret oleh semua wartawan yang mengitari mereka.
Sementara Amory sendiri harus berupaya untuk berinteraksi dengan keadaan itu. Ia tersenyum manis dan membiarkan dirinya di potret bersama dengan Logan. Tangan Logan kembali meraih tubuh bagian belakangnya yang terekspos. Ia tersenyum melihat ke arah Amory dan mengisyaratkan padanya untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Dengan dress merah panjangnya dia berjalan dengan anggun dan berwibawa. Sungguh suasana yang menegangkan baginya. Untuk pertama kali ia berjalan bersama dengan Logan tanpa menyembunyikan lagi hubungan di antara mereka.
"Kau melakukannya dengan baik, Mrs. Blossom. Para wartawan juga menyukai penampilanmu malam ini," bisik Logan melirik dengan senyuman menggoda.
"Ya, mataku hampir juling menerima cahaya kamera mereka," balas Amory tersenyum paksa.
Begitu mereka masuk di dalam hotel sudah ada beberapa orang-orang penting yang sedang berdiskusi. Amory duduk di samping Logan. Ia bahkan merasa sangat beruntung karena bisa berada di tengah-tengah perkumpulan para pengusaha-pengusaha terkaya di NY.
Setelah acara resmi mereka selesai. Amory sedikit rileks, setidaknya dia sudah bisa bernapas dengan lega tanpa harus memperhatikan cara duduk para wanita kelas atas. Logan juga sudah menghilang setelah berpamitan dengannya untuk ke toilet.
"Hai ... apa aku bisa bergabung denganmu?"
Seorang lelaki yang berusia hampir lima puluh tahun datang mendekati Amory saat ia sedang menikmati minumannya.
"Oh, halo. Em, tentu saja," sahutnya tersenyum manis sambil mengarahkan tangannya ke kursi yang masih kosong.
Pikir Amory tidak ada salahnya juga jika ia menerima lelaki itu karena tidak akan sopan jika dia menolak seseorang di acara bergengsi seperti ini.
Lelaki itu segera duduk di sampingnya. Amory juga merespon kedatangannya dengan memberikan minuman kepadanya.
"Terima kasih ... oh ya, siapa kamu? Aku baru kali ini melihat wajahmu," tanya lelaki itu setelah selesai meneguk minumannya.
"Aku? ... em, aku bukan siapa-siapa di acara perkumpulan bergengsi seperti ini. Aku hanya datang bersama dengan Tuan Logan," jawab Amory memekarkan senyumannya.
"Logan? ... aku melihatnya tadi, dia mungkin ada sedikit urusan dengan seorang gadis cantik."
"Tidak apa-apa, aku bisa menunggunya di sini."
"Oh ya, Siapa nama Tuan? Rasanya sangat tidak sopan jika tidak mengetahui nama Tuan," lanjut Amory bertanya.
"Aku Frederick. Kau bisa memanggilku Erick, Nona—"
"Amory," sosornya memberitahukan namanya secara langsung.
"Nama yang indah, Nona Amory. Senang berjumpa denganmu."
"Oh ya, maaf kalau perbincangan kita singkat. Aku masih ada urusan," lagi Frederick berucap sambil berdiri dari kursinya.
"Tidak apa-apa, Tuan Erick. Aku mengerti," balas Amory memekarkan senyumannya.
Frederick merogoh sakunya dan meletakkan kartu namanya di atas meja sambil berkata, "Ini kartu namaku. Kau bisa menghubungiku untuk meminta tebusan pertemuan kita yang singkat ini."
"Tidak perlu Tuan Erick. Aku memahaminya," balas Amory mengambil kartu nama itu lalu menyodorkan kembali ke hadapan Frederick.
"Jangan menolaknya, simpanlah. Mungkin kau akan membutuhkannya suatu saat," ucap Frederick tersenyum lalu meninggalkan Amory dengan tangannya yang masih mengambang di atas udara.
Amory menarik kembali kartu nama itu dan meliriknya. Matanya membulat besar saat mengetahui kalau lelaki yang baru saja berbicara dengannya adalah orang terkaya di USA. Senyumannya kembali melebar dengan penuh kebanggaan saat mengetahui kalau orang nomor satu sendirilah yang menghampirinya terlebih dahulu.
"Amor! ... kau sangat bodoh! Kau bahkan menolak kartu namanya! Untung saja dia tidak tersinggung dan mengambil kembali kartu namanya," gumamnya menyalahkan kebodohan dirinya sendiri sambil menahan senyuman kemenangannya.
Dengan kegirangannya dia menyimpan kartu nama itu di dalam dompetnya. Pandangan matanya melirik ke kiri dan ke kanan untuk mencari Logan yang tak kunjung datang sejak tadi. Ia berdiri dari kursinya dan berjalan melewati kerumunan orang-orang.
Pandangan matanya tertuju ke satu arah, di mana Logan sedang menebarkan pesonanya di antara para wanita yang berada di sampingnya.
"Cih! ... dasar playboy!" gerutu Amory tersenyum sinis.
Dari jauh pandangan Logan tertuju padanya. Lelaki itu tersenyum kecil dan melanjutkan perbincangannya dengan para gadis yang berada di sekitarnya. Rasanya sangat aneh karena di tengah-tengah keramaian itu ia merasa kesepian seorang diri.
Melihat Logan yang sibuk dengan menebarkan pesonanya dan sepertinya dia tidak membutuhkan Amory lagi, akhirnya Amory memutuskan untuk kembali ke mejanya lagi. Namun saat hendak melewati keramaian itu, ia mendengar seseorang memanggil namanya. Langkahnya terhenti sejenak, ia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari dari mana asal suara yang memanggil namanya. Meskipun rasanya sangat mustahil baginya kalau ada seseorang yang mengenalnya di tempat itu selain Logan.