Wajah yang tampak kaget dan tubuh yang terperanjat membuat Sonia memegang bagian dadanya yang hampir loncat karena Edward tiba-tiba berkata di depannya. "Kamu sudah pulang?" jawab Sonia.
"Aku tanya siapa dia?"
"Jimmy, Chef restoran." Sonia menjawab sembari melenggangkan kakinya ke arah kulkas dan membuka pendingin makanan itu ia mengeluarkan sebuah jus jeruk kemasan dan menuangkannya ke dalam gelas.
"Jimmy yang mendapat beasiswa dari Ayahmu, karena dia merasa memiliki mata yang sama dengannya?"
Seketika Sonia tertawa mendengar penuturan Edward yang sama seperti yang dia katakan dulu.
Sonia tertawa terbahak-bahak. "Kamu mengingat ucapan ku yang itu?"
"Of course! All you say, always!"
Sonia hanya meneguk minuman di tangannya dan hanya berdehem saja.
Edward menggendong istrinya menuju lantai dua rumahnya. Dan langsung membaringkan Sonia di ranjangnya.
Hari demi hari mereka lalui semakin jarang bahkan Sonia mendapatkan hak nya sebagai seorang istri. Ia benar-benar menemani kesakitan hatinya dengan memasak dan menari balet di studio kesayangannya.
Edward juga lebih sering bepergian ke luar negeri untuk urusan bisnis dan pembangunan baru gedung di negara lain sekaligus berinvestasi.
Hari ini adalah hari kepulangan Edward dari Indonesia, ia bertemu dengan para investor dari sana juga. Ia mencari Sonia begitu tiba, para asisten rumah tangga nya mengatakan bahwa Sonia sedang di kamar.
Edward langsung bergegas, ia meninggalkan kopernya di lantai satu, namun membawa sebuah paper bag yang ia bawa spesial untuk sang istri.
Begitu membuka pintu kamar, Edward begitu kaget melihat Sonia terbaring tak berdaya di ujung ranjang dengan baju tersingkap. Ia menjatuhkan paper bag yang di bawanya. "Sayang kenapa? Sonia!" Edward menggerakkan tubuh istrinya itu.
Namun Sonia tidak menunjukkan tanda kesadarannya, lelaki yang khawatir itu akhirnya menggendong sang istri dan langsung melarikannya ke rumah sakit.
Para asisten yang melihat kaget karena tak mengetahui nyonya muda mereka pingsan.
Setelah mendapat pertolongan pertama dan sudah berada di kamar perawatan, Edward memegang tangan istrinya dan tidak bergegas sedikitpun.
Dokter sudah menjelaskan tadi bahwa Sonia pingsan karena dehidrasi dan stres. Sonia berpikir keras apa yang membuat istrinya sampai seperti ini, hal aneh jika sampai benar Sonia dehidrasi di rumahnya yang tidak mungkin kekurangan air, dan stres apa yang di alami istrinya yang memiliki segalanya, pertanyaan itu memenuhi kepala Edward.
Sonia membuka matanya, bibir pucat di wajah cantik itu mengucapkan sebuah kata."Dimana ini?" ucapnya, tangan yang di berikan selang infus ia letakan di kepalanya yang tampak sangat pusing.
Edward bangkit dari duduknya, ia membuka kancing atas kemejanya, lalu melipat bagian tangan bajunya sebatas sikut.
"Sayang, di rumah sakit sekarang kita di rumah sakit! Apa yang terjadi cintaku?" ucapan yang keluar dari bibir Edward mengandung kekhawatirannya.
Namun Sonia hanya menatap wajah lelaki yang terus ia hormati selama ini, ia menatapnya kosong. Edward juga menatap istrinya yang tak mengucapkan kata-kata apapun lagi setelah menanyakan ia dimana.
Sonia membalikan tubuhnya menghadap arah lain, dan tidak menjawab pertanyaan Edward. Air matanya meleleh begitu saja.
Edward bingung melihat sang istri, sampai malam tiba bahkan Sonia tidak ingin makan ia juga tidak mau meminum obatnya. Edward mengganti pakaiannya, ia menyuruh asistennya mengantarkan ke rumah sakit karena ia sudah pasti akan tidur menemani sang istri.
Sonia tetap tidak mau membuka pembicaraan, saat malam tiba Edward baik ke atas ranjang Sonia yang memang cukup lebar walau di tiduri berdua. Ia mendekap tubuh istrinya dan memeluknya dari belakang. "Sayang, tak apa jika tak mau bicara! Tapi jangan terlalu lama dan minum obatnya. Aku menyayangimu dengan sangat, Janan menyiksa diriku seperti ini!" Edward kemudian mengecup kepala belakang istrinya dan ia tidur sampai lagi di sana.
Sonia bangun lebih dulu, ia turun dari ranjang dan keluar tanpa melirik Edward yang tidur semalaman di ranjang itu dengannya. Ia mendorong penopang cairan infus yang menjalar ke tangannya, kemudian ia berjalan entah kemana.
Edward terbangun ia membuka mata namun tak menemukan sang istri.
Ia bangun dan mencari ke kamar mandi lalu ke luar ruangan, namun tidak ada istrinya di koridor. Edward akhirnya berjalan mencari keberadaan Sonia, langkahnya terhenti di sebuah koridor lain dimana istrinya sedang berdiri di depan sebuah ruangan dengan kaca besar, tatapan Sonia sangat teduh dan bahagia, senyuman nya tersungging menambah kecantikan paripurna nya.
Sonia meletakan tangan nya di kaca, ia melihat bayi-bayi yang berada di ruangan itu. Edward mendekati sang istri dengan hati-hati.
"Mereka sangat lucu sayangku!" ucap Edward.
Sonia melirik wajah yang berbicara dengannya. "Benar, mereka adalah sebuah keindahan. Aku kira aku bahagia memiliki semua apapun yang aku inginkan namun ternyata sesuatu yang aku inginkan adalah dia yang sangat sulit ku dapatkan, amat sangat menyakitkan!" Sonia membuka suaranya, namun kata-katanya juga sekaligus menampar Edward.
Mendengar istrinya berbicara begitu Edward tersadar bahwa Sonia menderita stres karena hal ini, ia juga sering mengatakannya, namun lagi-lagi Edward menganggap nya hal biasa.
Ia kemudian membawa Sonia kepelukannya dan meminta maaf, "Sayangku, aku minta maaf lagi dan lagi karena membiarkan mu bersedih lagi," Edward mencium pucuk kepala Sonia.
Kini Sonia membuat tangannya terkulai di samping badannya dan hanya menangis di pelukan Edward.
Kini giliran Edward yang melihat bayi-bayi itu, ia juga tergerak hatinya.
Setelah mengantar istrinya ke ruangan tadi dia tidur. Edward izin keluar pada Sonia, ia kemudian memasuki sebuah ruangan Dokter kandungan, ia akhirnya ingin mengecek kesehatannya, dan memberanikan diri tanpa sepengetahuan Sonia.
Akhirnya Edward menjalani serangkaian pemeriksaan dan mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya tidak ingin ia akui tentang ejakulasi dini. Dokter pun mengatakan diagnosis pada Edward. "Pak Edward dari hasil diagnosis sementara, dan di dukung gejala yang bapak sebutkan, bapak mengalami Azoospermia," ucap Dokter menjelaskan diagnosa.
Perasaan Edward sudah tidak enak, "Azoospermia?" ucapnya mengulang kata medis yang di ucapkan Dokter.
"Iya, Azoospermia. Azoospermia adalah kondisi di mana jumlah sperma yang terdapat pada air mani yang diproduksi sangat sedikit. Bahkan, bisa jadi tidak ada satupun sel sperma yang berhasil diproduksi. Hal ini menjadi penyebab pria tidak subur dan tidak bisa memiliki keturunan."
TIDAK bisa memiliki keturunan... tidak bisa memiliki keturunan... tidak bisa memiliki keturunan. Kata-kata itu terus terngiang di telinga Edward.
"Tapi untuk kepastian diagnosa saya akan memberikan bapak obat tolong di minum sampai habis, dan selanjutnya bapak datang lagi kesini untuk memastikan," lanjut Dokter.
Edward sudah lemas lebih dulu, namun ia memiliki harapan bahwa diagnosa Dokter itu salah! Edward tetap berpikir positif karena ia merasa sehat jasmani, mungkin ia hanya kelelahan karena banyak bekerja karena itulah tidak bertahan lama di ranjang dengan Sonia.
Edward mengambil resep dari Dokter dan keluar dari san, walau sekarang pikirannya hampir gila memikirkan ucapan Dokter.