"Steve kamu seharusnya menemani Katrine menyiapkan pernikahan, mengapa kamu malah terus bersantai di sini?"
Steve membenarkan posisi duduknya. "Ya, Ayah aku memang lebih sering di sini di banding di rumah bukan?" jawab Steve.
"Ayah tau, yang di pertanyakan adalah calon istrimu, bukan rumah Ayah," Mr. Leonardo sedikit kesal dengan jawaban putra sulungnya itu.
"Sonia, kita harus mengadakan makan malam karena sudah lama tidak berkumpul dengan keluarga besar, Ayah akan menghubungi orangtuamu dan mengundangnya juga!"
Sonia hanya mengangguk mendengar penuturan Ayahnya itu. Sementara Steve bersiap-siap agar tidak di paksa menemui Katrine.
Sonia tidak mengantar Ayah mertuanya ke depan karena perutnya tiba-tiba sedikit kram, Mr. Leonardo juga memaklumi! Hanya Steve yang mengantar Ayahnya itu.
"Steve, ayah harap kamu melakukan tugasmu dengan benar pernikahan ini harus lancar dan hebat agar saham perusahaan meroket seperti saat pernikahan Sonia dan Edward!" ucap Ayahnya sembari menepuk pundak Steve.
Anak sulungnya itu hanya tersenyum sedemikian rupa tanpa mengiyakan ucapan Ayahnya. Setelah mobil mewah yang di kendarai mr.leonardo hilang dari pandangan, Steve kembali ke dalam rumah sembari mengusap wajahnya.
"Apakah kamu benar-benar akan menikah?" ucapan Sonia langsung ia dengar begitu ia akan duduk di sofa.
Niatnya untuk menaruh tubuh di benda empuk itu ia gagalkan begitu saja dan langsung berjalan kemudian menekuk satu kakinya. "Son!" lirihnya sembari mendongak menatap mata Sonia.
Perempuan itu hanya menatap dengan diam tanpa sepatah kata pun.
"Jika aku memutuskan pergi, maukah kamu ikut denganku?" tanya Steve.
"Kemana?" jawab Sonia.
"Kemana pun, aku ingin pergi ke berbagai negara denganmu, menikmati hidup. Aku punya banyak tabungan dan itu cukup untuk membesarkan anak kita!"
Sonia menarik nafas, ia memikirkan bagaimana akan melakukan penerbangan jika kondisi nya hamil dan dari bulan ke bulan perutnya akan membesar.
"Tapi, aku butuh banyak istirahat dan olahraga ringan untuk kesehatan bayi kita! jika bepergian dengan pesawat aku khawatir akan kelelahan dan membahayakan Sachiko!" jelas Sonia.
Steve menggigit jari tangannya, ucapan Sonia ada benarnya juga. "Aku tidak ingin meninggalkan mu, aku ingin tetap di sini bahkan menemani kamu melahirkan! tapi..." ucapan Steve tergantung.
"Tapi apa?" sorot mata Sonia mengeluarkan penasaran.
"Tapi, aku tidak ingin menikahi Katrine aku bahkan tak mengenalnya sebelum itu!"
Sonia terdiam sejenak. "Kita sama, aku juga belum tahu bagaimana harus menghadapi Edward dia terlalu manis dan baik hati," raut kebingungan terpancar dari wajah Sonia.
Katrine bekerja seperti biasa setiap hari, entah itu foto iklan atau shooting acara ragam. Ia sangat menyukai itu. "Kat, kamu tidak pernah menelepon Steve sama sekali padahal kalian akan menikah beberapa hari lagi," ucap Sarah pada aktrisnya yang sedang sibuk mengukir alis.
"Ah, jangan bicara keras-keras nanti jika ada paparazi bahaya mereka akan mengikuti aku bahkan Steve 24 jam.
Paparazi adalah istilah dari bahasa Italia yang merujuk pada fotografer lepas yang sering membuntuti orang ternama atau orang terkenal untuk mengambil gambar atau foto dari orang tersebut tanpa disadari. Paparazi cendurung bekerja sendiri tanpa terikat dengan setiap perusahaan atau organisasi media massa.
Kepopuleran Katrine tentu akan sangat berharga fantastis untuk mereka, terutama lelaki yang akan menjadi suaminya itu adalah anak kolomerat yang juga pasti akan sangat di minati oleh netizen jika di jadikan tajuk utama dalam berita, Katrine sedikit tidak mengumbar itu agar calon suaminya tidak merasa tertekan karena di kejar oleh media itu di manapun, karena itulah ia menjaga privasi.
"Lagi pula bukankah hari ini adalah waktu yang tepat untuk aku menyuruh Steve datang, kami akan melihat bagaimana akan melakukan pernikahan di aula besar itu, tolong pasang keamanan ketat, dan hanya ada keluarga inti di dalam aula itu!" titah Katrine. Hari ini ia sudah mendambakan akan melakukan gladi bersih.
Steve mendapatkan telepon dari Mr. Leonardo, ia harus datang karena Ayahnya yang menyuruh bagaimana pun itu.
"Aku akan pergi melihat aula, ayah menyuruhku!" ucap Steve pada Sonia.
"Apakah gadis itu datang?"
"Tentu saja, dia pasti mencari ku beberapa hari ini"
Sonia melipat tangannya. "Kalau begitu aku ingin ikut," lanjutnya.
Steve menaikkan satu alisnya sembari tersenyum ia melihat kecemburuan dimata Sonia.
"Benarkah kamu ingin ikut apa karena kamu takut aku akan berpegangan tangan dengan nya?" goda Steve.
Sonia berjalan kemudian ia mendekat kearah Steve dan mendekatkan mulutnya ke telinga pria itu kemudian mengatakan."Bahkan kita sudah lebih daripada berpegangan tangan mana mungkin aku cemburu pada gadis itu!" jawabnya menahan gengsi.
Steve mengangguk kemudian, ia menyuruh Sonia berganti pakaian dan menunggu nya di dalam mobil.
Mereka berangkat ke aula dimana pernikahan Steve akan di gelar, walau di jalan Sonia berpikir keras mengapa Steve harus menuruti perintah Ayah nya jika dia akan membawanya pergi.
Mereka tiba di gedung pernikahan yang amat sangat mewah bahkan dua kali lebih mewah dari pernikahan Sonia dan Edward 2 tahun lalu.
"Ah, calon menantu kedua ayah sangat beruntung dia menikah di gedung paling mewah di New York!" lirih Sonia pada Steve begitu mobil nya berhenti di depan sana.
"Pada akhirnya menantu Ayah yang pertama lah yang paling beruntung!" ujar Steve membuat Sonia menepuk lengannya.
Steve dan Sonia memasuki aula di sana sudah ada Katrine dan Sarah sang asisten. "Sonia, kenapa kamu kesini?" tanya katrine.
Mendengar itu wajah Steve langsung menatapnya. "Maksudku, kenapa tidak bilang aku mungkin akan menyambut mu dari depan," lanjut Katrine mengubah ucapannya.
"Dia bosan di rumah lagi pula dia sedang hamil tidak boleh stres jadi aku mengajaknya untuk ikut kemari dia juga sedang tidak melakukan apa-apa!" jelas Steve.
Katrine mengangguk namun dengan setengah tidak suka.
"Sayang, ayo kita berjalan dari sana agar tidak kaku saat acara hari H nanti," kata Katrine.
Ucapannya membuat Sonia menatap perempuan itu lekat-lekat.
Mereka mulai berjalan, bahkan Katrine dengan sengaja memegang tangan Steve sementara Steve hanya fokus berjalan ke depan tanpa menghiraukan perempuan di sampingnya.
"lihatlah mereka sangat cocok!" ucap Sarah di samping Sonia.
''Biasa saja," lirih Sonia, membuat Sarah menatap nya.
Raut wajah Sonia sampai merah menahan kesal, begitu jam istirahat Sonia berkata pada Steve ingin pulang dengan raut wajah masam. Ia tak menjawab begitu Steve menanyakan alasannya.
Sonia melihat Katrine terus menempel pada Steve, ia berlari ke toilet. Melihat Sonia berlari hal itu membuat Steve sangat khawatir perempuan itu akan terpeleset sehingga ia mengikutinya ke toilet.
Tangan Sonia di pegang oleh Steve, aula itu jelas kosong hanya ada mereka saja."Kenapa kamu berlari, nanti kepeleset gimana?"
Sonia melepaskan tangan Steve. "Kamu senang bukan di sana?"
"Apanya?"
"Dengan si Katrine?"
"Tidak, jangan marah lagi ya kasian Sachiko,"
Sonia tetap marah. Ia bahkan tak bicara lagi.
"Dia hanya memegang tangan ku, kali begitu aku akan...
Sebuah ciuman melesat di bibir Sonia, dan mereka menyatukan bibir lembutnya. Selang beberapa menit suara toilet terdengar bergeser.
"Steve... " ucapnya tergantung karena kaku.