"..." = dialog
'...' = isi pikiran
(...) = tindakan
3rd POV
Benar-benar hal yang tidak terduga. Ihsan baru saja mengalami suatu cobaan yang sangat jarang untuk diberikan. Pergi ke dunia lain. Dalam pikirannya, banyak sekali pertanyaan yang mungkin tidak bisa dijawab oleh siapa pun saat ini.
Menghela nafas panjang, dia mencari sebuah cermin untuk melihat bentuk fisiknya saat ini. Melihat ke sekelilingnya, dia menemukan sebuah cermin kecil yang tergeletak di atas meja. Dia mengambilnya dan melihat rupa tubuhnya saat ini.
Saat ini tinggi Ihsan bisa dibilang sekitar satu meter lebih. Rambutnya berwarna hitam lurus, matanya merah berlian, dan proporsi tubuh yang gemuk.
Ihsan : "Kelihatannya anak ini keturunan Eropa. Umurnya mungkin sekitar tujuh atau delapan tahun. Mungkin aku tidak benar-benar ada di dunia lain. Hanya berpindah tubuh atau semacamnya.
Setelah menganalisa tubuh barunya, dia mencari barang yang berguna untuk dirinya. Prioritasnya sekarang adalah senjata dan juga peta. Dia tidak merasa lapar, jadi tidak masalah besar jika dia tidak menemukan makanan di tempat ini.
Setelah berkeliling dia menemukan sesuatu yang sedikit mengejutkan yaitu smartphone miliknya. Dugaan demi dugaan terus muncul di benaknya. Bagaimana bisa barang miliknya ikut terbawa ke tempat seperti ini. Tanpa berpikir panjang, dia mengambil smartphonenya.
Dia mencoba menyalakan smartphonenya dan ternyata berhasil. Ponsel tersebut juga memiliki sandi yang sama dengan ponsel miliknya. Hal pertama yang dia periksa adalah waktu dan tanggal. Saat dilihat dia sangat terkejut.
Ihsan : "6 Juli 872. Jadi aku jauh pergi ke masa lalu?"
Dia pun memeriksa sinyal di ponselnya dan melihat empat bar putih. Menandakan bagusnya sinyal di lokasi dia berada saat ini. Dia pun melihat aplikasi Google map. Dia mengetikkan lokasi rumahnya dan berapa jarak tempuh yang harus dia tuju. Setelah menunggu keluarlah hasil...
Mengangkat alisnya sebelah, dia mencari negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Jepang, Inggris, Jerman dan lainnya. Alhasil, tidak ada satu pun dari kata kunci tersebut yang cocok dengan lokasinya saat ini. Dia memang berada di dunia lain. Tapi apakah ada satelit di dunia ini?
Dia hanya mengangkat bahu dan mengambil sebuah pisau yang berada di atas meja. Mengingat bahwa saat ini masih waktu tengah malam, dia mencari tempat untuk tidur. Ihsan sendiri masih lelah dengan kejadian ini.
Ihsan berjalan menelusuri sebuah lorong. Tak lama berjalan, dia menemukan sebuah tangga yang menuju ke atas.
Ihsan : "Mungkin ada jalan keluar di atas sana. Lebih baik aku cek terlebih dahulu."
Ihsan menaiki anak tangga itu satu persatu sambil memegang ponselnya. Sesampainya di atas dia melihat sebuah aula yang cukup kecil tapi cukup untuk orang berkumpul. Di sana terdapat sedikit makanan. Meskipun hanya ada buah.
Melihat lagi ke sekitar, ruangan ini adalah ruangan utama yang terhubung dengan pintu keluar dari rumah ini. Api dari sebuah lilin masih menyala, gelas kaca tersusun rapi dan piring terlihat bersih. Ihsan pun mengambil sebuah gelas dan mencari sumber air.
Dia mendengar ada aliran sungai yang mengalir di luar rumah. Dia pun keluar menuju sungai kecil itu dan mencuci gelasnya. Dia tidak mau air yang diminumnya tercampur dengan alkohol. Saat selesai dia mengambil air dari sungai tersebut dan meminumnya.
Ihsan : "Bismillah."
Dia minum dengan perlahan dan berwudu sebelum kembali masuk ke dalam rumah. Tak tercium bau darah sedikit pun. Sebelum tidur dia melaksanakan salat sunah lebih dulu. Dua rakaat dia laksanakan dan hanya dengan taplak meja sebagai selimut dan meja sebagai kasur, Ihsan pun tertidur.
Alarm dari ponselnya berbunyi. Ihsan membuka kedua matanya dan berdoa. Tanpa membuang waktu, dia membawa gelas yang sudah dia pakai sebelum tidur dan pergi berwudhu. Ihsan memisahkan satu gelas untuk dia minum setelah salat nanti.
Ihsan pun berwudu di sana dimulai dengan membasuh kedua tangannya sambil bismillah. Dilanjutkan dengan berkumur sambil menghirup air dari hidung. Setelah itu Ihsan membasuh wajahnya lalu membasuh kedua lengan. Selanjutnya dia membasuh rambut dan juga telinga. Yang terakhir, dia membasuh kedua kakinya.
Sesudah berwudhu, Ihsan langsung pergi ke aula dan melihat smartphonenya untuk menentukan arah kiblat di sana tertera bahwa kiblat berada di arah timur 290 derajat. Ihsan pun memulai salat malamnya dia mau mulai dengan dua rakaat dan disusul dua rakaat lagi, lalu diakhiri dengan witir satu rakaat. Setelah selesai salat, Ihsan berdoa kepada Allah
Ihsan : "Ya Allah, jika ini memang benar cobaan dari engkau. Maka tunjukkanlah hamba jalan yang terbaik dan juga untuk orang tua hamba yang berada di dunia lain. Tolong jagalah dia, masalah ibadahnya, masalah keuangannya, dan juga semoga dia bisa lebih bahagia meskipun aku tidak ada di sana. Amiin."
Ihsan pun mengusap wajahnya. Waktu subuh hanya tinggal lima menit lagi. Ihsan berdzikir dan menutup matanya. Hanya ada angin dingin yang meniup tubuhnya dan suara jangkrik yang menghilangkan kesunyian di tempat ini.
Ihsan : "Astagfirullah... Cobaan yang benar-benar membingungkan."
Ihsan melihat waktu sudah menunjukkan saat yang tepat untuk adzan subuh. Ihsan pun berdiri dan bersiap untuk mengumandangkan adzan.
Ihsan : "
Allahuakbar, Allahuakbar
Allahuakbar, Allahuakbar
Ashadualailahaillallah
Ashadualailahaillallah
Ashaduannamuhammadarosuulullah
Ashaduannamuhammadarosuulullah
Hayya 'alassolah
Hayya 'alassolah
Hayya 'alalfala
Hayya 'alalfalah
Assolatuhoiruminannaum
Assolatuhoiruminannaum
Allahuakbar, Allahuakbar
la ilahaillallah."
Dia pun berdoa dan bersiap untuk salat. Ihsan menggunakan taplak meja sebagai sajadah dan memulai salat subuh. Dalam salatnya dia memulai dengan doa iftitah, dilanjut membaca surat Al-fatihah dan surat Al-baqarah. Di rakaat yang kedua dia membaca Al Fatihah dan juga surat Al-Falaq.
Ihsan pun sampai pada tahiyat akhir, dia menolehkan kepalanya ke kanan lalu ke kiri.
Ihsan : "Assalamualaikum Warahmatullahi. Assalamualaikum warahmatullahi."
Sesudah salam Ihsan mulai berdzikir. Mulai dari Tasbih, tahmid dan takbir. Lalu dia berdoa kembali.
Ihsan : "Ya Allah, tolonglah hamba yang sedang merasa bingung ini. Mengapa engkau membawa saya ke tempat yang mana Islam sama sekali tidak ada di dunia ini? Apakah ini hukuman atau cobaan ya Allah? Jika ini hukuman maka ampunilah hamba ya Allah dan jika ini cobaan maka bimbinglah saya agar bisa melalui cobaan ini ya Allah. Amiin." Ihsan pun mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Merasa perutnya perlu nutrisi, dia mengambil makanan yang ada di meja dan memakannya. Menu yang ia makan hanya pisang, anggur dan juga apel. Kebanyakan daging dan sayur tercium bau alkohol. Ihsan pun hanya memakan buah yang dia temukan.
Ihsan : "Alhamdulillah~. Sekarang lebih baik bagiku untuk menentukan di mana diriku saat ini."
Ihsan membuka aplikasi di ponselnya dan melihat di mana dirinya saat ini. Saat pencarian lokasi, dia melihat bahwa dirinya ada di dalam hutan dekat reruntuhan. Melihat lagi ke arah lain, ada sebuah kota yang jaraknya sekitar lima kilometer.
Dia memijat dagunya. Dengan perbekalan saat ini, Ihsan mungkin bisa selamat. Tapi belum tentu alam berkata demikian. Pasti ketika dia berjalan, akan ada binatang atau perampok yang menghalangi jalannya.
Ihsan : 'Risikonya terlalu tinggi untuk berjalan kaki. Mungkin aku harus menggunakan kuda atau semacamnya. Dan juga, peta yang ada di google map sangat berbeda dengan bumi yang aku tahu. Intinya aku benar-benar ada di dunia lain.'
Asumsinya semakin kuat. Dia tidak dijahili atau semacamnya. Hanya menghela nafas, Ihsan menyetel rute untuk bisa sampai ke kota.
Dia mengangguk pada diri sendiri dan mencari kendaraan secepat mungkin. Melangkahkan kakinya keluar bangunan, Ihsan mencari alat transportasi yang dia kira cocok untuk tubuhnya. Meskipun hal itu tidak mungkin.
Saat mencari di sekitar, Ihsan menemukan seekor kuda yang terikat di kandang. Kelihatannya memang hanya kuda ini yang bisa dia gunakan. Saat dilihat, kuda ini sudah dilengkapi dengan jok dan perlengkapan lainnya.
Ihsan : "Hanya ada itu saja ya? Baiklah, kurasa tidak ada pilihan lain " dia melepaskan ikatan kuda itu lalu mengajaknya keluar
Ihsan : "Kuda ini rupanya cukup jinak. Apakah kuda ini betina? Ya naik saja daripada membuang waktu." Dia mengambil kursi lalu menaiki kuda tersebut.
Berpikir bahwa dia akan berhasil, Ihsan langsung naik ke punggung kuda tersebut. Saat sudah berada di atas punggungnya, rupanya keseimbangan Ihsan tidak mendukung. Alhasil, dia terjatuh dari sang kuda.
Ihsan : "Allahu Akbar! Sakitnya Ya Allah, luar biasa! Untung tidak ada yang melihat. Juga, kenapa tubuh anak ini keseimbangannya payah sekali? Apa dia tidak pernah olahraga?"
Ihsan mencoba menaiki kuda itu lagi. Dia pun juga jatuh lagi. Hal itu berulang hingga sepuluh kali. Sang kuda yang melihat perjuangan Ihsan menurunkan tubuhnya. Dia seperti berkata : "Naiklah. Aku akan membantumu." Ihsan pun mencoba sekali lagi dan berhasil.
Ihsan : "Alhamdulillah. Terima kasih ya. Ini buah apel untukmu." Memberikan buah apel pada kuda
Ihsan dan kuda tersebut memulai perjalanan mereka menuju kota terdekat. Ihsan melihat berbagai macam keindahan di hutan ini. Pohonnya yang rindang, sungainya yang jernih, hewan-hewan berkeliaran bebas di alam liar. Hal ini menenangkan jiwanya.
Ihsan POV
Aku mengendarai kuda menuju kota terdekat. Yang kuperlukan saat ini adalah informasi. Siapa pemilik tubuh ini? Apakah dia anak bangsawan, rakyat biasa atau mungkin budak yang diperdagangkan? Entah. Yang jelas, aku hanya bisa memulai langkah pertama di dunia ini dengan mencari informasi.
Berbekal ponsel dan makanan seadanya, aku tidak yakin apa diriku bisa selamat sampai tujuan. Smartphone milikku menggunakan kekuatan solar untuk mengisi ulang baterai yang hilang. Kelihatannya benua ini sedang berada dalam musim panas. Jadi hal ini menguntungkan untukku.
Terus berjalan menyusuri jalan yang ada, aku dan kuda yang kukendarai beristirahat setiap dua kilometer. Dan sekarang kami hanya perlu menempuh jarak sekitar dua kilometer lagi untuk sampai ke kota.
Di tengah perjalanan, aku melihat ada seorang wanita yang mengenakan pakaian khas maid pingsan. Tak tahu apa yang terjadi padanya, aku mendekati dia dengan perlahan. Dia sepertinya kehausan. Dengan bantuan sang kuda, kami menyeretnya untuk duduk di pohon.
Ihsan : "Nona. Apa kau baik-baik saja?"
Dia tidak menjawab. Nafasnya tampak normal. Tampaknya dia kelelahan karena berjalan terlalu lama. Apalagi cuaca saat ini sedang panas.
Ihsan : "Nona, bisakah kau mendengarku?" aku mencoba menggoyangkan tubuhnya
Perlahan dia membuka matanya dan melihat padaku. Matanya membelalak seperti melihat hantu di siang bolong.
Wanita : "Tu-tuan Alex?"
Ihsan : "Siapa? 'Tunggu. Kenapa aku mengerti apa yang dia katakan?'"
Wanita : "Tu-tuan.. Anda masih hidup? Apakah tuan baik-baik saja?"
Dia terlihat seperti orang yang baru menyaksikan sebuah mukjizat.
Ihsan : "Mohon maaf sebelumnya. Tapi.. Siapa nona ini dan siapa itu Alex?"
Aku sedikit bingung dengan pertanyaan dari wanita ini. Tapi aku menyadari bahwa mungkin tubuh yang kupakai saat ini adalah tubuh milik Alex. Hanya itu saja kemungkinan yang ada.
Wanita : "Saya adalah Lily. Seorang maid di mansion keluarga Braumstein. Apa tuan tidak mengenali saya?"
Ihsan ---> Alex
Wanita ---> Lily
Alex : "Maafkan aku. Tapi aku tidak bisa mengingat siapa dirimu. Aku baru saja bebas dari sebuah ritual."
Lily : "Apa? Ri-ritual? Apakah tuan baik-baik saja? Tuan tidak terluka bukan? Tuan juga sepertinya hilang ingatan. Meski begitu tenang saja tuan, saya akan membawa anda pulang."
Alex : "Aku senang kau mau membawaku pulang, tapi apa kau yakin ingin membawaku pulang dengan keadaan seperti itu? Aku tidak ingin kau pingsan di perjalanan."
Lily : "Ma-maafkan saya tuan, semua pelayan dan pekerja di rumah mencari Anda. Saya tanpa sadar masuk ke dalam hutan tanpa makan dan minum sedikit pun. Mohon maafkan saya tuan."
Alex : "Aku bisa memaklumi hal itu. Yang lebih penting sekarang adalah kau harus minum air yang kubawa ini dan makan beberapa buah yang ada di tas kecil ini." Aku menyodorkan makanan dan minuman pada Lily
Lily : "Saya tidak bisa tuan! Ini bekal milik tuan. Saya tidak pantas memakan bekal milik tuan Alex."
Alisku berkedut saat itu juga. Lily rupanya agak gengsi dengan statusnya sebagai masyarakat kelas bawah. Kalau aku jahat, aku pasti sudah memukulnya. Setidaknya kan dia bisa mengatakan terima kasih.
Alex : "Minumlah, ini perintah dariku. Aku tidak mau ketika dalam perjalanan kau pingsan. Itu hanya akan merepotkan untukku."
Lily : "Ta-tapi.."
Alex : "Kau tidak dengar apa yang baru saja aku katakan? Ini perintah. 'Maafkan aku Lily. Tapi aku harus menekan sifat penakutmu itu.'"
Lily : "Ba-baiklah tuan. Saya akan segera mengonsumsinya."
Lily pun mengonsumsi perbekalan yang kuberikan. Tampaknya dia sangat kehausan meski tidak meminum semuanya. Setelah minum Lily pun berterima kasih padaku dan berniat membawaku pulang. Aku sendiri tidak punya pilihan selain mengikuti Lily.
Alex : "Ayo kita naik kuda ini. Kita bisa menghemat tenaga agar tidak kelelahan di jalan."
Lily : "Itu tidak perlu tuan. Saya akan menuntun Anda sambil berjalan kaki."
Alex : "Apa kau tidak bisa mengendarai kuda?"
Lily : "Saya bisa tuan. Tapi saya tidak berhak untuk menaiki kuda seperti tuan Alex."
Alex : "'Dia ini terlalu ribet dengan pikirannya. Apa kau tahu aku sudah jatuh sebanyak sepuluh kali saat menaiki kuda ini hah? KAU TAHU TIDAK!?' Aku ingin kau naik kuda denganku agar aku tidak terjatuh saat mengendarai kuda ini. Apa bisa dimengerti?"
Lily : "Ma-maafkan saya atas kesalahpahaman saya tuan Alex. Saya akan langsung naik kuda ini bersama Anda."
Alex : "(menghela nafas) Ya. Mohon bantuannya."
Kami pun langsung menaiki kuda tersebut dan memulai perjalanan menuju ke kota terdekat. Aku pun menanyakan identitasku pada Lily. Dalam penjelasannya, Lily mengatakan bahwa namaku adalah Alex Braumstein. Aku merupakan anak dari seorang bangsawan.
Yaitu Count Richard Braumstein yang merupakan ayahku dan Emilia Braumstein yang merupakan ibuku. Aku merupakan anak tunggal dari pasangan suami istri tersebut. Keluarga Braumstein sendiri tinggal di kota Brunhilde. Kota yang akan kami tuju.
Adapun untuk sistem pemerintahan di dunia ini adalah kerajaan. Masuk akal jika aku melihat status kebangsawanan Richard. Adapun nama dari kerajaan ini adalah kerajaan Eostra. Salah satu dari enam kerajaan terbesar di benua Utara.
Lily juga menyebutkan bahwa keluarga Braumstein merupakan salah satu dari keluarga bangsawan elite yang cukup terpandang. Aku sendiri merasa senang ketika mendengar bahwa Richard dan Emilia secara pribadi menolak keras alkohol dan lebihan/riba di lingkungan keluarga. Alhamdulillah.
Setelah satu jam mengendarai kuda bersama dengan Lily, aku bisa melihat sebuah kota yang cukup besar.
Alex : "Jadi ini kota Brunhilde? 'Kota yang cukup besar untuk peradaban Eropa.'"
Lily : '"Benar tuanku. Di kota inilah tuan Alex tinggal."
Alex : "(mengangguk) Aku mengerti. Jadi.. di mana tepatnya aku tinggal? 'Gak mungkin istana kan yah?'"
Lily : "Di sebelah selatan kota ini terdapat mansion besar milik keluarga Braumstein. Di sanalah Anda tinggal. Oh ya tuan. Bagaimana cara Anda bebas dari ritual itu?"
Dan pertanyaan yang harus aku jawab dengan kebohongan. Sesuatu yang sangat aku benci namun harus dilakukan. Ya Allah ampunilah hamba atas dosa ini.
Alex : "Ada seseorang yang menyelamatkanku. Dia seperti seorang wanita. Dia mengenakan zirah berwarna hitam dan dia bilang namanya adalah Black Rath. Dia menyelamatkanku dari ritual yang aneh."
Lily : "Ritual aneh? Apa maksud tuan... Jangan-jangan, ritual iblis!"
Alex : "Aku tidak tahu. Tapi sepertinya memang seperti itu."
Kami terus berbicara tentang apa aku baik-baik saja atau tidak. Dan tentu saja aku sering mengganti subjek pembicaraan kami. Di kota aku bisa melihat warga-warga melihat wajahku dengan pandangan benci. Hmmm... Mungkin pribadi anak ini membuat dia dibenci masyarakat.
Tak lama kami berkendara, kuda pun berhenti. Pintu gerbang besar berwarna putih mengkilap terpampang di hadapanku. Rupanya mansion ini besar juga. Tidak. Ini lebih besar dari bayanganku. Ada seorang penjaga membukakan gerbang dan Lily memandu kuda yang kami kendarai untuk masuk.
Tepat saat aku turun dari kuda... Banyak maid dan butler menghampiriku dengan cepat. Mereka semua memeriksa keadaan tubuhnya. Aku bisa melihat wajah panik mereka. Sepertinya Alex memang dibenci. Mereka melontarkan pertanyaan kepadaku namun Lily menenangkan mereka.
Aku bersyukur punya maid seperti ini. Lily menjelaskan tentang kondisi amnesiaku dan bagaimana aku hampir dijadikan tumbal untuk ritual iblis namun ada orang yang menyelamatkanku. Lily rupanya cukup bagus dalam mengingat apa yang orang lain ucapkan.
Lily : "Tuan Alex. Mari kita masuk ke dalam mansion. Saya yakin tuan dan nyonya sudah menanti kepulangan Anda."
Alex : "Aku mengerti. Mari kita masuk."
Para pelayan menuntunku masuk ke mansion. Aku sendiri merasa tidak nyaman dengan perlakuan seperti ini. Jujur saya aku lebih baik tinggal di hutan dan menjadi Tarzan. Saat memasuki aula yang cukup besar, ada dua sosok yang menghampiri diriku. Richard dan Emilia.
Richard memiliki perawakan yang gemuk yang luar biasa. Aku sampai berkedip beberapa kali sebelum memproses apa yang kulihat. Kulitnya putih namun sedikit coklat. Rambutnya sendiri berwarna hitam dengan mata berwarna kuning keemasan. Apa softlens sudah diciptakan?
Dari sampingnya terlihat seorang wanita cantik nan langsing ikut menyambut kedatanganku. Emilia. Dia memiliki rambut putih dan lembut seperti sutra. Matanya merah berlian dan hidungnya mancung. Dan sekarang aku tahu kalau mereka adalah orang tua kandung Alex. Cinta tak memandang fisik.
Richard : "Alex anakku! Kau baik-baik saja bukan? Kau tidak terluka kan?"
Emilia : "Alex, kamu pasti ketakutan ya? Tenang saja. Sekarang kamu sudah ada di rumah dan tidak akan ada orang lagi yang menyakiti kamu."
Alex : "'Aku lebih takut pada kalian yang tiba-tiba datang dan berbicara seperti orang tua yang posesif.' Aku baik-baik saja. Papa. Mama. 'Semoga tidak cringe.'"
Richard : "Baguslah kalau begitu. Lily, di mana kau menemukan putraku?"
Lily : "Saya menemukan tuan Alex di hutan. Sepertinya, dia kehilangan ingatannya."
Richard : "Apa? Tidak mungkin... Ini tidak mungkin! Lily! Bagaimana hal ini bisa terjadi kepada putraku?! Jawab!"
Lily : "(membungkuk) Maafkan saya tuan! Saya hanya tahu bahwa tuan Alex hampir menjadi tumbal untuk sebuah ritual iblis. Namun seseorang bernama Black Rath menolong tuan Alex. Maafkan saya tuan!"
Richard : "Black Rath? Siapa orang itu?"
Lily : "Saya tidak tahu tuan. Saya hanya mengetahui bahwa tuan Alex diselamatkan oleh orang itu. Hanya itu saja hal yang saya ketahui."
Richard : "Baiklah kalau begitu. Sekarang, siapkan pakaian ganti dan juga makanan untuk putra kesayanganku. (Melihat pada seorang butler) Dan juga cari keberadaan orang yang sudah menyelamatkan anakku. Aku perlu berterima kasih padanya."
Dalam hitungan detik, para pelayan langsung mengerjakan apa yang Richard perintahkan. Baju ganti seketika sudah siap dan makanan sudah tertata dengan rapi di meja makan. Aku terkesan dengan hebatnya respons pelayan di rumah ini.
Para maid yang sudah bersiap di posisi, langsung membawaku ke sebuah kamar dan mereka mau menelanjangi tubuhku. Aku menolak dan mengatakan aku malu dan bisa mengenakan pakaianku sendiri. Kurasa Alex terlalu manja dengan kehidupannya. Mungkin dia juga tidak punya rasa malu.
Bahkan aku ragu dia punya rasa malu. Saat para maid sudah keluar, aku segera mengganti pakaian dengan cepat. Yang tidak bisa kuterima adalah di dunia ini celana dalam tidak berbentuk segitiga namun lebih mirip celana pendek. Atau mungkin hanya wanita yang pakaian dalamnya segitiga?
Saat sudah selesai mengganti baju, aku memutuskan untuk bercermin. Pakaianku agak ketat tapi badanku masih bisa bergerak dengan bebas. Yah.. lumayan. Aku keluar dari kamar dan aku segera dibimbing oleh seorang maid menuju meja makan.
Saat duduk, di hadapanku ada lautan makanan yang sudah tersedia. Daging, sayur, buah, dan lainnya. Mulai dari hidangan pembuka sampai hidangan penutup semuanya ada. Awalnya aku sangat tergiur dan hampir sujud syukur. Tapi...
Tapi..
TAPIIIII....
Tepat di meja makan. Ada sebuah hidangan yang membuat nafsu makanku menghilang. Apalagi jika bukan daging BABI (maaf untuk penggemar daging babi). Daging yang haram untuk dimakan oleh seorang muslim kini ada di hadapanku. Berminyak dan juga licin.
Aku mencoba untuk melihat menu lain. Rupanya ada ikan panggang dan sayuran yang sudah ditumis.
Alex : "Tolong ambilkan aku ikan dan sayuran itu."
Butler : "Baik tuan."
Dia pun mengambil menu tersebut dan meletakkannya di piring makanku.
Alex : "Terima kasih."
Dia terlihat sangat kaget. Namun ekspresi wajahnya dia tahan dan kembali ke posisinya.
Richard : "Alex, kenapa kau hanya makan makanan itu saja? Coba kau lihat daging babi kesukaanmu itu. Lihat manisan melimpah yang ada di depanmu ini. Kau pasti sangat lapar kan?"
Emilia : "Papamu benar Alex. Kau harus banyak makan agar tubuhmu menjadi sehat."
Alex : "Baiklah Papa, Mama. Tapi bolehkah aku meminta sayur yang berbeda? Orang yang menyelamatkanku waktu itu memberiku sayur yang lezat saat aku lapar."
Richard : "Kau ingin sayur yang lain? Sayur apa itu?"
Alex : "Ummm... Warnanya jingga, rasanya manis dan juga bentuknya panjang."
Richard : Oh~~ Kau ingin makan wortel. Jill! Bawakan wortel yang sudah matang untuk anakku."
Jill : "Baik tuan. Akan segera saya siapkan."
Dengan sigap, butler bernama Jill langsung menghilang dari pandangan kami. Tidak untukku. Dia memang kelihatan cekatan daripada pelayan yang lain. Jill kembali membawa sepiring wortel kukus untukku.
Jill : "Silahkan tuan Alex. Nikmati selagi hangat."
Alex : "Terima kasih Jill. Aku sangat menghargainya."
Jill : "Sebuah kehormatan menerima kata-kata tersebut dari Anda."
Aku berdoa lalu makan hidangan yang kuinginkan. Aku bersyukur bisa makan seperti ini meskipun aku harus menjaga diriku dari hidangan seperti itu. Wortel ini sangat lembut di mulutku. Kurasa mereka memang handal dalam memasak sesuatu yang diinginkan oleh tuan mereka.
Dan tak perlu waktu lama, aku selesai dengan makananku.
Ihsan : "Alhamdulillahilladzi Ath'amana Wasaqana Waja'alana Muslimin. Amiin."
Selesai makan aku pergi menuju kamarku.
Time Skip
3rd POV
Alex/Ihsan berdiri di beranda kamarnya. Memandangi langit malam penuh bintang membuat dia bertanya-tanya.. "Apa ibuku baik-baik saja?"
Ihsan masih beradaptasi dengan tubuh Alex saat ini. Dia pun membuat beberapa rencana untuk merubah Alex secara total. Perlahan namun pasti. Sebuah buku dia letakkan di atas meja dan pena bulu yang dia pegang di tangan kanannya, membuat dia terlihat sedang ingin membuat sebuah karya seni.
Satu persatu rencana untuk masa depan ia tulis di buku tersebut. Tidak lupa beberapa poin dia masukkan untuk membantu dia berkembang di masa depan. Tidak tahu apakah dia bisa kembali atau tidak, inilah hidupnya sekarang.
Berada di Isekai untuk sebuah awal yang beda dari cerita protagonis di anime yang sudah dia tonton sebelumnya. Tujuan itu adalah..
.....Menyebarkan agama Islam.