Chereads / Muslim di Dunia Lain / Chapter 5 - Berburu

Chapter 5 - Berburu

POV Ketiga

Sudah dua minggu semenjak Ignis mengetahui semua rahasia Alex. Awalnya dia ingin melaporkan hal ini kepada Richard, namun dia tidak jadi melakukannya karena penasaran dengan agama Islam. Masalah ini pun berlalu dengan cukup baik.

Ignis yang berpengalaman dalam dunia politik kerajaan, meminta Alex untuk mempererat hubungan keluarga dengan kedua orang tuanya. Jika dia menjauh dari mereka, maka hal ini bisa dicurigai sebagai tindakan yang oleh mata-mata.

Memikirkan saat yang tepat, dia mendapatkan informasi dari trio maid tentang hari berburu bagi bangsawan untuk meluangkan waktu di pertengahan musim panas. Dia pun memutuskan untuk ikut serta dalam kegiatan ini.

Tanpa diduga, ternyata Richard dan Emilia memang ingin Alex untuk ikut bersama mereka dalam kegiatan ini. Untung saja Alex sudah hampir langsing, jadi dia merasa tenang. Tapi dia tidak bermalas-malasan. Dia berlatih sebelum saatnya tiba.

Di hari keberangkatan, Alex membawa banyak pisau kecil yang disembunyikan di balik pakaian dan juga sepatunya, bersiaga mana bila ada sesuatu yang tidak diinginkan. Alex sudah menjadi lebih gesit daripada anak seusianya. Dan itu pun menggunakan pemberat.

Alex juga bisa melakukan split dengan sempurna, dan itu berkat usaha yang dia capai dalam waktu satu bulan. Awal-awal latihan, Alex benar-benar merasakan penderitaan luar biasa dari usahanya melakukan split, namun kini semua itu sudah terbayarkan.

Dan saat ini, Alex beserta kedua orang tuanya berada di dalam kereta kuda yang sedang menuju hutan tempat para bangsawan berburu. Jarak tempuh dari mansion milik Richard menuju tempat berburu kurang lebih dua puluh kilometer. Dan waktu yang diperlukan kira-kira dua jam.

Alex hanya membayangkan betapa cepatnya kereta kuda ini. Di perjalanan dia hanya bisa berdzikir dan melihat betapa indahnya dunia ini tanpa teknologi masa depan. Sayangnya, pasti sering ada pertumpahan darah di tempat yang indah ini.

Alex : 'Hutan masih terlihat indah...'

Richard dan Emilia melihat putra mereka yang tersenyum sendiri tanpa alasan. Mereka hanya memiliki pikiran kotor tentang ini. Mereka pun berbisik satu sama lain.

Richard : "Putra kita benar-benar sudah tumbuh dengan cepat ya?"

Emilia : "Kau benar sayangku. Mungkinkah dia sedang memikirkan tunangannya?"

Richard : "Mungkin saja. Apa kau tidak lihat akhir-akhir ini dia sering tersenyum sendiri saat makan? Itu pasti jadi alasan mengapa dia seperti itu."

Emilia : "Fufu.. Tanpa dia tahu, kita sudah menyiapkan beberapa kejutan untuknya."

Richard : "Kau benar."

Mereka berdua pun hanya bisa tersenyum dan menunggu hingga saatnya tiba. Sebenarnya yang Alex pikirkan beberapa waktu lalu adakah mengenai ketiga maid yang sempat berdebat dengan Ignis. Hanya karena permasalahan ringan, mereka bertingkah seperti anak kecil dihadapannya.

Hal itu masih terulang di kepala Alex. Dia mencoba untuk tenang tapi tetap saja gagal. Tanpa disadari, mereka sampai di lokasi yang sudah ditentukan. Saat turun dari kereta kuda, banyak sekali bangsawan yang hadir di lokasi pertemuan di depan hutan berburu.

Nama hutan ini sendiri adalah Usarunomia. Tempat ini menjadi lokasi paling tepat untuk berburu hewan liar, selain tingkat bahaya yang di bawah kecil hutan ini juga merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Namun ada satu hal yang dia sadari, sama sekali tidak ada anak kecil di sini.

Semuanya hanya ada orang dewasa dan mereka pun sudah beruban. Sampai menunggu waktu berburu dimulai, dia duduk di samping ibunya.

Alex : 'Hanya ada orang dewasa. Apa anak bangsawan memiliki agenda tersendiri?'

Emilia : "Alex, nanti ketika kau ikut dengan ayahmu jangan pergi jauh dari rombongan. Ingat itu."

Alex : "Baikah mama. Aku akan mengingatnya."

Emilia : "Kamu tidak bosan memanggilku mama? Tapi mama sangat senang karena kamu selalu memanggilku mama. Mama harap kamu memanggil mama dengan manja nanti~." Memeluk Alex

Alex : "Mama, jangan memelukku di depan banyak orang! Aku malu. 'Apalagi mentalku masih seorang pria yang lebih tua darimu!'"

Emilia : "Tidak apa-apa Alex. Kau kan anak kesayangan mama."

Alex : "'Terserah.' Iya baiklah.. Oh iya, kenapa aku tidak melihat anak yang seumuran denganku?"

Emilia : "Itu karena anak seperti mereka tidak suka dengan kegiatan seperti ini. Mereka juga hanya bermain-main saja bukannya berburu. Mereka juga lebih malas dibandingkan dengan kamu yang semangat untuk diet. Coba lihat badanmu, kamu sekarang terlihat lebih langsing. Padahal mama masih ingin melihat kamu yang berbadan gemuk." Mencubit pipi Alex dengan gemas

Alex : "'Tolong berhenti berbicara seperti itu! Aku sudah menderita dengan tubuh kecil dan jika ditambah lagi, aku mungkin akan langsung stres. Terpaksalah aku berbohong lagi.' Aku tidak ingin kelihatan buruk di depan Sophia mama. Aku juga kesulitan bergerak jika tubuhku terlalu gemuk."

Emilia : "Ara ara~ Ternyata anak mama sudah besar ya? Baiklah, mama akan mendukung kamu agar Sophia semakin suka denganmu."

Di tengah-tengah perbincangan mereka berdua, ada seseorang yang menepuk pundak Alex. Memalingkan wajah ke belakang, dia melihat orang yang menepuk pundaknya tidak lain adalah tunangannya, Sophia.

Sophia : "Selamat pagi! Alex~."

Emilia langsung berkumpul dengan rombongan para ibu-ibu. Dia meninggalkan Alex berdua dengan Sophia.

Alex : "'Kurang ajar..' Selamat pagi juga Sophia. Bagaimana kabarmu?"

Sophia : "Aku baik-baik saja. Apa tuan Alex juga ikut untuk berburu?"

Alex : "Seperti yang kau lihat. Di mana ayahmu?"

Sophia : "Dia sedikit berbicara dengan bangsawan lain. Karena aku bosan, aku berkeliling dan akhirnya melihat tuan Alex yang sedang duduk bersama calon mertuaku."

Alex : "Ooh. Beg-"

Alex tiba-tiba merasakan hawa kebencian yang luar biasa kuat tertuju padanya. Dia melihat ke sekeliling dan saat itu juga, hawa kebencian itu hilang. Sophia yang bingung menyentuh Alex.

Sophia : "Ada apa tuan Alex?"

Alex : "Tidak ada. 'Sepertinya keputusanku untuk membawa pisau tersembunyi merupakan pilihan yang tepat.' Ayo kita kembali pada orang tua kita. Kurasa sebentar lagi acaranya akan segera dimulai."

Sophia : "Baiklah tuan Alex. 'Ada apa dengan tuan Alex. Wajahnya sama seperti ayah yang waktu itu bertarung dengan bangsawan dari kelas bawah.'"

Alex : 'Jika tatapan tadi ditujukan pada salah satu di antara kami, maka satu-satunya pilihan adalah dengan berpasangan. Ya Allah berikanlah perlindunganmu dari orang yang ingin berbuat jahat kepada kami.'

Time Skip

POV Alex

Waktu berburu pun sudah tiba. Para pria diwajibkan untuk berburu, sedangkan para istri bersantai di villa. Aku dan Sophia berada di kelompok yang sama. Bukan karena kebetulan, tapi itu karena Richard dan Eric ingin kami menjalin hubungan yang lebih dekat.

Dasar orang tua. Berbicara tentang berburu, hal ini selalu identik dengan panah dan juga busur. Tidak lupa tali tambang untuk mengikat hasil buruan yang sudah didapat. Hutan yang akan digunakan adalah hutan Usarunomia.

Dahulu hutan ini dihuni oleh salah satu dari dua puluh binatang suci, tapi karena suatu hal dia meninggalkan tempat ini. Lantas hutan ini menjadi hutan normal. Aku dan Sophia berada di tengah rombongan agar tidak tersesat.

Hutan ini cukup lebat dan juga sangat rimbun. Bisa dipastikan bahwa hutan ini hanya dipakai beberapa kali dalam setahun. Ekosistem yang ada benar-benar dibiarkan seperti apa adanya. Apa ada peraturan khusus mengenai hal ini?

Di tengah-tengah perjalanan, kami berhenti sejenak. Ada salah satu dari bangsawan yang maju dan mengangkat tangannya dengan lurus kira-kira sepundak. Awalnya aku melihat lingkaran yang samar, tapi kemudian menghilang. Sihir? Saat aku ingin bertanya, Sophia mendahuluiku untuk bertanya.

Sophia : "Ayah, apa yang baru saja yang dilakukan olehnya?"

Eric : "Dia saat ini sedang menggunakan sihir pelacak. Dengan sihir ini, kita bisa mendeteksi sesuatu dalam radius tertentu."

Richard : "Semua orang bisa menggunakan sihir ini termasuk kami. Tapi ada skill khusus yang bernama . Hanya orang dengan atau yang bisa memiliki skill khusus ini. Area pencarian juga lebih luas."

Sophia : "Jadi begitu.."

Orang yang menggunakan sihir tadi mengisyaratkan pada bangsawan untuk mempersiapkan busur mereka. Benar saja ada hewan yang tertembak. Sophia terlihat kagum dengan kemampuan yang dimiliki oleh bangsawan itu.

Sophia : "Tuan Alex! Lihat sihir itu! Aku jadi ingin mencobanya."

Alex : "Hmm.."

Tentu saja aku tidak memberikan komentar dan hanya memberikan ekspresi wajah palsu. Sihir itu pada dasarnya menipu mata. Hanya sekedar ilusi yang bahkan dapat membuat orang menjadi gila. Suatu saat Nabi Muhammad pernah terkena sihir.

Dia merasa bahwa pada suatu hari dia sudah meniduri istrinya. Tapi pada kenyataannya sama sekali belum. Hal ini yang membuatku tidak mau menggunakan sihir atau pun menyukai. Tentu saja aku tidak membenci, aku hanya bersifat netral terhadap sihir dalam segi keilmuan dan juga praktik.

Sophia : "Ayah, siapa bangsawan yang menggunakan sihir tadi?"

Eric : "Dia adalah Count Siegfrid Eldorado. Seorang mantan petualang dan juga seorang komandan kesatria di kerajaan ini. Awalnya Seigfrid hanyalah orang desa biasa, namun setelah bertahun-tahun lamanya dia berhasil mencapai titik ini. Siegfrid juga merupakan salah satu penemu sihir tingkat tinggi yang dinamakan ."

Richard : "Dia juga merupakan orang yang ramah. Jadi jangan malu-malu jika ingin bertanya kepadanya."

Eric : "Bagaimana jika kita minta dia untuk mengajari putra putri kita?"

Richard : "Ide yang bagus! Hei Siegfrid!"

Ayahku memanggil Siegfrid yang secara penampilan memang memiliki kharisma yang cukup tinggi. Siegfrid sendiri memiliki tinggi badan sekitar hampir dua meter. Rambutnya berwarna coklat tua dengan mata yang agak kecil. Hidungnya mancung dan dia memiliki janggut yang terukur dengan rapi.

Dia datang kepada kami dan berbicara dengan Eric dan Richard. Perasaanku sedikit tidak nyaman dengan kehadirannya. Dia sepertinya seorang pengamat yang cukup tajam. Cara dia berbicara menunjukkan bahwa dia berhati-hati terhadap orang yang ada di sekitarnya.

Richard : "Ini putraku, Alex Braumstein."

Alex : "Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda."

Eric : "Dan ini putriku, Sophia Lawson. Tunangannya Alex."

Sophia : "Salam kenal untuk Count Siegfrid."

Dia diam sebentar lalu tertawa. Ekspresinya berubah menjadi santai. Apa-apaan orang ini? Apa dia tidak merasa aneh dengan sikap anak seusia kami yang bisa sopan seperti layaknya orang dewasa? Tapi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan sedikit pun kewaspadaan terhadap kami.

Siegfrid : "Anak-anak yang sangat menarik. Jadi kalian ingin belajar sihir deteksi?"

Alex dan Sophia : "Ya kami mau!"

Aku terpaksa ikut untuk menutup kecurigaan yang ada. Indera pendengaran yang kumiliki cukup tajam, jadi insya Allah tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

Alex : "Tolong bantuannya."

Siegfrid : "Ah, jangan terlalu formal. Panggil saja aku paman."

Alex : "Baiklah paman."

Aku bisa mendengar kedua orang tua di belakangku ini menahan tawa mereka. Aku melihat mata kiri Siegfrid yang berkedut saat aku mengatakannya. Tentu saja aku hanya bisa tersenyum dengan perasaan tak bersalah.

Siegfrid : "Anak yang dapat beradaptasi dengan cepat. Anakmu memang beda dengan yang lain Richard. Tidak seperti orang yang kutahu."

Wajahnya kesal

Richard : "Anakku ini memang berbeda. Nah temanku, ajarkan kedua anak ini mengenai sihir deteksi. Yang mudah saja."

Siegfrid : "Kau sedang berbicara dengan ahli sihir deteksi Richard. Nah kalian berdua, ayo kita mulai."

Kami mengangguk dan mulai mendengarkan instruksi dari Siegfrid. Paman Siegfrid. Apa dia sudah menikah? Aku sendiri tidak tahu.

Siegfrid mulai mengajari kami cara menggunakan sihir deteksi. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah merasakan mana di sekitar tubuhmu. Lalu saat kau sudah merasakannya, alirkan mana tersebut di kedua tanganmu. Jika sudah arahkan kedua tanganmu pada lokasi yang ingin dideteksi.

Tidak perlu mantra ataupun kata sihir seperti yang dilakukan oleh Harry Potter. Hanya perlu gerakan fisik saja sudah bisa menggunakan sihir ini. Sophia yang pertama kali melakukannya. Dia menarik nafas dalam-dalam dan memulainya.

Beberapa detik kemudian, dia membuka mata dan menunjuk pada satu arah.

Sophia : "Ada dua ekor rusa di balik tiga pohon arah timur laut."

Siegfrid : "Benar sekali!"

Eric : "Kerja bagus Sophia."

Alex : "Kau hebat."

Sophia : "I-itu bukan apa-apa!"

Heh.. Tsundere. Kami pun pergi menuju arah yang ditunjuk oleh Sophia dan berhasil menangkap seekor rusa. Satu ekor lagi berhasil kabur dari anak panah kami. Siegfrid pun melihat aku dengan alisnya yang dinaikkan beberapa kali.

Siegfrid : "Jangan mau kalah dengan tunanganmu~"

Sophia : "Tuan Alex pasti bisa!"

Ya, aku bisa gila. Tidak punya pilihan lain, aku hanya bisa mengandalkan panca indera yang kumiliki saat ini.

Alex : "Bismillah."

Tentunya aku mengatakan ini dengan berbisik. Menarik nafas dalam-dalam dan aku pun siap. Mengambil beberapa langkah ke depan, aku berlutut dan membentangkan kedua tanganku ke samping. Yang kulakukan saat ini adalah mempertajam indra pendengaran dan juga peraba.

Kulit di telapak tanganku selalu kurendam di air hangat, jadi pori-pori telapakku bisa merasakan getaran udara dengan lebih efektif. Aku menunggu sekitar sepuluh sampai dua puluh detik. Satu.. lima... tiga puluh hewan ada di sekitar kami. Aku pun berdiri.

Alex : "Ada satu kawanan rusa sekitar lima puluh meter di arah utara. Jumlahnya kurang lebih tujuh sampai sembilan ekor. Di balik pepohonan terdapat hewan kecil seperti kelinci dan juga landak. Di atas kita terdapat sarang burung walet."

Aku pun berbalik dan melihat wajah kaget dari mereka semua. Mereka berkedip beberapa kali sebelum akhirnya bergegas menuju arah yang kukatakan tadi. Siegfrid memberikan tepuk tangan dan mengacak rambutku.

Siegfrid : "Tanpa lingkaran sihir dan juga hasil yang sempurna. Richard, anakmu memiliki bakat yang luar biasa. Dia bisa menjadi salah satu dari kesatria suci suatu saat di masa depan."

Sophia : "Apa tuan Alex dengar hal itu? Itu sangat hebat!"

Eric : "Seperti yang kuharapkan dari calon menantuku. Tidak bisakah kita menikahkan mereka sekarang?"

Richard : "Hahahaha! Sabarlah wahai temanku. Mereka masih belum mengerti, biarkan saja mereka tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Kau juga tidak mau terlalu cepat mempunyai cucu bukan?"

Dan inilah percakapan orang tua yang sama persis di seluruh dunia. Sophia menunduk malu karena mendengar hal itu. Kami pun segera pergi menuju lokasi di mana rusa tadi berada. Para orang dewasa berhasil menangkap semua rusa yang tadi kutemukan.

Aku hanya melihat dari kejauhan dan Sophia mendekatiku. Dia terlihat seperti ingin menanyakan tentang sesuatu.

Sophia : "Tuan Alex, apa rahasianya sampai tuan Alex bisa mendeteksi dengan hebat seperti itu."

Alex "Ikut aku. Tidak baik berbicara di dekat banyak orang."

Dia mengangguk dan kami pergi ke balik semak-semak dan duduk berdua.

Alex : "Sebenarnya aku sama sekali tidak menggunakan sihir."

Sophia : "Jadi bagaimana tuan Alex bisa melakukan hal itu?"

Alex : "Aku mengandalkan panca Indra yang kumiliki. Aku menajamkan pendengaran dan juga peraba di telapak tanganku. Jadi aku bisa dengan mudah melakukannya. Ini juga termasuk dalam latihan bela diri yang saat ini kujalani."

Sophia : "Jadi begitu. Tapi kenapa tuan Alex tidak menggunakan sihir sama sekali?"

Alex : "Itu karena secara perlahan, sihir membuat panca indra kita menjadi lemah. Coba bayangkan saja orang yang terbiasa menguatkan fisiknya dengan sihir. Saat sihirnya habis, dia pasti tidak dapat melakukan apa-apa. Itu sebabnya aku tidak menggunakan sihir sama sekali."

Sophia : "Aku mengerti."

Alex : "Kalau begitu, tolong rahasiakan hal ini dari semua orang ya? Anggap saja ini rahasia kita berdua sebagai suami istri di masa depan."

Sophia : "Su-suami istri?!"

Aku bisa melihat dia seperti mengeluarkan uap dari kepalanya. Dia hanya mengangguk tapi masih baper dengan perkataanku tadi. Kami pun kembali menuju rombongan kami tapi sayangnya, mereka sudah pergi meninggalkan kami.

Aneh, harusnya mereka langsung mencari kami berdua saat tidak ada dalam pantauan mereka. Aku harus menaikkan penjagaanku saat ini. Pisau kecil yang kubawa saat ini hanya ada tiga puluh buah. Setengahnya ada di kedua lenganku.

Sophia : "Ayah..."

Alex : "Tenang saja. Kita berdua pasti akan menemukan mereka lagi."

Sophia : "Tapi.."

Alex : "Kau boleh memegang tanganku kalau kau takut."

Tentunya tidak ada yang salah dengan hal ini. Aku adalah orang dewasa dan Sophia merupakan anak kecil. Tidak ada dosa sama sekali. Juga, dia belum masa pubertas jadi aman. Sophia mencoba meraih tanganku tapi agak ragu.

Aku pun langsung meraih tangannya dan kami berjalan bersama-sama. Rasanya seperti jalan-jalan dengan keponakan yang ada di kampung. Apa kira-kira mereka sehat ya?

3rd POV

Alex : "Ayah~! Paman Siegfrid~!

Sophia : "Kalian ada di mana?"

Alex dan Sophia saat ini sedang berjalan bersama-sama untuk mencari rombongan pemburu yang secara tidak sengaja meninggalkan mereka. Mereka berjalan dan terus berjalan tapi masih belum mendapatkan hasil. Namun tiba-tiba Alex mendapatkan perasaan tidak nyaman yang mengganggunya.

Alex : 'Ada orang yang mengawasi kami. Tapi di mana?'

Sophia : "Tuan Alex, apa kau dengar suara itu?"

Alex : "Suara? 'Apa itu suara musuh? Bukan, itu suara dari hewan yang kurasa kelelahan.' Ayo kita lihat."

Alex dan Sophia pun mendekati sumber suara secara perlahan. Asalnya datang dari balik semak-semak dekat pohon. Saat dilihat, rupanya ada seekor anak kucing terbaring dengan lemasnya. Sophia merasa simpati dan dia ingin menolong anak kucing ini.

Alex : "Aku kebetulan membawa bekal berupa air minum. Coba kita berikan padanya."

Sophia : "Aku akan coba memberikannya."

Alex : 'Semoga dengan sadaqah air ini, kucing kecil yang lemas ini bisa sehat lagi.'

Alex melakukannya karena mengingat sebuah dalil.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."

Kucing tersebut rupanya hanya kehausan saja dan dia mengendus wajah Sophia. Sophia hanya merasa geli saat kucing itu melakukannya. Kucing ini sendiri memiliki bulu warna putih di seluruh tubuhnya. Telinganya tidak terlalu runcing dan matanya yang cukup unik karena memiliki dua warna.

Tapi tanpa ada peringatan apa-apa, ada sebuah pisau yang melesat ke arah Sophia.

TRANG!

Sophia : "Kyaa!"

Alex menangkis pisau itu dan menangkapnya. Pisau ini bukan pisau sembarangan. Ini pisau yang sudah dilumuri dengan racun.

Alex : "Siapa di sana?!"

Dari balik pohon, muncul beberapa sosok yang asing di mata kedua anak ini. Seorang bangsawan dan dua orang asing yang tidak dikenal. Alex menganalisa wajah bangsawan yang menyerang mereka.

Alex : "Baron Howard Carter."

Howard : "Kepung kedua anak ini!"

Kedua orang yang berada di belakang Howard langsung berada di sisi kanan dan kiri mereka berdua.

Alex : "Sophia, tetap berada di belakangku dan jangan sekali-kali kau mencoba untuk menjauh."

Sophia : "Tuan Alex, mereka ini siapa? Kenapa mereka menyerang kita?"

Alex : "Dia ini salah satu bangsawan yang ada di rombongan kita. Baron Howard Carter. Apa itu benar?"

Alex masih menggunakan pisau yang dilemparkan kepada Sophia tadi.

Howard : "Rupanya anak haram sepertimu punya keberanian yang cukup besar. Ya, aku adalah Howard."

Alex : "'Anak haram hah? Masih banyak sesuatu yang tidak kuketahui soal tubuh ini rupanya.' Aku terima pujian hangatnya. Tapi bisakah tuan menjelaskan kepada kami tentang apa yang sedang Anda lakukan sekarang, Baron Howard?"

Howard : "Aku tidak perlu menjelaskan apa-apa kepada kalian para bocah ingusan. Kalian lebih baik mati dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku."

Alex : "Ho? Cukup menarik untuk mendengar hal seperti ini dari orang yang gagal membunuh kami di percobaan pertama. Aku bisa mengetahui bahwa kedua orang ini adalah pembunuh bayaran yang sudah kau sewa. Tapi apa mereka memang berpengalaman dalam membunuh? Aku sangat meragukan kemampuan mereka."

Kedua pembunuh bayaran itu terlihat kesal begitu juga Howard.

Howard : "Dasar anak yang tidak sopan! Rupanya kau memang harus kulenyapkan. Kalian berdua, habisi kedua anak ini."

Dia pun pergi meninggalkan mereka. Alex merasa bahwa Howard terlalu percaya diri. Tapi untuk sekarang, dia harus fokus dengan dua pembunuh bayaran yang mengepung dirinya dan juga Sophia.

Pembunuh bayaran = PB

PB 1 dan 2 : "Baik!"

PB 1 : "Sayang sekali yang gadis masih cantik."

PB 2 : "Fokuslah terlebih dahulu, kita bunuh dulu yang laki-laki lalu kita bermain dengan yang cantik."

PB 1 : "Dengan senang hati."

Sophia langsung bersembunyi di dalam sebuah celah di pohon yang ada di belakangnya. Kedua PB langsung maju menerjang Alex dengan pisau di tangan mereka. Alex memfokuskan dirinya dan menunggu mereka sampai saatnya tiba.

PB 1 : "Rasakan ini bocah!"

Kedua PB menyerang Alex bersamaan. Kedua pisau itu semakin dekat dengan kepalanya, namun Alex hanya menghindar dengan tepat menuju sisi dalam si PB 1. Tidak membuang waktu sedikit pun, Alex menggunakan pisaunya untuk memotong urat nadi si PB 1 yang terletak di tangannya.

PB 1 : "AH! Tanganku!"

Alex tidak berhenti sampai di situ, dia memberikan tendangan yang mengenai dagunya. Alex langsung menjaga jarak dan membiarkan dia mati karena racun yang terdapat di pisau tadi.

Alex : 'Dia akan mati dengan perlahan. Racun yang sudah kutebaskan di urat nadi pergelangan tangannya akan membuat dia mati instan. Hanya tinggal menunggu racunnya bekerja dengan baik.'

Alex merasakan bahaya dan menunduk secepat mungkin. Benar saja, PB yang satu lagi sudah mengincar kepalanya. Gerakan Alex dan PB ini sangat cepat dan mereka saling adu serang dan juga menghindar.

PB 2 : 'Anak ini terlalu cepat. Dia bisa mengimbangi kecepatanku dan menghindar dengan sempurna.'

Alex : 'Orang ini sudah terlatih dalam pertarungan jarak dekat. Dia juga tahu ke mana aku arah pertarungan ini.'

Alex dan PB 2 : 'Ini harus segera diakhiri!'

Alex dan PB 2 bertarung dengan cukup menegangkan. Tentu saja dia tidak tahu bahwa Alex sudah mempersiapkan pisau kecil dari kerah lengan bajunya. PB 2 juga sudah bersiap tapi dia menolong temannya dulu. Pergelangan tangannya tidak berhenti mengalirkan darah.

PB 2 : "Lukamu pasti kering. Kita habisi anak ini dengan sihir."

PB 1 : "Aku hanya memiliki sedikit mana."

PB 2 : "Itu saja sudah cukup. Ayo."

Mereka berdua berdiri dengan rapi dan Sophia yang melihat itu memperingati Alex.

Sophia : "Tuan Alex! Mereka akan menggunakan sihir, berhati-hatilah!"

Alex : 'Sihir lagi ya?'

Lingkaran sihir mulai tercipta dan mereka berdua mengucapkan beberapa mantra aneh. Alex pun bersiap untuk melemparkan pisau kepada mereka.

PB 1 dan 2 : "Dengan kekuatan yang membara, [Fire Ball]!"

Dua buah bola api ditembakkan ke arah Alex. Sophia hanya bisa menutup mata dan kedua PB hanya tertawa. Namun...

Alex : "'Apa ada yang salah? Di mana sihirnya?' Umm..."

Bola api yang baru saja mereka tembakkan tidak melukai Alex sedikit pun. Malahan, Alex tidak bisa melihat dan merasakan sihir itu. Tidak ingin terlalu bingung, Alex melemparkan pisau-pisau kecil kepada mereka dan mereka berdua terluka.

Dari keadaan bingung, mereka sekarang hanya merasakan sakit dari pisau kecil yang menancap di tubuh mereka saat ini. Alex mengakhiri pertarungan dengan membuat mereka pingsan dan melakukan hal yang sama terhadap pada PB 2 tapi di kedua tangannya.

PB 1 juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti temannya, dan Alex pun mencabut pisau yang menancap di tubuh mereka untuk digunakan lagi nanti. Saat hendak berjalan menuju Sophia, Alex menerima sebuah tendangan yang rupanya berasal dari Howard.

Howard : "Dasar tidak berguna! Kenapa harus aku yang melakukan semua hal ini sendiri?"

Alex : 'Aku menurunkan penjagaanku. Rupanya dia bukan orang yang ceroboh.'

Alex masih merupakan sakit tapi dia segera berdiri lagi dan siap untuk bertarung. Howard rupanya tidak berhenti menyerang Alex, untung saja Alex berhasil menghindar dari serangan milik Howard. Howard menggunakan pedang dan dia memiliki sihir yang dia pikir bisa mempan terhadap Alex.

Howard : "Setiap detik yang berlalu, melambatlah. [Time Slow]."

Sihir ini adalah sihir pribadi Howard. Sihir ini dapat membuat waktu tiga kali lebih lambat dari waktu asli. Merasa diuntungkan dengan keadaan, dia segera menyerang Alex namun dia tidak ada dalam pandangannya. Rupanya Alex ada tepat di bawah Howard.

Howard : 'Apa? Kenapa sihirku tidak mempan terhadap anak haram ini?'

Alex yang sudah mendapatkan momentum yang tepat, memukul tulang rusuk Howard yang paling bawah.

KRAK!

Ternyata tulangnya sangat lemah dan Alex mundur sembari melemparkan tiga pisau kepada Howard. Semuanya tepat menusuk di paha kanannya.

Howard : "AHHK! Anak haram kurang ajar! Awas saja kau.."

Alex : "'Itu akibat dari kesalahannya sendiri. Tapi aku masih ingin tahu kenapa sihir yang dia gunakan tidak mempan kepadaku.' Sophia, apa kau baik-baik saja?"

Sophia : "Aku dan anak kucing ini baik-baik saja tuan Alex. Bagaimana dengan tuan Alex sendiri? Tuan Alex tidak terluka bukan?"

Alex : "Aku baik-baik saja. 'Kecuali untuk bagian lengan kananku. Rasa sakitnya masih terasa. Tapi tulang anak ini rupanya cukup kuat.'"

Alex masih dalam posisi bertahan, dia bisa melihat Howard yang mencabut pisau kecil yang menancap di pahanya dan berdiri lagi. Wajahnya sangat penuh dengan kebencian yang dalam. Howard kali ini menendang Alex dan membuatnya terpental menuju sebuah pohon.

Sophia : "Tuan Alex!"

Howard yang melihat Sophia langsung tersenyum jahat. Dia pun segera menyekap Sophia dan menekan pedangnya di leher Sophia.

Alex : "(batuk) 'Tendangannya rupanya terlalu kuat.' Sophia!"

Howard : "Jangan melawan atau gadis ini akan kubunuh!"

Sophia : "Tuan Alex tolong aku!"

Howard : "Diam kau!"

Sophia : "Aw!"

Alex hanya menatapnya dengan tatapan dingin dan menurut.

Howard : "Bagus. Jatuhkan senjatamu dan letakkan tanganmu di udara."

Alex mengangkat tangannya dan menjatuhkan pisau beracun yang ada di tangannya. Namun Alex sengaja melakukannya. Dia menjatuhkan pisau itu dengan momentum yang tidak bisa orang lain lakukan. Saat sampai di lututnya, Alex langsung menendangnya. Pisau itu menancap tepat di mata kirinya.

Howard melepaskan cengkeramannya dan Sophia segera berlari menuju Alex.

Sophia : "Tuan Alex!"

Dia memeluk Alex sambil menangis. Alex segera memegang tangannya.

Alex : "Ayo kita segera pergi dari sini!"

Sophia : "Iya!"

Alex dan Sophia yang sedang memegang anak kucing di pelukannya mulai melarikan diri dari Howard. Alex sebenarnya masih bisa melawan, tapi dengan adanya Sophia di sisi Alex hal ini menjadi sulit. Mereka terus berlari hingga menemukan rombongan mereka.

Sophia : "Ayah!"

Eric langsung melihat putrinya yang sedang berlari menuju dirinya. Namun ada sebuah pisau yang terbang dengan kecepatan tinggi menuju Sophia. Sophia hanya bisa menutup mata dengan pasrah.

JLEB!

Saat mengira dia hampir mati, rupanya dia selamat. Dia membuka matanya dan melihat orang yang terluka rupanya adalah Alex. Dia menahan pisau itu dengan telapak tangannya. Darah bisa terlihat mengalir dari tangannya yang terluka saat ini.

Sophia : "Tuan Alex!!"

Sophia berteriak karena Alex melindungi dirimu. Air mata mulai mengalir dan Sophia menangis. Alex sendiri tidak merasa terlalu sakit karena adrenalin yang dia dapatkan saat bertarung tadi. Alex langsung mencabut pisau dari tangannya dan melemparkannya kembali pada si pengirim.

Howard yang ingin menggunakan sihir terlambat untuk bereaksi. Dia terkena lemparan pisau dari Alex di tangan kanannya. Seketika, banyak bangsawan yang menangkap Howard. Alex berjalan perlahan menuju ayahnya.

Richard : "Putraku! Apa yang terjadi kepadamu"

Alex : "Orang itu, dia mencoba untuk membunuh kami berdua!"

Howard : "Itu tidak benar! Aku mencoba menyelamatkan mereka dari serangan bandit."

Alex : "Dia berbohong! Sophia saja takut ketika melihat dirimu."

Richard : "Apa! Berani sekali kau melukai putraku dan juga calon menantuku! Apa maksud dari perbuatanmu ini Howard?!"

Eric : "Howard, sikapmu ini sangat tidak mencerminkan sikap seorang bangsawan. Apalagi kau sudah mencoba untuk melukai putriku. Ini tidak dimaafkan!"

Howard : "Sudah kukatakan pada kalian kalau ini hanya salah paham!"

Siegfrid : "Kalau begitu, bisakah kau menjelaskan kepada kami mengapa mereka berdua lari dari dirimu?"

Howard : "I-itu.."

Alex : "Paman Siegfrid, orang ini tadi membawa dua orang pembunuh bayaran bersamanya untuk membunuh kami."

Siegfrid melihat wajah Alex dan dia menutup matanya.

Siegfrid : "'Anak ini mengatakan yang sebenarnya.' Anak ini mengatakan kejujuran. Aku bisa melihat kebenaran di mata anak ini. Tapi boleh aku tahu kenapa Howard terluka?"

Alex : "Dia sempat menyandera Sophia di tangannya, jadi aku melemparkan pisau ke matanya lalu kami berdua kabur darinya."

Siegfrid : "Aku sudah mengerti semuanya. Howard, apa kau punya pembelaan lain sebelum pergi menuju pengadilan?"

Wajah Howard pun menunjukkan sisi lain yang dia miliki. Dia terlihat sangat marah dan juga melihat Richard dengan tatapan benci yang luar biasa.

Howard : "Ini semua salahmu! Kau merebut Emilia dariku, Kau juga merebut gelar Count yang seharusnya aku yang pantas untuk menerimanya. Itu semua salahmu gendut!"

Richard : "Apa maksudmu? Emilia menjadi istriku karena kemauannya sendiri. Aku tidak pernah memaksanya. Aku pun meraih gelar Count karena usahaku sendiri. Apa yang salah?"

Howard : "Semua salah! Harusnya kau tidak ada di dunia ini! Bahkan anak haram itu, kenapa kau bisa lolos dari ritual iblis itu hah dan kenapa kau sangat kuat?"

Richard : "Jadi kau orang yang sudah menculik Alex? Kau menjadikan putraku sebagai tumbal untuk ritual iblis, kau juga orang yang menulis surat ancaman itu. Rasakan ini!"

Richard mulai menghajar Howard sampai wajahnya babak belur. Para bangsawan berusaha menenangkan dia tapi gagal. Richard masih tetap memukuli Howard tak peduli meskipun tangannya penuh dengan darah. Setelah selesai, Howard sudah tak sadarkan diri.

Richard mengelap bekas darah di tangannya dan mengambil nafas dalam-dalam. Sebelum pergi, dia meludahi wajah Howard beberapa kali dan mengurus luka di tangan putranya. Alex sendiri masih ditemani oleh Sophia yang menangis sambil meminta maaf.

Time Skip

Saat ini Alex baru saja selesai dirawat dari luka yang dimilikinya. Dia saat ini berada di kereta kuda menunggu Emilia dan Richard untuk kembali. Alex ditemani oleh Sophia yang masih merasa bersalah.

Alex : 'Tadi ibuku, sekarang Sophia. Ya Allah, buatlah aku menjadi lebih sabar.'

Alex tanpa memberitahu Sophia langsung memeluknya. Sophia sontak kaget tapi tidak menolak.

Alex : "Terima kasih sudah peduli terhadap diriku Sophia. Aku sekarang baik-baik saja. Aku melindungimu karena kau sangat berharga untukku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan dirimu terluka."

Sophia : "Tapi... Tapi... Karena aku tangan tuan Alex jadi terluka."

Alex : "Sudahlah. Aku tidak apa-apa, lagipula luka ini menunjukkan bahwa cintaku padamu itu tulus. Seseorang pasti akan melakukan apa pun untuk sesuatu yang mereka cintai meskipun nyawa yang menjadi taruhannya."

Sophia : "Benarkah? Jadi tuan Alex mencintaiku?"

Alex : "Aku menyukaimu saat kita pertama bertemu. Bagiku kau gadis pertama yang membuat jantungku berdegup kencang. Setiap kali aku mengingatmu rasanya ingin sekali aku menyentuh wajahmu yang imut ini."

Sophia : "Jadi tuan Alex bersungguh-sungguh seperti bunga yang kau berikan waktu itu?"

Alex : "Ya. Aku bersungguh-sungguh."

Alex mengatakan ini hampir setengah serius. Tapi bagi Sophie, ini adalah ungkapan sejati dari seorang pria pada wanita. Wajah Sophia seketika menjadi serius.

Sophia : "Tuan Alex, bisakah kau berjanji padaku?"

Alex : "Selama aku bisa menepati janji itu, aku akan melakukannya. Kau ingin aku berjanji seperti apa Sophia?"

Sophia : "Berjanjilah untuk tidak terluka lagi untukku dan jadikan aku sebagai istrimu di masa depan."

Alex : "Aku akan berusaha."

Emilia dan Richard pun datang. Mereka mengatakan bahwa Sophia akan menginap. Sophia melihat ini sebagai kesempatan emas dan dia mencium pipi Alex di hadapan orang tua Alex. Mata Alex seketika melebar dan wajahnya memerah.

Sophia hanya tersenyum dengan bangga. Emilia dan Richard hanya memikirkan hal-hal yang dewasa.

Alex : 'Dasar tidak tahu malu. Dan juga aku dicium oleh seorang anak kecil yang kelihatannya mengartikan kata-kataku secara berlebihan.'

MEOW

Alex mendengar suara kucing dan rupanya kucing yang tadi dia temukan. Alex menatap Sophia yang sedang melihat pemandangan di luar kereta kuda. Alex hanya bisa pasrah.