Chereads / Muslim di Dunia Lain / Chapter 4 - Tunangan

Chapter 4 - Tunangan

Alex POV

Sudah satu minggu berlalu semenjak Lily, Mary dan juga Kate menjadi seorang muslim dan juga mengetahui identitas asliku. Aku bisa melihat ketekunan mereka dalam setiap pertemuan yang kami adakan dua hari sekali. Mereka sering berbagi catatan dan juga tips dalam beribadah.

Tentu saja aku harus tahu apa yang mereka tulis dalam catatan mereka itu. Masalah agama itu bukanlah hal yang mudah dalam mempelajari isinya. Salah sedikit saja bisa berakibat fatal. Contohnya saja menambahkan gerakan yang tidak perlu dalam salat.

Kelihatannya memang membuat semangat, tapi salat orang tersebut tidak diterima. Karena barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, tapi amalan tersebut tidak ada ilmunya. Maka amalan tersebut ditolak. Sungguh rugi jika orang di dunia ini melakukannya.

Dan sejauh yang sudah kuamati, ketiga maid ini beribadah sesuai dengan tuntutan yang sudah kuberikan. Meskipun mereka belum memulai untuk salat. Yang penting sekarang adalah mereka harus mengetahui dulu ilmunya, lalu terjun untuk praktik di tempat masing-masing.

Aku memulai kegiatan harianku seperti biasa. Setelah salah subuh, aku langsung memulai pemanasan dan berlari pagi di halaman belakang sampai matahari terbit nanti. Tidak selesai sampai di situ, aku juga mulai menambah porsi latihanku dengan latihan pencak silat.

Latihan ini dibagi menjadi dua waktu. Pagi dan juga sore. Pagi untuk membiasakan otot-otot tubuhku agar ringan ketika beraktivitas di pagi hari, lalu sore hari untuk memaksimalkan setiap jurus yang kuingat selama ini.

Dan sekarang sudah hampir tiba waktunya untuk mentari menyinari dunia. Perlahan-lahan cahaya mulai muncul dari balik bukit, sedikit demi sedikit matahari muncul dengan indahnya. Berbicara tentang matahari, siklus waktu matahari dari mulai terbit hingga terbenam adalah dua belas jam lebih beberapa menit.

Adapun malam hari dua belas jam kurang beberapa menit. Durasi waktu bagi matahari untuk bersinar lebih panjang dari waktu malam. Jadi waktu beristirahat di malam hari lebih sedikit dari pada waktu untuk beraktivitas.

Selesai berlari, aku langsung memulai latihan pencak silat tangan kosong. Untuk senjata bisa dikondisikan untuk waktu yang akan datang. Aku memulainya dengan pukulan lurus, pukulan samping, pukulan bandul, uppercut, back hand, sikut, dan juga sodokan. Semuanya diulang seratus kali tangan kanan dan kiri.

Tendangan pun juga sama. Meskipun aku harus kehilangan keseimbangan beberapa kali saat menendang, aku terus semangat agar bisa sehat. Omong-omong pagi ini Jake tidak menemani latihanku karena ada tugas yang harus dia kerjakan. Jadi aku latihan sendiri.

Dia bilang ada hal penting yang tidak bisa dia tinggalkan. Tentu saja aku bisa mengerti dengan kesibukannya sebagai kepala pelayan di rumah ini yang bisa dibilang extreme. Dan tanpa kusadari, semua latihan yang sudah aku susun baru saja selesai.

Alex : "Alhamdulillah. Tinggal mandi pagi~."

Keringat di tubuhku ini benar-benar lengket. Semoga saja aku tidak membebani para pelayan dengan pakaian penuh keringatku ini. Semoga hari ini menjadi hari yang barakah.

Time Skip

3rd POV

Alex saat ini sedang mengajarkan cara menulis huruf hijaiyah kepada trio maid di perpustakaan. Karena waktu yang mereka miliki terbatas, Alex ingin memaksimalkan kualitas penyerapan ilmu ketiga maid yang ada di depannya ini.

Lily : "Tuan Alex. Kalau yang ini bagaimana cara menyambungkannya?"

Alex : "Ya? Oh ini.. Perhatikan huruf lam dan juga ra ini tidak bisa dibalik. Bagian awalnya sudah bagus, ulangi saja terus cara menyambung huruf-huruf ini."

Lily : "Terima kasih Tuan Alex."

Mary : "Tuan Alex, coba lihat punyaku!"

Alex : "Hmm? Cobalah untuk tidak meletakkannya terlalu rapat. Aku tahu kau ingin hemat kertas, tapi jika kau terus melakukannya, yang ada kau hanya akan kesulitan dalam menulis satu ayat penuh."

Mary : "Eehh~? Padahal aku yakin tadi sudah benar."

Alex : "Ulangi saja lagi sampai benar. Bagaimana denganmu Kate? Apa ada yang sulit?"

Kate : "Sebenarnya aku masih tahu cara menulis huruf ini."

Alex : "Tidak apa-apa. Kalian bertiga masih mempelajari tentang cara menulis huruf-huruf ini. Santai saja. Lagipula aku sendiri tidak ingin terlalu mengebut untuk menyebarkan agama Islam di dunia ini."

Kate : "'Tuan Alex benar-benar baik.. Aku harap dia tetap selalu seperti ini sampai akhir.' Terima kasih. Saya akan berusaha keras untuk memahami semua ini dengan baik."

Alex hanya tersenyum padanya dan melanjutkan catatan hariannya. Rencana yang dia miliki saat ini benar-benar harus dipertimbangkan secara matang. Setiap peristiwa yang terjadi di masa depan akan menentukan jalur mana yang membawa dirinya menuju masa depan yang cerah.

Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keberlangsungan agama Islam di dunia ini.

Alex : 'Knight, Baronet, Baron, Viscount, Earl, Count, Marquis, Prince, Duke, Archduke, Grand Duke, King, High King dan yang tertinggi adalah Emperor. Setiap gelar memiliki koneksi yang sangat berbeda namun penting untuk sistem pemerintahan di suatu kerajaan. Karena Richard adalah seorang Count, aku bisa menggunakan koneksi yang dia punya untuk menyebarkan agama Islam. Tapi hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagiku. Yang jadi prioritas utama adalah memperbanyak jumlah penduduk yang memeluk agama Islam. Apa seratus orang sudah cukup untuk tahap awal?'

Tenggelam dalam pikirannya, Lily mengingat sesuatu. Dia mendekati Alex yang sedang berpikir.

Lily : "Tuan Alex, apa hari ini tuan Alex sudah bersiap-siap?"

Alex : "Hah? Maaf aku berpikir terlalu serius. Apa yang ingin kau tanyakan?"

Lily : "Saya ingin bertanya apakah tuan sudah bersiap-siap untuk hari ini?"

Alex : "Bersiap untuk apa? Aku sama sekali belum mendapatkan informasi tentang acara atau tamu yang akan datang hari ini."

Mary : "Hari ini tunangan Anda akan datang berkunjung tuan Alex."

Alex : "Oh.. tunangan."

Alex kembali fokus pada pekerjaannya tapi dia tersentak dengan kata tersebut.

Alex : "Kau bilang tunangan? Tunangan siapa?"

Kate : "Tentu saja tunangan Anda tuan Alex."

Alex.exe has stopped working.

Start rebooting...

1%

.

.

.

.

.

47%

.

.

.

69%

.

.

.

99%

100%

Welcome back Alex!

Alex menggelengkan kepalanya dan menatap ketiga maid di depannya dengan serius.

Alex : "Apakah kalian tahu seperti apa orang yang akan menjadi tunanganku?"

Mereka semua tidak tahu dan Alex hanya bisa menghela nafas panjang.

Alex : "Kapan tepatnya dia akan datang?"

Lily : "Kami para maid diberi tahu bahwa kami harus bersiap sebelum pukul sebelas siang nanti."

Alex : "Apa dia akan menginap?"

Mary : "Saya dengar ini hanya pertemuan awal saja. Jadi petang hari nanti tunangan Anda sudah akan pulang ke rumahnya."

Alex : "Begitu ya? Memang mendadak melihat kondisi saat ini. 'Waktu belajar mereka juga sudah habis.' Kalian boleh bertugas kembali. Aku akan pergi ke kamarku untuk bersiap-siap. Untuk berjaga-jaga, siapkan kue kering dan juga teh di ruang tamu. Terima kasih."

Alex pun meninggalkan mereka yang masih merapikan alat tulis mereka. Ketiga maid itu mulai bergosip tentang kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Time Skip

Alex kini sedang menunggu bersama Richard untuk menyambut kedatangan tunangannya. Hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak asing lagi di kalangan bangsawan. Apalagi jika gelar orang itu sudah di atas Earl dan Count. Para generasi muda seakan dipaksa untuk melakukan pertunangan seperti ini.

Untuk pribadi Alex sendiri, pertunangan ini merupakan kesempatan baginya untuk memperluas agama Islam di dunia ini. Tentu saja Alex tidak akan mempermainkan perasaan seseorang seperti itu. Jika memang sang gadis bersedia, Alex pasti akan menjadi orang tersebut bahagia.

Dalam tanda kutip jika dia adalah seorang muslim. Alex sendiri sudah membulatkan tekad dan memegang teguh prinsipnya untuk tidak menikah dengan seorang non-muslim. Jika memang dari pihak sang gadis benar-benar ingin menjadi istrinya berarti dia harus mau untuk memeluk agama Islam.

Tentu saja hal ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Mengingat hanya dialah satu-satunya orang Islam di dunia ini. Tetap teliti dan juga hati-hati dengan setiap langkah yang dia ambil. Itulah yang harus selalu dia lakukan.

Alex : 'Tunangan ya? Tak terduga tapi cukup wajar jika melihat adat istiadat seorang bangsawan. Semoga saja aku bisa mengajaknya untuk masuk agama Islam.'

Alex sudah bersiap di depan pintu masuk utama bersama ayahnya. Alex yang sekarang berbeda dengan Alex yang dulu. Dia terlihat lebih langsing meskipun gumpalan lemak masih terlihat di tubuhnya. Alex sudah bisa menyaingi stamina remaja berusia tujuh belas tahun.

Untuk Richard sendiri dia sama sekali tidak berubah. Tetap bulat seperti yang Alex sering lihat setiap hari. Di sekitar pintu, para pelayan sudah bersiap untuk menyambut kedatangan tunangan Alex. Kadang dia sendiri selalu bertanya-tanya apakah hal ini diperlukan.

Suara hentakan kaki kuda dapat terdengar dari luar pintu. Pintu pun dibuka dan menampilkan sebuah kereta kuda abad pertengahan. Hal yang jarang ditemui. Dari kereta kuda tersebut, turunlah dua sosok yang asing bagi Alex.

Yang pertama adalah seorang pria tampan berambut pirang. Tingginya bisa diperkirakan mencapai satu koma tujuh meter. Dari belakang pria tersebut, terlihat seorang gadis berambut pirang juga. Gaya rambut miliknya tidak terlalu ribet, tapi bisa menampilkan bahwa dia adalah anak seorang bangsawan.

Usianya bisa dibilang setara dengan Alex saat ini. Secara fisik maksudnya. Kalau secara mental tentu saja Alex lebih tua dari gadis ini. Mereka berdua melangkahkan kaki menuju Richard.

Richard : "Eric! Hahaha! Apa kabarmu teman baikku?"

Eric : "Aku sehat-sehat saja seperti yang bisa kau lihat, Richard. Senang bisa berkunjung lagi ke rumahmu ini."

Richard : "Benar juga. Sudah lima tahun kau tidak bermain ke sini. Berbicara tentang hal itu, apakah dia putrimu?"

Eric : "Benar. Dia adalah satu-satunya anak yang kumiliki. (melihat pada putrinya) Ayo perkenalkan dirimu."

Gadis pirang tersebut hanya mengangguk dan berdiri di samping Eric. Dia pun sedikit mengangkat gaunnya dan juga membungkukkan kepala.

Sophia : "Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda. Nama saya adalah Sophia Lawson. Putri dari Count Eric Lawson."

Richard : "Hahaha. Anak yang sangat sopan. Nah Alex, ayo beri sambutan juga untuk tamu kita."

Tanpa berpikir panjang, Alex sudah terlatih melakukan hal seperti ini. Dia menempatkan tangan kanannya di dadanya secara diagonal dan membungkuk sedikit.

Alex : "Senang bisa bertemu dengan Anda tuan Eric dan juga Nona Sophia. Saya Alex Braumstein, putra dari Count Richard Braumstein. Sungguh sebuah kehormatan bisa menyambut kalian di rumah ini."

Eric yang tidak pernah melihat dan mendengar sambutan seperti ini hampir mengigit lidahnya.

Eric : "'Anak ini... Cara menyambut anak ini benar-benar sempurna. Terlebih lagi postur tubuhnya yang tepat dan juga nada bicaranya yang terdengar seperti seorang pangeran membuat sambutannya tidak meninggalkan kecacatan sedikit pun.' Ah.. Senang bisa bertemu Alex. Rupanya anakmu sangat sopan. Kurasa aku tidak salah dalam memilih seorang menantu."

Richard : "Tentu saja Eric, anakku ini memang tiada tandingannya. Nah Alex, aku dan Eric harus berbincang mengenai sesuatu. Bisakah kau menemani tunanganmu sampai kami selesai berbincang?"

Alex : "Tentu saja Ayah. Kalau begitu nona Sophia, maukah Anda mengikuti saya untuk berjalan-jalan di sekitar taman?"

Sophia melihat ayahnya dan Eric hanya mendorong putrinya dari belakang. Sebenarnya Sophia agak ragu untuk mengikuti Alex, tapi dia tidak punya pilihan. Jadi Sophia pun mengangguk dan pergi bersama dengan Alex.

Sophia : "Tentu tuan Alex. Aku akan merasa senang dengan ajakanmu ini."

Alex : "Tolong ikuti saya."

Alex dan Sophia pun pergi menuju taman. Richard dan Eric yang melihat pemandangan ini hanya bisa mengingat masa lalu mereka. Mereka berdua pun ke ruang kerja milik Richard untuk berbincang sembari mengintip kegiatan putra dan putri mereka.

Sementara itu, Alex sedang menyusun strategi untuk membuat Sophia jatuh hati padanya. Minimalnya adalah untuk dirinya akrab dengan Sophia lalu mengajaknya masuk Islam. Karena targetnya adalah orang yang baru dia kenal, Alex sudah mempersiapkan beberapa taktik untuk melakukan rencananya.

Bukannya Alex mau mengkhianati calon istrinya di dunia aslinya, tapi secara pribadi saja Alex tidak tahu apakah dia benar-benar pergi dari dunianya dan membuat orang-orang khawatir padanya. Jadi dia hanya bisa berdoa agar calon istrinya di dunia aslinya bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik.

Sesampainya di taman, Alex mengajak Sophia untuk duduk di dekat air mancur di tengah taman. Di saat yang bersamaan, trio maid yang dipimpin oleh Lily sedang berjalan menuju menyusuri lorong yang kebetulan jendelanya menghadap arah taman. Orang pertama yang menyadari ada orang di taman adalah Mary.

Mary : "Hei lihat. Bukankah itu tuan Alex? Siapa orang yang ada di sebelahnya?"

Lily : "Kalau aku tidak salah, gadis itu adalah tunangan tuan Alex."

Kate : "Benarkah? Apa menurut kalian mereka sedang pendekatan?"

Lily : "Bukankah hal itu terlalu cepat? Tapi menarik juga untuk melihat hal seperti ini."

Mary : "Kau benar. Kira-kira teknik seperti apa yang dimiliki oleh tuan Alex untuk menaklukkan tunangannya ya? Aku jadi penasaran."

Mereka perlahan mendekati jendela dan mengintip kegiatan Alex serta Sophia. Tanpa mereka duga, Alex menoleh ke arah mereka dengan tatapan tajam. Seketika, ketiga maid ini hampir jatuh ke belakang. Mereka pun bersembunyi di bawah jendela.

Mary : "Bagaimana bisa tuan Alex mengetahui jika kita ada di sini? Apakah dia menggunakan sihir?"

Kate : "Apa kau lupa? Kemarin tuan Alex sudah menjelaskan bahwa di dalam agama Islam, kita dilarang untuk menggunakan sihir karena itu merupakan dosa yang besar."

Lily : "Itu benar. Bahkan tuan Alex sendiri mengatakan hal itu dengan tegas."

Kate : "Mungkin saja selama seminggu ini dia mempertajam panca indra miliknya. Jadi dia bisa merasakan jika ada orang yang mengamati dirinya."

Lily : "Bahkan sampai mengetahui bahwa kita ada di sini. Iiih! Mengerikan..."

Mary : Tuan Alex yang sekarang menurutku lebih baik daripada tuan Alex yang kita tahu. Dia sangat memperhatikan keadaan kita dan juga tidak kasar meskipun dia sedang memiliki banyak pikiran. Saat kita lelah saja, tuan Alex malah meminta kita untuk beristirahat dan memperhatikan kesehatan kita."

Kate : "Tuan Alex yang saat ini berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik, membuat diriku menjadi lebih nyaman ketika melayani dirinya. Aku benar-benar merasa diperlakukan seperti manusia."

Lily : "Kira-kira hal apa lagi yang akan tuan Alex ajarkan kepada kita ya? Aku masih ingin mengetahui banyak hal tentang Islam. Aku juga masih kesulitan dalam menulis huruf hijaiyah."

Kate : "Kalau masalah itu serahkan saja padaku. Tuan Alex bilang kalau akulah yang paling bagus dalam memahami dan juga menulis huruf hijaiyah. Aku akan membantumu sekuat tenaga!"

Lily : "Benarkah? Tolong bantuannya ya, Kate."

Mary : "Aku juga mau diajari olehmu!"

Kate : "Baiklah, yang penting sekarang ayo kita pergi ke dapur."

Lily dan Mary : "Ya!"

Mereka pun pergi dan Alex kembali fokus pada Sophia yang saat ini sedang duduk di sampingnya.

Alex : 'Mereka bertiga benar-benar merepotkan. Tapi setidaknya aku bisa mendapatkan privasi untuk melakukan rencanaku. Dan juga, Sophia terlihat kurang setuju dengan pertunangan ini. Apa ada sesuatu hal yang mengganggu pikirannya?'

Sophia Lawson. Putri dari Count Eric Lawson. Gadis berusia tujuh tahun ini tidak memiliki latar belakang yang menarik kecuali statusnya sebagai anak seorang bangsawan. Harus Alex akui bahwa Sophia memang terlihat manis, tapi setidaknya Alex ingin tahu kepribadian apa yang Sophia miliki.

Sophia : 'Semoga saja dia tidak seperti yang lainnya. Dia memang terlihat baik, dia juga tidak menyombongkan rumahnya padaku.'

Mencoba mencairkan suasana, Alex pun memulai percakapan dengan Sophia.

Alex : "Nona Sophia."

Sophia : "Ada apa tuan Alex? 'Kuharap bukan seperti yang kupikirkan.'"

Alex : "Aku ingin tahu, apa yang biasanya nona Sophia lakukan di waktu-waktu seperti ini? Apa ada kegiatan yang suka kau lakukan?"

Sophia : "'Pertanyaannya cukup bagus.' Mmm.. Biasanya saya sering berlatih vokal dan juga bermain piano."

Alex : "Begitukah, apa ada lagu yang biasanya kau mainkan?"

Sophia : "(menggelengkan kepala) Saya belum pernah memainkan satu lagu sekalipun. Saya masih belajar untuk bisa mahir dalam bermain piano. Untuk latihan vokal, saya masih kurang bagus dalam mengatur tinggi rendahnya nada yang saya keluarkan. Bagaimana dengan tuan Alex sendiri?"

Alex : "Aku? Di saat-saat seperti ini, hal yang paling sering kulakukan adalah membaca buku di perpustakaan dan juga berlatih seni bela diri. Hanya itu saja, tidak lebih."

Sophia agak terkejut dengan jawaban yang Alex berikan padanya. Anak-anak seusianya pasti lebih memilih untuk bermain atau hal lain seperti itu. Tapi Alex berbeda dengan anak yang sering Sophia temui. Dan juga kata seni bela diri tidak pernah terlintas di kalangan bangsawan.

Sophia : "Tuan Alex, apa itu seni bela diri? Apakah maksud tuan Alex adalah seni berpedang?"

Alex : "Tidak Sophia. Hal itu sama sekali berbeda dengan seni berpedang. Tentu aku mengetahui tentang seni berpedang, tapi yang kumaksudkan tadi adalah bertarung dengan menggunakan anggota tubuh khususnya tangan kosong."

Sophia memiringkan kepalanya karena bingung.

Sophia : "Untuk apa bertarung tanpa menggunakan senjata? Bukankah lebih baik kita menggunakan senjata daripada hanya mengandalkan kedua tangan saja?"

Alex : "Alasan utamaku menggunakan teknik ini adalah karena kebanyakan manusia tidak menggunakan seluruh tubuhnya secara maksimal. Coba kau lihat semua orang di kerajaan ini, mulai dari prajurit hingga panglima perang mereka semua menggunakan pedang dan perisai untuk bertarung."

Sophia mencoba untuk lebih fokus karena hal ini menarik untuk didengar.

Alex : "Ketika mereka kehilangan senjata mereka, mereka hanya bisa pasrah atau mencari senjata lain. Hal itu sangat tidak efektif. Musuh akan lebih cepat bertindak dan juga kita hanya akan menjadi target buruan musuh kita. Yang lebih penting lagi, hal itu terlalu monoton."

Sophia : "Monoton? Apa itu?"

Alex : "Monoton itu merupakan sesuatu hal yang berfokus hanya pada satu bidang saja. Sebagai contoh, selama satu bulan kita hanya memakan buah apel saja. Mulai dari sarapan hingga makan malam, kita hanya diberi hidangan buah apel saja. Apa menurutmu kau tidak merasa bosan?"

Sophia : "Jadi begitu.. 'Tapi yang Tuan Alex katakan memang benar. Meskipun sudah menjadi tradisi bagi para prajurit untuk menggunakan senjata dalam pertarungan mereka, akan buruk jika kita hanya bergantung pada satu metode saja.' Aku baru tahu hal ini. Tuan Alex, bisakah tuan Alex mengajari saya ilmu beladiri ini? Saya juga ingin tahu cara bertarung dengan tangan kosong itu seperti apa."

Alex : "Tentu saja Nona Sophia. Kapan pun saya siap, saya akan menemani Anda untuk latihan seni bela diri ini."

Sophia : "Terima kasih Tuan Alex. 'Rupanya yang ayah katakan ada benarnya. Aku harus memberikan orang lain sebuah kesempatan.'"

Saat Sophia sedang berpikir, Alex memandangi wajahnya yang terlihat masih polos dan juga imut. Sophia pun menyadari tatapan dari Alex yang memandangi dirinya sedari tadi.

Sophia : "Ada apa tuan Alex? Apa ada sesuatu yang salah dengan wajahku?"

Alex : "Tidak. Tidak ada yang salah sama sekali."

Sophia : "Lalu?"

Alex : "Aku terpesona oleh kecantikanmu."

Seketika wajah Sophia memerah karena ucapan spontan dari Alex yang nyatanya hanya gombalan ringan yang biasa ia tonton di televisi.

Sophia : "Saya tersanjung dengan pujian Anda. Tapi saya rasa, saya tidak secantik yang tuan Alex kira."

Alex : "Aku tidak bercanda Nona Sophia. Kau itu sangat cantik. Rambutmu yang berkilau seperti sinar matahari di pagi hari, mata indahmu bagaikan lautan biru, kulit putih berseri, dan juga wajah imutmu yang membuatku ingin sekali menyentuhnya. Mataku tidak bisa berkedip akan pesonamu Nona Sophia. Jantungku tidak berhenti berdetak kencang saat aku berada di dekatmu. Dan juga suara indahmu yang kudengar saat kita bertemu terus terulang di benakku."

Sophia : "A-a-a-a-a-a-apa y-yang tuan Alex ka-katakan? Aku tidak.. aku.."

Wajah Sophia seketika merah padam. Dia tidak tahu harus berkata apa pada setiap kalimat yang Alex lontarkan kepada dirinya. Ini adalah pertama kalinya dia dipuji seperti itu oleh seseorang. Bahkan kedua orang tuanya saja tidak pernah memuji dirinya sampai sejauh ini. Tapi Alex nekat melakukannya.

Tak menyangka bahwa gombalan maut darinya akan sangat efektif, Alex merasa bahwa dia baru saja memicu sebuah bendera berbahaya.

Alex : 'Gombalannya memang efektif, tapi sepertinya aku sudah berlebihan dalam melakukan hal ini.'

Secara pribadi, Alex bangga karena bisa menaklukkan hati gadis ini dengan mudahnya. Tapi sesuatu yang lebih besar sedang menantinya di masa depan. Alex kembali melihat pada Sophia yang masih tertunduk malu dengan pujiannya barusan.

Dari jauh, ketiga maid yang baru selesai dengan tugas mereka mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. Pura-pura melewati taman, Alex menatap mereka. Dia mengisyaratkan pada mereka untuk menyiapkan minuman dan juga sedikit camilan untuk dirinya dan juga Sophia.

Mengerti dengan isyarat Alex, ketiga maid itu segera menyiapkan semua hal yang dibutuhkan.

Alex : "Nona Sophia."

Sophia : "Awawawa...."

Alex : "Nona Sophia, apa kau bisa mendengarku?"

Sophia : "A-apa? Ada apa tuan Alex?"

Alex : "'Sudah sadar dari khayalannya ya?' Maukah kau ikut bersamaku untuk minum teh? Kita juga bisa membaca buku di sana."

Sophia : "Ba-baiklah. Saya terima ajakannya."

Alex : "Ayo."

Sophia hanya mengangguk dan mengikuti Alex dari belakang.

Sophia POV

Namaku adalah Sophia Lawson. Anak dari seorang bangsawan yang saat ini dipertunangkan dengan anak bangsawan lain. Sebagai seorang anak bangsawan aku hanya bisa menuruti apa yang ayahku katakan karena perintah dari orang tua adalah mutlak.

Aku sering bertemu dengan anak bangsawan yang seumuran denganku. Di hadapan orang tua mereka, mereka bertingkah seperti layaknya orang dewasa. Tapi ketika sudah jauh dari pandangan mereka, mereka menampakkan sifat asli yang sangat kubenci.

Mereka semua hanya bisa menyombongkan harta orang tua mereka dan juga memperlihatkan serta yang mereka miliki. Aku sebenarnya tidak terlalu peduli mengenai hal itu, asalkan dia bisa bersikap baik saja, semua itu bisa diabaikan.

Dan hari ini, aku bertemu dengan orang yang benar-benar berbeda dari mereka semua. Alex Braumstein. Dia memang tidak memiliki fisik yang cukup.. ideal. Tapi aku bisa lihat kalau Alex terbuka mengenai dirinya sendiri dan juga acuh terhadap kekayaan yang dia miliki saat ini.

Dia juga mengatakan bahwa aku ini cantik... Ayah, ibu, semua pelayan dan juga teman-temanku tidak pernah satu kali pun mengatakan pujian terhadap diriku. Aku merasa sangat senang karena bisa mendapatkan perhatian seperti ini.

Saat ini kami sedang menuju ke ruang tamu untuk minum teh dan membaca beberapa buku. Ini pertama kalinya ada yang mengajakku untuk melakukan kegiatan seperti ini. Aku sangat senang ada orang seperti Tuan Alex.

Maid : "Silahkan Tuan Alex dan juga Nona Sophia. Tehnya sudah saya siapkan."

Alex : "Terima kasih Lily. Kau boleh meninggalkan kami berdua di sini."

Maid : "Kalau begitu, saya permisi terlebih dahulu."

Maid bernama Lily itu pergi dan sekarang hanya ada kami berdua di ruangan ini.

Hanya ada kami berdua...

Hanya berdua...

Tunggu dulu! Kenapa maid itu meninggalkan kami berdua di sini? Kalau tahu ini akan terjadi, aku lebih baik meminta maid tadi untuk tinggal. Kalau Tuan Alex menggodaku lagi, aku tidak tahu apa aku bisa bertahan atau tidak.

Tuan Alex membawa beberapa buku dan meletakkannya di meja. Dia duduk dan menepuk tangannya pada daerah kosong di kursi yang sedang dia duduki. Aku mengerti dan duduk di sampingnya. Kami pun membaca sebuah novel yang jarang sekali orang ingin membacanya.

Alex : "Apa menurutmu dia akan menyatakan perasaannya pada gadis itu?"

Sophia : "Aku juga penasaran apakah sang pangeran berani untuk melakukannya."

Alex : "Benar kan? Meskipun jarak memisahkan mereka, bintang di langit malam selalu menghubungkan perasaan mereka."

Sophia : "Aku tidak sabar membaca kelanjutannya."

Alex : "Sayangnya buku ini baru terbit beberapa hari yang lalu. Jadi kita harus menunggu sampai tiga minggu lagi."

Sophia : "(menggembungkan pipi) Padahal aku masih ingin membaca kelanjutan cerita ini."

Alex : "Sabar saja Nona Sophia. Lagipula dunia tidak akan berakhir secepat itu bukan?"

Sophia : "Tapi tetap saja..."

Aku pun mulai menyadari bahwa aku tidak lagi menggunakan kata "saya" ketika berbicara dengan tuan Alex. Tuan Alex benar-benar berbeda dari yang lain. Aku merasa nyaman berada di dekatnya.

Alex : "Nona Sofia, karena kita sudah membaca buku-buku ini, bagaimana jika kita membuat Origami?"

Sophia : "Origami? Benda apa itu Tuan Alex?"

Alex : "Origami adalah seni melipat kertas untuk membuat berbagai macam jenis benda dan juga makhluk hidup. Meskipun tidak benar-benar hidup, anggap saja kita membuat patung dari bahan dasar kertas. Harusnya kita menggunakan berbagai macam warna, tapi kita bisa mewarnainya nanti."

Sophia : "Terdengar menyenangkan. Baiklah aku mau! Tapi hal apa yang akan kita buat? 'Tidak mungkin untuk membuat patung raja Arthuros?'"

Alex : "Karena ini pertama kalinya kau membuat Origami, kita mulai saja dari membuat hewan dan juga tanaman seperti bunga."

Aku mengangguk dan mulai mengikuti arahan dari Tuan Alex. Saat aku melipat kertas-kertas ini, ada yang ukurannya selalu tidak pas. Aku kesal tapi Tuan Alex membelai kepalaku dan berkata tidak apa-apa jika aku gagal dalam percobaan pertama.

Saat Tuan Alex membelai kepalaku dan juga tersenyum padaku, aku seperti merindukan sesuatu yang kulupakan. Tapi apa? Saat tangan Tuan Alex kembali melipat kertas putih itu, aku merasa bahwa aku ingin disentuh lebih lama oleh tangannya itu.

Tapi aku harus menahannya. Aku juga belum selesai melipat kertas milikku. Aku membuatnya menjadi seperti sebuah segitiga lalu aku lipat dan lipat lagi hingga menjadi sebuah burung. Tuan Alex memberikan mata dan juga corak bulu pada hasil lipatan yang kubuat.

Tuan Alex melakukannya dengan hati-hati agar hasil kerja kerasku tidak rusak. Dia sangat perhatian rupanya. Saat selesai, Origami ini sangat mirip dengan seekor burung.

Sophia : "Waaah! Benar-benar terlihat seperti burung. Terima kasih tuan Alex!"

Alex : "Untuk tunanganku akan kuusahakan yang terbaik. Dan juga aku berikan bunga ini untukmu."

Tuan Alex memberikan Origami berupa bunga berwarna biru yang kalau tidak salah ada di dalam cerita novel ini. Bunga ini namanya Sillyblossom, sebuah bunga yang melambangkan ikatan cinta di antara sepasang manusia yang tidak akan pernah layu sampai kapan pun.

Alex : "Ini untukmu Sophia. Meskipun tidak seindah bunga yang asli, tapi aku berharap kau menyukainya."

Sophia : "Tu-tuan Alex.. Aku tidak bisa menerima ini. Aku.."

Alex : "Bunga yang cantik ini sangat cocok bagi perempuan cantik sepertimu nona Sophia."

Sophia : "Ca-cantik? Aku cantik?"

Alex : "Aku tidak mengatakan hal itu jika itu tidak benar. Yang kukatakan adalah kenyataan. Kau bahkan lebih cantik daripada karya yang kubuat ini. Kau layaknya bunga yang bermekaran di luar sana. Kau membuatku ingin selalu mengunjungi dirimu dan juga selalu menjaga dirimu."

Aku hampir tidak kuat mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulutnya. Kumohon tuan Alex, jangan goda aku lagi. Aku mohon! Saat itu ada sesuatu yang berbunyi dari saku celana milik tuan Alex. Bunyinya mirip seperti piano. Tuan Alex merogoh sakunya dan mengambil sebuah papan hitam kecil.

Alex : "Ringtone pun mulai berdering. Oh.."

Sophia : "Tuan Alex, benda apa itu?"

Alex : "Kau ingin tahu benda apa ini?"

Aku mengangguk dan melihat dari dekat.

Alex : "Tapi kau harus berjanji untuk merahasiakan hal ini dari semua orang termasuk orang tuamu."

Sophia : "Saya, Sophia Lawson berjanji, bahwa saya akan merahasiakan semua hal yang Tuan Alex katakan mengenai papan berwarna hitam ini."

Tuan Alex sedikit menahan tawa. Apa ada yang lucu dengan kalimat yang kuucapkan tadi?

Alex : "Benda ini namanya smartphone. Smartphone ini merupakan alat untuk berkomunikasi dan juga mencari berbagai macam informasi yang dibutuhkan. Seperti peta, bahan makanan, tempat wisata dan juga hal lainnya."

Sophia : "Benda sekecil ini bisa melakukan hal seperti itu?"

Alex : "Iya. Smartphone ini juga bisa merekam gambar melalui lensa kecil ini."

Tuan Alex menunjuk pada bagian belakang smarhorn ini. Atau smarthole? Ada empat buah lensa yang terpasang di papan ini. Tuan Alex pun menjelaskan lagi lebih rinci mengenai smartphone yang dia pegang saat ini. Tuan Alex juga mengambil beberapa gambar diriku dengan beberapa pose unik.

Ada yang sedang minum teh, menulis, dan juga pose dua jari membentuk huruf v. Dan tidak perlu waktu lama untuk mengambil gambar tersebut. Saat melihat hasilnya aku sangat senang. Tuan Alex pun mengambil satu gambar lagi tanpa seizinku. Aku marah padanya dan meminta dia menghapusnya.

Alex POV

Haaah.. Sudah lama aku tidak bersenang-senang seperti ini. Terakhir kali aku melakukannya dengan sepupuku saat liburan hari raya. Sophia ini gadis yang agak polos namun akan langsung mengerti jika diajari. Jadi agak berbahaya jika seseorang mengajari taktik perang padanya.

Melihat alarm yang berbunyi tadi, aku meminta izin kepada Sophia untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu. Yaitu salat asar. Tentu saja aku tidak bisa langsung mengatakannya pada Sophia karena belum saatnya aku memberi tahu dia mengenai agama Islam.

Aku pergi salat asar lalu kembali untuk mengajaknya latihan bela diri bersamaku. Tentu saja aku sudah memberi tahu trio maid mengenai hal ini. Dengan sigap, mereka langsung menemui Sophia untuk mengganti pakaian miliknya dengan pakaian khusus untuk berlatih.

Cukup sepuluh menit dan aku siap untuk memulai latihan di sore hari. Saat aku kembali untuk menjemput Sophia, aku sudah melihat dia dengan baju putih dan celana coklat panjang. Dia juga memakai sepatu khusus untuk berlatih.

Lily : "Anda terlihat sangat cocok Nona Sophia."

Kate : "Itu benar nona, Tuan Alex pasti menyukainya."

Sophia : "Benarkah?"

Mary : "Tentu sa-"

Alex : "Itu benar. 'Maaf memotong kalimatmu Mary.' Kau terlihat cocok mengenakan pakaian itu. Ada sesuatu yang bangkit dari diriku dan itu bukan pahlawan tameng."

Semua kecuali Alex : "Siapa?"

Alex : "Lupakan. Ayo kita pergi menuju tempat latihan."

Sophia dan trio maid mengikutiku dari belakang. Tak lama kami pun sampai di tempat latihan yang Richard khususkan hanya untuk latihanku. Dia rupanya ayah yang terlalu memanjakan anaknya. Meskipun aku bersyukur memiliki tempat latihan pribadi sekarang.

Sebelum memulai latihan, aku dan Sophia melakukan pemanasan agar tidak cedera pada saat latihan. Sophia sendiri hanya menuruti apa yang kukatakan padanya. Setelah itu aku memintanya untuk berlatih sendiri karena aku harus menghabiskan jatah pukulan dan tendangan yang sudah tercatat.

Tanpa membuang waktu aku melakukan semua hal yang tadi pagi kulakukan sampai semua gerakan mencapai seratus kali. Keringat mulai membasahi pipiku dan aku menyekanya dengan lengan bajuku. Sophia terlihat sedang mengayunkan pedang kayu di kedua tangannya.

Dia melihat padaku dan aku mengajari semua yang baru saja kulakukan. Rambutnya sungguh harum. Tapi aku harus fokus. Di dunia ini tidak ada FBI kan? Aku selalu memperbaiki posisinya yang salah dan tidak terasa tiga puluh menit pun berlalu dengan cepat.

Aku juga berlatih menggunakan pedang. Tapi pedang yang kugunakan adalah pedang asli. Saat akan mengayunkan pedangku ada salah seorang pelayan yang mendekat. Dia tidak lain adalah Ignis.

Ignis : "Tuan Alex, terlalu berbahaya bagi Anda untuk menggunakan senjata asli seperti ini. Bagaimana jika Anda menggunakan pedang kayu untuk latihan seperti yang nona Sophia lakukan?"

Alex : "'Aku mengerti dengan yang kau ucapkan Ignis, tapi setidaknya aku harus membiarkan aku untuk melakukan satu ayunan saja.' Memangnya, apa yang salah dengan menggunakan senjata asli?"

Ignis : "Anda bisa terluka jika seketika Anda melamun saat melakukannya. Anda juga bisa melukai orang lain tanpa Anda sadari."

Sophia : "Itu benar Tuan Alex. Harusnya kau lebih memperhatikan keadaanmu. Bukannya aku peduli aku hanya memberi tahu saja."

Alex : "'Sejak kapan anak ini jadi Tsundere?' Aku mengerti bahwa kalian berdua khawatir padaku. Kalian hanya ingin aku tahu bahwa di usia seperti ini lebih baik untuk menggunakan senjata tiruan daripada menggunakan senjata asli. Itu maksud kalian bukan?"

Ignis : "Benar sekali tuan Alex. Jika Anda tahu mengenai hal ini, lantas mengapa Anda masih menggunakan senjata sungguhan?"

Alex : "Aku sedang melatih mentalku. Aku ingin agar saat aku memegang pedang sungguhan dan juga saat berhadapan dengan seseorang yang menggunakan senjata seperti ini, aku tidak ketakutan ataupun gugup."

Sophia : "Melatih mental? Maksud tuan Alex apa?"

Yah beginilah jika anak bangsawan dibesarkan dengan pendidikan seperti ini. Pantas saja banyak orang yang semena-mena dalam menggunakan kekuatan dan juga kekuasaan mereka terhadap orang di bawah mereka. Hal ini termasuk dalam pertarungan juga.

Alex : "Bagaimana jika aku langsung mempraktikkan hal ini."

Aku mengambil sebuah pedang kayu dan meminta Sophia agar berdiri di depanku dengan jarak dua meter. Aku mengarahkan pedang kayu tersebut tepat ke wajah Sophia dan terus mendekat hingga berhenti tepat sebelum menyentuh wajahnya. Aku sedikit memasang wajah serius untuk memastikan sesuatu.

Alex : "Nona Sophia, jawab aku dengan jujur. Hal apa yang kau rasakan saat aku menodongkan pedang kayu ini tepat ke wajahmu?"

Sophia : "Aku merasa biasa saja."

Jawaban spontan persis seperti yang kuprediksi. Aku pun mundur dan mengganti senjataku dengan pedang sungguhan. Ignis hendak menghentikanku tapi aku memberikan isyarat padanya untuk tidak ikut campur. Dia sepertinya menyesal karena telah membiarkan aku melakukan hal ini.

Sekarang aku mengarahkan pedang sungguhan ini tepat ke wajahnya sambil mendekat. Kebetulan daerah yang ada di belakang Sophia saat ini adalah tembok. Aku mendekat dan dia pun mundur. Langkah demi langkah kuhentakkan dan Sophia pun terpojok.

Mata kami saling bertemu dan dia mulai menunjukkan rasa takut. Sophia berusaha membuka mulutnya tapi tak ada suara yang keluar dari tenggorokannya itu.

Alex : "Sekarang... Apa yang kau rasakan saat aku mengarahkan pedang sungguhan ini padamu? Jawab aku dengan jujur, Sophia Lawson."

Menelan ludah dia berusaha berbicara sekuat tenaga.

Sophia : "A-aku sangat ta-takut... To-tolong berhenti.."

Aku menyadari kesalahanku melakukan hal tadi. Menjatuhkan pedangku ke samping, naluri langsung membuatku memeluk Sophia selembut yang kubisa. Jujur saja, aku tidak tahu apakah hal ini dosa atau tidak. Tapi mengingat bahwa sekarang tubuhku terperangkap dalam fisik anak kecil melupakan hal itu.

Alex : "Maafkan aku Sophia. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu ketakutan. Aku hanya ingin mengajari hal yang aku tahu dan membuatmu paham. Aku sudah kelewatan dalam hal ini. Maafkan aku.. Sophia."

Sophia : "Tuan Alex.."

Dia pun menerima pelukan yang kuberikan dan perlahan dia mulai tenang kembali. Alhamdulillah, tapi dia memaafkan aku tidak ya? Sofia mencoba melepaskan diri dari pelukanku tapi aku menolak. Aroma tubuhnya sangat harum, tidak seperti kebanyakan anak kecil yang sering kulihat.

Mereka semua berbau seperti ikan asin.

Sophia : "Tuan Alex, bisakah kau melepaskan pelukanmu?"

Alex : "Tidak."

Sophia : "Tapi kenapa?"

Alex : "Karena aku belum mendengar apakah kau sudah memaafkan diriku atau belum."

Sophia : "Aku sudah memaafkanmu tuan Alex. Jadi bisakah kau melepaskanku sekarang?"

Alex : "Aku masih ingin menikmati hal ini lebih lama."

Sophia : "Tapi para pelayan mulai memperhatikan kita!"

Alex : "Hm? Anggap saja mereka seperti angin lalu."

Sophia : "Aku tidak mungkin bisa untuk melakukan hal itu!"

Aku pun tertawa dan melepaskan Sophia dari pelukanku. Benar saja yang dia katakan, hampir semua pelayan di rumah melihat pemandangan ini. Aku tidak merasa malu karena aku merasa muda seperti yang guru Guy katakan. Jangan pernah membiarkan rasa malu mempengaruhi masa mudamu.

Alex : "Nah aku sudah melepasmu. Sekarang kalian berdua sudah mengerti dengan apa yang kukatakan bukan?"

Sophia : "Iya." Dia menyembunyikan wajahnya

Ignis : "Saya mengerti tuan Alex. Saya hanya meminta tuan agar berhati-hati. Itu saja tidak lebih. Mohon maafkan saya atas sikap saya barusan."

Alex : "Sebaliknya Ignis, aku berterima kasih padamu karena sudah peduli padaku. Jarang ada pelayan yang mau menegur saat aku berbuat suatu kesalahan."

Mata Ignis melebar dan seperti dia sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak ambil pusing karena Ignis terlihat agak cenderung acuh pada hal sepele. Tapi lebih baik aku bertanya.

Alex : "Ada apa Ignis?"

Ignis : "Tidak ada tuan Alex. Saya hanya sedang memikirkan sesuatu. Bukan hal yang penting. Tapi saya ingin tahu kenapa Anda berubah?"

Alex : "Kenapa kau bilang? Entahlah."

Aku hanya tersenyum padanya dan meminta trio maid untuk mengganti pakaian Sophia dan juga membersihkan dia dari debu dan kotoran. Sebelum aku pergi dari tempat latihannya, aku melihat Ignis.

Alex : "Ignis. Bisakah aku memintamu untuk melakukan sesuatu?"

Ignis : "Tentu saja tuan Alex. Apa yang bisa saya bantu?"

Alex : "Bisakah kau memasang lima puluh batang kayu di sini. Aku ingin susunannya seperti zig-zag dan juga melingkar. Dan jaraknya kira-kira satu meter setiap kayu. Kau bisa minta bantuan pelayan lain jika kesulitan."

Ignis : "Tentu saja tuan Alex. Besok akan segera saya siapkan."

Alex : "Terima kasih banyak Ignis. Tapi tolong jangan memaksakan diri secara berlebihan."

Aku pun meninggalkan Ignis sendirian di sana dan pergi mandi. Badanku sudah penuh dengan keringat dan aku benar-benar harus menyikat setiap sudut tubuhku hingga bersih.

Time Skip

3rd POV

Alex beserta kedua orang tuanya mengantarkan kepergian Eric dan juga Sophia sampai kereta kuda mereka. Sophia secara diam-diam menyimpan Origami pemberian dari Alex di dalam sebuah kotak khusus miliknya.

Eric dan Sophia naik kereta kuda dan melambaikan tangan pada Alex dan juga yang lainnya. Alex pun masuk dan memulai kegiatan malamnya. Di kereta kuda, Eric melihat wajah bahagia putrinya.

Eric : "Apa kau bersenang-senang hari ini?"

Sophia : "Iya ayah. Aku.. sangat senang bertemu dengan orang seperti tuan Alex."

Eric : "Jadi kau setuju untuk menikah dengannya di masa depan?"

Sophia : "Tentu ayah! Aku pasti akan menjadi gadis paling bahagia di dunia ini jika menikah dengan tuan Alex."

Eric : "Ayah senang mendengar hal ini. Omong-omong, benda apa yang ada di dalam kotakmu itu?"

Sophia : "Ini... hadiah terindah yang akan kusimpan selamanya."

Eric pun memeluk putrinya yang sedang berbahagia itu. Dia senang putrinya bisa bertemu dengan anak seperti Alex.

Eric : 'Kau benar-benar mengubah putriku menjadi bahagia seperti ini. Terima kasih Alex, kau benar-benar mirip seperti ayahmu.'

Di dalam kamar Alex. Alex pun bersin.

Alex : "Hachim! Alhamdulillah.. Semoga kita mendapatkan perlindungan dari Allah."

Lily : "Perlindungan dari apa tuan Alex?"

Alex : "Tentu saja dari fitnah, cobaan dan juga musibah yang akan menimpa kita di masa depan."

Mary : "Oh begitu."

Alex mengadakan satu sesi pertemuan lagi di malam hari karena ibunya bilang dia ingin menghabiskan waktu bersama dengan putranya. Alex hanya bisa mengangkat kedua tangan dan mengikuti keinginan Emilia untuk bersenang-senang berdua saja.

Di dalam mansion tepatnya di kamar seorang pelayan, seorang pria masih belum tertidur hingga saat ini. Pria itu tidak lain adalah Ignis Scientia. Ignis merupakan mantan kesatria suci kerajaan ini. Dia berhenti karena sesuatu hal yang tidak bisa ia tolerir.

Ignis sendiri memiliki sebagai , dan juga yang membuat dia terkenal akan keterampilannya dalam berkebun. Ignis masih penasaran dengan sifat drastis yang ditunjukkan oleh anak majikannya yang tidak lain adalah Alex.

Dia sebenarnya sering melihat trio maid memasuki kamar Alex di malam-malam tertentu. Contohnya seperti malam ini. Di kamarnya ia sudah menggunakan pakaian khusus untuk misi pembunuhan.

Ignis : "'Aku harus tahu kenapa dia bisa berubah drastis seperti itu.' [Stealth]."

Membuat dirinya transparan, Ignis berjalan dengan cepat menuju kamar tidur milik Alex. Sesampainya di pintu kamar Alex, dia pun mulai menguping pembicaraan orang-orang di ruangan itu. Dia mendengar sesuatu yang asing.

Ignis : 'Bahasa apa ini? Kenapa sangat nyaman untuk didengar dan juga setiap kalimatnya menyejukkan hati.'

Ignis memfokuskan pendengarannya lebih tajam namun saat itu juga pintu terbuka. Saat itu Ignis benar-benar kesulitan untuk bereaksi, dia pun memutuskan untuk diam. Orang yang membuka pintu tersebut tidak lain adalah Alex.

Alex tidak melihat ke sekelilingnya melainkan melihat Ignis yang sedang berdiri di hadapannya.

Alex : "Apa kau mendengarnya?"

Ignis hanya menaikkan sebelah alisnya sambil memproses apa yang dikatakan Alex. Dialah yang saat ini sedang diajak bicara oleh anak ini.

Ignis : "Benar tuan Alex. Apa yang sebenarnya sedang Anda lakukan?"

Alex : "Masuklah terlebih dahulu. Akan kujelaskan semuanya di dalam."

Ignis hanya menurut dan saat masuk, dia melihat trio maid yang sering berkomunikasi dengan Alex ada di ruangannya saat ini. Dia menahan rasa kagetnya dan duduk bersama mereka. Alex pun memulai penjelasannya seperti yang dia coba jelaskan pada trio maid ini.

Ignis : "Jadi orang yang ada di hadapanku ini tanpa sengaja berada di tubuh anak majikanku?"

Alex : "Benar Ignis. Untuk penyebab mengapa aku bisa terjebak di tubuh ini, aku sendiri masih meminta Ilham kepada Allah. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah berupaya untuk menyebarkan agama Islam seperti yang kau lihat saat ini. Tentu saja aku tidak memaksa, pilihan ada di tangan kalian."

Ignis : "'Apa sebaiknya hal ini kulaporkan pada Count Richard? Tapi aku masih ingin mengetahui lebih banyak soal agama Islam ini dan juga kalimat yang baru saja dia baca.' Bolehkah aku mendengar kalimat indah itu lagi? Aku ingin mendengar lebih."

Alex : "Tentu saja Ignis."

Alex pun mulai membaca Al-Qur'an lagi. Surat yang dia baca adalah surat Maryam.

فَاَشَارَتۡ اِلَيۡهِ‌ ؕ قَالُوۡا كَيۡفَ نُـكَلِّمُ مَنۡ كَانَ فِى الۡمَهۡدِ صَبِيًّا‏

29. Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?"

قَالَ اِنِّىۡ عَبۡدُ اللّٰهِ ؕ اٰتٰٮنِىَ الۡكِتٰبَ وَجَعَلَنِىۡ نَبِيًّا

30. Dia (Isa) berkata, "Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.

وَّجَعَلَنِىۡ مُبٰـرَكًا اَيۡنَ مَا كُنۡتُۖ وَاَوۡصٰنِىۡ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِ مَا دُمۡتُ حَيًّا

31. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.

وَّبَرًّۢابِوَالِدَتِىۡ وَلَمۡ يَجۡعَلۡنِىۡ جَبَّارًا شَقِيًّا

32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

وَالسَّلٰمُ عَلَىَّ يَوۡمَ وُلِدْتُّ وَيَوۡمَ اَمُوۡتُ وَيَوۡمَ اُبۡعَثُ حَيًّا‏

33. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.

Ignis : 'Maryam dan juga Isa. Bukankah pengetahuan seperti ini hanya diketahui oleh seorang pastur atau uskup. Al-Qur'an.. kurasa kau sudah membuat aku terjerat dengan masalah besar ini.'

Ignis pun membatalkan niatnya untuk melaporkan Alex mengenai rahasia yang dia miliki dan juga dia memberikan saran kepada Alex mengenai lingkungan kebangsawanan. Tentu saja hal ini disambut dengan baik oleh Alex. Dan hari ini jumlah pemeluk agama Islam bertambah satu.

Hanya ada satu hal yang mengganjal di pikiran Ignis saat ini. Bagaimana bisa Alex melihat sosok Ignis yang sedang menggunakan [Stealth]? Hal itu masih berputar di benaknya.