Perjalanan terus berlanjut, hingga mereka tiba di kediaman Harmadi yang luas dan besar. Segera, Azka turun dari dalam mobil dan berjalan cepat memasuki rumah. Lalu, ia berjalan menuju ke dalam kamar. Ia tidak peduli dengan panggilan dari wanita yang telah melahirkannya. Calon pewaris harmadi hanya memikirkan kejadian yang baru saja ia lihat.
Beban pikiran Aska membuatnya terus berjalan masuk ke dalam kamar lalu menguncinya dari dalam. Ia bahkan enggan memberitahu sang Ibu alasan dirinya terlambat pulang ke rumah. Di Medang pemuda tampan itu hanya terpikikan wajah Keisha yang menahan rasa sakit luar biasa akibat penyiksaan.
"Mungkinkah wanita itu adalah ibunya? Atau ibu tirinya? Atau majikan? Tapi siapapun dia, aku rasa tidak pantas jika seseorang menyiksa orang lain dengan cara yang sangat menyakitkan," gumam Aska sendirian.
Aska tidak pernah melihat kejadian yang aku mengerikan seperti itu. Kejadian yang benar-benar diluar nalar dan pikirannya. Bahkan pelayan yang bekerja di rumahnya tidak pernah mendapatkan siksaan yang sangat mengerikan. Apakah salah Keisha hingga Ia mendapatkan hukuman yang sangat berat. Pikiran Aska terus saja tertuju kepada wajah Keisha yang penuh kesedihan. Ia mulai mengerti, tentang permintaan dari gadis itu yang menginginkan kehadiran malaikat maut. Pemuda tampan yang merupakan teman sebangku dari Keisha tidak menyangka ternyata dari tatapannya sungguh sangat menyakitkan.
"Aska? Kamu kenapa Nak? Apakah ada masalah?" wanita yang merupakan nyonya besar kediaman harmadi terus mengetuk pintu kamar putranya dan bertanya. Sebagai seorang ibu, ia sangat menghawatirkan anak kesayangan dan juga satu-satunya. Karena itulah dia masih berusaha untuk bertanya kepada Aska.
"Putra mama! Buka pintunya dong nak! Mama ingin berbicara denganmu!" nyonya Ani harmadi terus meminta agar putranya mau membukakan pintu. Namun, dia adalah Aska. Pemuda keras kepala yang sulit sekali diluluhkan. Saat ia sudah memutuskan sesuatu maka tidak ada yang bisa berani menolak. Hanya kata-kata harmadi yang ia takutkan. Selain itu tidak ada yang ia pedulikan.
Setelah beberapa lama nyonya harmadi berdiri di depan pintu kamar putranya, ia pun akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan putranya sendirian. Dia mencoba mengerti, mungkin Aska ingin sendirian dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.
"Baiklah Azka! Mama pergi, jika kamu membutuhkan Mama datanglah ke kamar!" ucap nyonya besar kediaman harmadi. Lalu ia pergi meninggalkan kamar putranya, meski hatinya masih gelisah dan mengkhawatirkan apa yang terjadi tapi Ibu satu Putra itu tidak bisa memaksa.
"Panggilkan Pak Burhan untuk menghadap!" Perintah nyonya harmadi kepada seorang pelayan yang melintas. Kemudian ia duduk di teras lantai 2 sambil menunggu Pak Burhan datang menghadap. Pria paruh baya yang bertugas menjadi sopir pribadi Aska tergopoh-gopoh menghampiri tuannya. Ia berdiri didepan nyonya harmadi sambil menundukkan kepala.
"Kenapa kalian terlambat?" tanya nyonya harmadi kepada sopir pribadi dari Aska. Hanya Pak Burhan lah harapan Ibu Aska untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Pak Burhan tampak kebingungan mendengar pertanyaan dari tuannya. Sebab secara kronologis Ia juga tidak mengetahui detail kejadian hingga Aska terlambat untuk kembali pulang.
Praakkk....
Meja pun dipukul, nyonya harmadi marah sebab Pak Burhan hanya berdiri mematung tanpa memberikan jawaban.
"Maafkan saya nyonya! Maafkan saya!" pria paruh baya terkejut mendengar suara dentuman saat tangan lembut nyonya harmadi memukul meja. Ia menunduk sambil ketakutan.
"Ceritakan!" perintah nyonya harmadi kepada sopir putranya.
"Tuan muda meminta saya untuk mengantarkannya ke suatu tempat. Saya sudah berusaha menolaknya, tapi tuan muda tetap bersikeras. Dia berjanji tidak akan lama. Kami pun berjalan menuju sebuah desa, lalu Tuan muda meminta saya berhenti saat menemukan jalan setapak yang berada di pinggir sungai. Tuan muda meminta saya untuk menunggunya di dalam mobil, Saya ingin menolak tetapi akhirnya saya pun menurutinya. Namun tuan muda tidak kembali setelah beberapa jam, Saya menyusul namun saya tidak menemukan tuan muda di tempat itu. Ketika nyonya menghubungi saya, saat itulah tuan muda kembali. Maafkan saya nyonya! Saya bersalah! Saya pantas dihukum!" Pak Burhan mencoba menjelaskan tentang kejadian saat mereka pulang dari sekolah.
"Apakah kamu tahu alasan perubahan sikap dari tuan muda?" tanya nyonya harmadi dengan penuh selidik.
"Maafkan saya nyonya! Saya tidak tahu," jawab Pak Burhan sambil terus menundukkan kepala.
"Pergilah!" perintah nyonya harmadi. Kemudian Pak Burhan pun mundur perlahan lalu pergi meninggalkan tuannya. Nyonya harmadi kembali berpikir tentang Putra kesayangannya.
***
Keesokan harinya, seperti biasa Keisha berjalan menelusuri jalan setapak di pinggir sungai yang ia lalui setiap hari. Selain jalan tersebut adalah alternatif tercepat untuk tiba di sekolah, Keisha juga tahu bahwa jalan itu sangat sepi karena itulah ia terus memilih jalan tersebut. Gadis Malang itu berjalan sambil menundukkan kepala. Ia masih merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Semakin hari penyiksaan dari ibu tirinya semakin berat. Semakin hari derita gadis itu semakin menyayat. Tapi ia tak bisa berbuat, hanya menangis yang menjadi obat.
Ia berdiri menatap sawah yang terbentang luas di seberang sungai. Sebuah senyuman tampak dari wajah gadis itu. Ia ingat masa-masa kecil, saat dirinya bersama sang ibu berlarian di sana. Menelusuri pinggiran sawah hingga terkadang ia terjatuh dan terbenam lumpur. Saat itu sang Ibu pasti akan berlari dan menggendong tubuhnya yang sangat kotor. Lalu membersihkannya sambil terus bercerita dan tersenyum bahagia. Dalam senyuman Keisha kini menetes beberapa titik air mata. Setelah itu ia menghapus dan berjalan meninggalkan sungai untuk pergi ke sekolah.
Gadis Malang itu tidak menyadari jika seorang pria tampan sedang mengikutinya dari belakang. Aska sengaja berangkat lebih awal agar bisa menunggu teman sebangkunya dan berangkat bersama secara diam-diam. Aska sudah tiba di rumah Keisha saat Gadis itu hendak meninggalkan rumah. Dia sengaja meminta Pak Burhan untuk mengantarkannya ke sana Lalu membiarkannya sendirian. Pak Burhan awalnya menolak tetapi akhirnya ia pun setuju dan kembali pulang ke rumah setelah mengantar Tuan mudanya.
Pemuda tampan itu mulai mengikuti langkah Keisha. Aska bisa melihat semua derita Dan juga kesedihan yang dirasakan oleh gadis berkulit hitam. Kesedihan yang selalu ia sembunyikan di balik kaca mata tebalnya. Sesekali Gadis itu menghapus air mata yang terus saja memaksa untuk bisa keluar dari pelupuk matanya. Namun Aska hanya bisa menatap dari kejauhan.
Mereka berdua terus berjalan, hingga mereka tiba di sekolah bersamaan. Kesya baru menyadari bahwa Ia datang bersamaan dengan Aska saat melihat para gadis di sekolahnya mengejar Aska yang sedang berdiri di belakang Keisha. Gadis tersebut menoleh ke belakang sesaat, ia bertanya kenapa Aska bisa berada di belakangnya. Bukankah seharusnya Aska selalu diantar dan dijemput oleh sopir. Keisha mulai mencurigai bahwa Aska mengikuti dirinya. Tapi detik kemudian Ia pun menggeleng, ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa Aska tidak mungkin melakukan hal itu kepada dirinya.