"Sekarang aku sudah bekerja di istana ayah! Di sana banyak sekali malaikat baik, aku bahagia tinggal di sana karena aku terbebas dari siksaan ibu!" Sudirman sangat senang mendapatkan cerita baik dari putrinya.
"aku berjanji ayah, akan segera mencari cara agar bisa membawa Ayah pergi dari sini!" Ucap Kesya dengan penuh semangat.
"Apa?" Tiba-tiba Maulida sudah berdiri di depan pintu dengan wajah penuh amarah. Dia mendekati Kesya dan juga suaminya. Di depan Sudirman Maulida menarik rambut Keisha lalu membantingnya ke lantai.
"Ibu?" pekik Keisha menahan rasa sakit.
"Apa katamu? Baru jadi pembantu di rumah orang kaya kamu sudah berani belagu. Berani kamu menjanjikan untuk membawa ayahmu dari rumah ini? Kenapa? Apa karena siksaan yang aku berikan kepadamu?" Maulida terus menarik rambut Keisha. Gadis Malang itu hanya bisa menahan semua rasa sakit yang diberikan oleh ibu tirinya.
"Kamu pikir kamu siapa?" bentak Maulida sambil menarik rambut anak tirinya lebih kuat. Kesya meringis menahan rasa sakit.
"kenapa? Apakah sakit?" tanya Maulida.
"Sakit Bu!" jawab gadis Malang itu.
"Apa? Itu artinya kamu menganggap bahwa aku adalah ibu tiri yang kejam. Kamu mau mengatakan kepada semua orang bahwa aku sering menyiksamu? Apakah ini sakit?" amarah Maulida semakin memuncak.
"Tidak Bu!" jawab gadis belia itu.
"ternyata kamu cukup kuat, aku akan menambah penyiksaan agar kamu merasa sakit!" Maulida semakin menarik rambut Keisha. Beberapa helai rambut tampak tercabut dari akarnya. Gadis Malang itu tidak tahu jawaban apa yang harus Ia berikan kepada sang ibu tiri. Karena semua jawaban adalah salah dimata Maulida.
Sementara Sudirman juga tidak bisa berkata apa-apa. Seorang ayah yang bahkan tidak bisa menghentikan penyiksaan yang dilakukan istri terhadap anak kandungnya. Seorang ayah yang hanya bisa memalingkan wajah karena tidak mampu melihat penyiksaan yang diterima oleh Keisha. Dia menyesali dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin dia memberontak tetapi jika keluar sebuah suara dari lisannya penyiksaan Kepada Keisha akan semakin berat. Diam adalah solusi terbaik untuk saat ini.
Maulida terus membabi buta. Melakukan penyiksaan kepada Putri tirinya. Pukulan, cambukan dan sumpah serapah terus menimpa tubuh keysia yang lemah. Hanya ada air mata, air mata yang tumpah tanpa suara. Karena sebuah suara akan semakin menambah beratnya penyiksaan. Derai air mata yang tumpah menjadi saksi kepedihan.
"hentikan!" tak sanggup melihat penyiksaan yang diterima oleh Putri satu-satunya. Sudirman memberanikan diri untuk mengangkat suara. Menghentikan gerakan Maulida yang sedang menyiksa Keisha.
"Apa?" Maulida menyeringai menatap sang suami yang sedang duduk di kursi roda.
"hukumlah aku! Pukul aku sesuka hatimu. Tapi ku mohon lepaskan anakku!" Sudirman berusaha bergerak hingga ia terjatuh ke lantai dan bersimpuh di hadapan istrinya. Dengan segenap kekuatan Dia memegang kedua kaki sang istri, Sudirman berharap agar Maulida bisa memberikan pengampunan kepada keysia meski dirinya akan mendapatkan penyiksaan yang lebih berat.
"tidak ayah! Ayah sudah terluka. Aku masih kuat menangguk siksaan dari ibu! Pergilah ayah!" Keisha tidak mampu melihat sang ayah yang bersimpuh di kaki wanita kejam itu. Gadis itu menarik tubuh sang ayah dan memberikan tubuhnya untuk disiksa oleh Maulida.
"Tidak nak! Pergilah! Jangan pernah kembali! Ayah mohon kepadamu. Lupakan ayah! Hiduplah dengan bahagia!" Sudirman memaksa putrinya untuk pergi dari sana. Tetapi Keisha tidak mau mendengarkan kata-kata sang ayah.
Hahaha...
Maulida tertawa terbahak-bahak melihat sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh suami dan anak tirinya.
"Ternyata kalian sama bodohnya!" Ucap Maulida sambil terus tertawa. Dia merasa kesal, karena ayah dan anak saling membela satu sama lain. Akhirnya Maulida marah lalu mendorong suaminya hingga tersungkur.
"ayah?" keysia berusaha mendekati ayahnya. Tetapi sang ibu tiri sudah menarik rambut Keisha. Sehingga gadis Malang itu tidak bisa bergerak.
"ayah!" Dia hanya bisa menangis sambil memanggil nama ayahnya. Maulida tidak bisa melihat kasih sayang yang tampak dari kedua orang itu. Dengan marah dia mengambil tali pinggang kemudian kembali memukuli tubuh Kesya. Penyiksaan yang semakin parah dan semakin berat. Penyiksaan tidak berhenti. Bahkan Keisha sudah tidak mampu menarik nafasnya. Tubuhnya gemetar, nafasnya terengah-engah. Pandangannya memutar, Keisha hampir kehilangan kesadarannya. Tetapi Maulida tidak berhenti. Pukulan demi pukulan terus mendarat di tubuh gadis Malang itu. Setelah selesai dengan Keisha Maulida beranjak menuju suaminya yang masih terduduk di lantai. Pukulan selanjutnya mendarat di tubuh suaminya yang malang.
Penyiksaan hari ini benar-benar penyiksaan terberat yang dialami oleh Keisha. Dia hanya bisa menutup mata saat melihat sang ayah mendapatkan pukulan dan menahan rasa sakit. Sang ayah memberikan isyarat kepada Keisha untuk segera pergi dari sana. Sudirman ingin agar putrinya bisa bisa benar-benar terbebas dari penyiksaan istrinya. Namun anak dari Sudirman tidak ingin meninggalkan sang ayah, selain itu tubuhnya juga sudah sangat lemah sehingga tidak mampu bergerak. Setelah Maulida puas dengan semua siksaan yang dia berikan kepada suami dan Putri tirinya barulah ia berhenti. Lalu Maulida pergi dari kamar Sudirman menuju kamarnya dan mulai menangis.
Dengan segala kemampuan yang ada, Keisha mulai mendekati tubuh sang ayah. Gadis malang itu menangis saat melihat darah yang menetes membasahi pakaian ayahnya.
"Ayah!" panggil Keisha sambil terus berair mata.
"ayah tidak apa-apa nak!" jawab Sudirman sambil tersenyum.
"Bagaimana keadaan mu nak?" Sudirman mencoba memeriksa keadaan tubuh anaknya. Iya sudah lelah berair mata saat setiap hari melihat siksaan yang diterima oleh Putri satu-satunya.
"Maafkan ayah nak! Ayah bukanlah seorang ayah yang baik. Ayah bahkan tidak bisa melindungi dirimu. Maafkan ayah nak!" Sudirman membelai rambut anaknya. Dia benar-benar merasa bersalah karena tidak mampu melindungi Putri satu-satunya. Kehidupannya kini dalam penderitaan atau siksaan yang harus diterima Kesya.
"Tidak ayah! Semua ini bukan salah ayah! Semua ini sudah takdir yang harus kita terima," jawab Kesya.
"Pergilah! Jangan pernah kembali, Ayah tidak ingin melihatmu menderita. Hiduplah dengan lebih bahagia!" pinta sang Ayah agar putrinya mau meninggalkan dirinya. Sudirman hanya ingin agar Putri satu-satunya bisa merasa bahagia.
"Tidak ayah! Aku akan kembali untuk menjemput ayah!" jawab Keisha. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki gadis Malang itu berusaha berdiri lalu membantu sang ayah untuk kembali duduk di kursi rodanya. Keysia masih tidak mengerti mengapa tiba-tiba sang ayah bisa menderita lumpuh seperti itu sementara sebelum ayahnya menikah dengan sang ibu tiri ayahnya dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi gadis Malang itu tidak berani untuk bertanya.
Setelah memastikan bahwa sang ayah baik-baik saja Kesya berjalan meninggalkan ayahnya untuk kembali ke istana dimana ia bekerja.