"Remind me to kill those bastards once I find out who they are," desis Mark, "They don't deserve to live,"
"At least you have to torture them before you kill them," ujar Yuki.
"Hey stay calm guys. Even you guys turned into psycho in less than 24 hours," Arjun melerai.
"You aren't different from them Arjun," Juwita melempar pemuda itu menggunakan bantal yang berada tak jauh darinya, "Ngaca,"
"Jahat," Arjun memasang wajah teraniayanya membuat Juwita bergidik jijik.
"Stay away from me Arjuna," pekik gadis itu.
"Guys, i found something. The latest news," ucapan Sonya sontak membuat semuanya menoleh menatap gadis itu.
"Say,"
"Di sini di bilang kalo penyebab virusnya mewabah itu karena objek percobaannya kabur dari lab," jelas Sonya, "Terlalu aneh. I mean kaya terlalu imposible buat objek percobaan project sebesar itu kabur kan?"
"Beritanya nggak bener," balas Dino.
"Mereka yang maksa buat lakuin uji coba sama virus itu dan sengaja lepasin si objek percobaan," tukas Yeri.
"Who do you mean they?"
"I don't know, mereka orang jahat pokoknya," jawab Yeri, "Dan gila,"
"Gue yakin, mereka seberpengaruh itu," Yuki memainkan note book milik ayah Arjun hingga sebuah kertas tidak sengaja jatuh dari sana, "Apaan nih?"
"Eh kemaren kayaknya gue nggak nemu itu deh," Arjun menatap kertas itu, "Ada tulisannya?"
"Ada," jawab Yuki.
"Bacain,"
"Hai Arjuna Galang Mahendra. Tidak terasa jagoan ayah sudah tumbuh sebentar lagi, berapa usiamu? Sudah 18 tahun bukan? Ah 18 tahun merupakan angka yang cukup banyak. Arjun, kamu harus tau satu hal, dewasalah, karena dewasa tidak tentang umur, tetapi bagaimana sikap kita menghadapi sebuah permasalahan. Itu yang di namakan dewasa,"
"Mulai sekarang ayah akan selalu mendukung apa yang kamu lakukan. Karena ayah yakin, kamu pasti dapat membedakan mana yang benar dan salah. Ayah tau kamu sangat membenci ayah karena keegoisan ayah sendiri. Ayah sadar sekarang, semua yang di paksakan tidak pernah berjalan dengan baik, ayah sungguh meminta maaf,"
"Ayah menyesal, sangat," Yuki mendongak, menghalau air matanya agar tidak menetes, "Tolong maafkan ayah, kamu tahu? Suatu hari ayah ingin sekali membawamu dan bunda untuk piknik bersama. Jika bunda tidak sibuk tentunya,"
"Semoga, hari itu dapat tercapai. Ayah sangat menyayangimu. Maafkan ayah yang egois. Maaf selama ini memaksamu, tidak pernah menghargai pendapatmu, maaf, maaf,"
"Your dad love you so much," gumam Lucas pada Arjun.
Pemuda itu menunduk, memainkan jari-jarinya, "I know, but he was very temperamental and emotional,"
"Semua orang bisa berubah," Juwita tersenyum kecil, mengenggam jemari Arjun, "Termasuk ayah, dia cuma pengen yang terbaik buat lo,"
"Yes, I hope so," lirih Arjun, suaranya terdengar serak.
Gadis itu berdiri, menarik lengan Arjun untuk ikut bersamanya, "Gue mau ngobrol dulu sama dia, kalian diskusi aja dulu,"
"Oke,"
Juwita mengangguk kecil lalu segera menarik pemuda itu menuju ruang tengah.
"Why?"
"I know you need a hug now," jawab Juwita, "Dan gue nggak mau ngelakuin itu di depan temen-temen,"
"Gue nggak selemah itu," Arjun memalingkan wajahnya, namun tidak menolak saat gadis itu memeluk tubuhnya erat, "Kadang gue takut baper sama lo Juw,"
"Lo udah," bisik Juwita.
"Belum,"
"Berarti suatu hari nanti iya?"
"I don't know," Arjun membalas pelukan Juwita erat, "Kenapa emang,"
"Karena gue udah,"
"Hm? What about Hendry? You love him?"
".."
"Ah i know. I shouldn't expect to much from you,"
"No, don't be like that," Juwita memukul pelan dada Arjun, "Gue nggak mau jadi bodoh lagi, who didn't even notice my own feelings,"
Arjun tersenyum kecil, "Gue nggak maksain lo, lo nggak bakal bahagia kalau terpaksa. Setelah ini selesai, gue bakalan bilang sama bokap buat batalin pertunangan kita,"
"NGGAK," pekik Juwita, matanya berkaca-kaca, menatap Arjun sendu, "Tega lo,"
"Lo itu prioritas. Gue bahagia kalo lo bahagia Juw,"
"My happiness is you. Oh damn why is this so cringe," Juwita bergidik, "Tapi itu beneran,"
Arjun terkekeh kecil, "Really?"
"Yes,"
"Say,"
"I love you,"
"I love you too, now, tommorow and forever,"
***
"Ada surat lain," seru Yuki.
"Nunggu Arjun sama Juwita balik dulu," balas Mark.
"Habis ini kita mau ngapain?" tanya Yeri.
"Tidur lah,"
"Nggak gitu Din. I mean nggak mungkin kan kita selamanya di rumah ini,"
"Gue nggak tau," Mark menggeleng, "Tempat yang aman dari zombie?"
"Tempat yang jauh dari kota," sahut Sonya.
"Lebih aman lagi jauh dari permukiman manusia," Lucas ikut menyahut.
"Nah, tapi di mana?" Yuki bertanya.
"Itu di pikirin nanti aja. Kalian nggak capek lari-lari tadi?" Dino merebahkan tubuhnya asal, "Mana laper nih gue. Istirahat satu jam masih kurang kalo kata gue,"
"Yaudah istirahat dulu aja. Habis itu mandi," ujar Yuki, "Ntar yang cewek-cewek masak sama gue ya,"
"Oke,"
"Eh Arjun tadi di surat itu Arjun benci bokapnya? Kenapa?"
"Karena bokapnya terlalu pemaksa, tempramental, emosional, dan nyebelin," Lucas menjawab pertanyaan Dino, "Arjun merasa dia selama ini cuma boneka bokapnya,"
"Ah gue ngerti," Dino mengangguk.
"Tapi emang, dilingkup kita hampir semua orang tua kaya gitu. Money money and money, money is the first and priority," Yuki berujar malas, "Dan sayangnya gue nggak bisa apa-apa,"
Lucas merangkul bahu Yuki, "Sabar, sekarang ada gue,"
"Ahh cutie," jerit Sonya.
"Iri tuh iri," cibir Mark.
"Berisik,"
"Kenapa kalian nerima waktu di jodohin?" tanya Yeri.
"Karena sama-sama menguntungkan," jawab Lucas cepat.
"What about your own feeling?"
Yuki beralih menatap Mark, "I don't know. But selama ini nggak ngerugiin gue, why not?"
"Lucas?"
"Me too,"
"Kalian gimana sih? Masa tunangan tapi nggak saling cinta?" Sonya melotot kesal.
"Bahkan gue nggak ngerti tentang cinta-cintaan gitu," acuh Yuki, "Di logika aja deh, perjodohan ini menguntungkan banget untuk dua belah pihak. Semacam simbiosis mutualisme,"
"Capek gue ngomong sama orang yang terlalu berpegang teguh sama logika," gumam Yeri.
"Gimana pun kita juga harus mikir pake logika, nggak selamanya pake perasaan," timpal Lucas.
"Halo gaes ngomongin apa? Ngomongin gue ya?" Juwita memasuki kamar Arjun dengan menggandeng lengan sang empunya.
"Eh? Udah nempel aja kaya perangko, udah-"
"Iya dong kita udah resmi," Juwita memotong ucapan Yuki dengan riang.
"Resmi apa?" Dino mengernyit.
"Resmi saling cinta hehe," Juwita melemparkan cengiran lebarnya, "Habis confess nih gua,"
"Ada ya kayak gitu?" Mark menggeleng, menatap Juwita aneh, "Hendry? Bukannya lo baru putus sama dia?"
"Dia mah cuma koleksi pacar," acuh Juwita.
"Udah udah, Jun tadi ada surat lagi,"
"Udah lo baca?" Arjun duduk di samping Yuki diikuti Juwita.
"Belom,"
"Yaudah bacain,"
"Oke," Yuki mengangguk singkat, "Arjun, jika kamu menemukan surat ini, semoga saja ayah masih hidup, semoga, dan yang sudah pasti virus itu sudah menyebar luas. Ayah yakin kamu bisa mengatasi zombie-zombie itu, namun tidak dengan virusnya. Sebisamu, jangan sampai terpapar virus itu, karena akan sangat berbahaya, ayah dan anggota tim lain sekarang sedang mencoba memperbanyak vaksin virus ini agar tidak semakin menyebar luas bahkan hingga keluar kota. Pergilah ke ruangan ayah, di pojok ruangan terdapat sebuah almari. Bukalah, di sana kamu akan kenemukan brangkas, sandinya 1308, akan ada petunjuk lain di sana,"