Perjalanan yang amat sangat melelahkan, akhirnya berakhir. Dan Daniel kini telah sampai bandara di Indonesia.
"Ayah, Ibu. Sedang apa kalian saat ini?" ucap Daniel yang sudah membayangkan kebahagian berada pada matanya.
Daniel tersadar, dan menggelengkan kepala mengembalikan konsentrasinya pada jalanan yang akan di lewatinya.
Daniel terus melangkah berjalan dan kini dirinya terlihat sedang mencari sebuah tumpangan yang akan mengantarkanya ke rumah.
"Dek, mau kemana?" tanya seorang supir yang menjajakan jasanya.
"O ya, Pak. Bisa antarkan saya ke alamat ini?" tanya Daniel sambil menunjukan sebuah kertas yang berisi alamat pada si supir.
Sesaat sang supir membaca dan menganggukan kepalanya.
"Bisa, tentu bisa Dek. Ayo cepat masuk. Biar saya bantu masukan barangnya ke bagasi." ucap si supir sambil membantu memasukan koper yang di bawa Daniel ke dalam bagasi.
Dan Daniel akhirnya masuk dan duduk di bangku penumpang sambil menyenderkan kepalanya yang masih terasa lelah dan mengantuk.
"Ya, sudah Dek. Sebaikanya Adek tidur dulu, karena perjalanan kita lumayan memakan waktu." ucap si supir pada Daniel sambil menstater mobilnya.
Perjalanan dari bandara menuju rumah Daniel, kurang lebih memakan waktu 2 jam. Dan itu tidak di sia siakan Daniel untuk mengistirahat badanya agar nanti ketika sampai rumah, dirinya bisa langsung melepas rindu dan berbincang bersama kedua orang tuanya.
Cuaca cerah berubah menjadi hitam pekat. Dan sudah bisa di perkirakan bahwa akan ada hujan yang sangat lebat yang mengguyur jalanan ibu kota.
Dan benar saja, terjadi hujan lebat di campur petir yang menggelegar menyambar dimana mana.
"Tidakkkkk ...," Daniel terbangun kaget dengan wajah yang sudah bermandikan keringat.
Sang supir yang mendengar dan mengetahui hal itu, dirinya segera memberikan lampu send dan meminggirkan mobilnya di tepian jalan.
"Kenapa, Dek?" tanya supir tersebut pada Daniel.
Daniel sekilas memandang ke arah luar jendela mobil dan kini memandang sang supir sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak ada apa apa, Pak. Saya hanya bermimpi buruk barusan." jelas Daniel.
"Ouwh ..., apa perlu kita beristirahat sejenak?" tanya si supir yang masih cemas melihat Daniel.
"Tidak usah Pak, kita lanjutkan saja perjalananya." jawab Daniel yang sudah tidak sabar ingin bertemu kedua orang tuanya.
Dan tak terasa, 2 jam telah berlalu. Dan kini mobil taxi yang di tumpangi Daniel telah sampai tepat di depan pagar halaman rumah kedua orang tua Daniel.
Daniel yang sudah tak sabar menahan rasa rindu kepada orang tuanya, dirinya segera membuka pintu dan keluar untuk mengambil cover bawaanya yang berada di dalam bagasi.
"Pelan pelan saja, Dek." Sang supir menggelengkan kepala sambil tersenyum memandang Daniel.
"I ya, Pak. O ya, berapa semua ongkosnya, Pak?" tanya Daniel.
"Tuh," jawab Supir dengan tangan menunjuk ke arah argo meter di dalam taxinya.
Daniel mengangguk dan mengeluarkan uang sesuai jumlah tarif yang telah tertera pada Argo dan memberikanya pada sang Supir.
"Terima kasih, Pak." ucap Daniel.
"Sama sama, Dek." jawab si supir sambil berlalu pergi meninggalkan Daniel.
Rasa lelah kini telag hilang ketika Daniel menatap ke arah rumahnya.
"Aku yakin kalian pasti senang mendengar berita kelulusanku." ucap Daniel seraya membuka pagar rumah dan melangkah menuju pintu depan rumahnya.
Di depan pintu rumahnya, Daniel mengetuk pintu dengan jantung yang terus berdebar debar.
Namun, sesaat Daniel merasa heran karena sudah beberapa kali dia mengetuk pintu, tapi belum ada sahutan dari penghuni yang berada di dalam rumahnya.
"Ayah, Ibu. Kalian dimana?" Daniel kini mencoba mengintip lewat kaca jendela depan rumahnya.
Semua tak terlihat dengan jelas, karena memang posisi lampu sedang tidak menyala.
Sesaat Daniel teringat dengan mimpi buruk yang menimpa dirinya ketika tadi dirinya masih berada dalam perjalanan.
"Tidak mungkin," Daniel kini mencoba memuta kenop pintu dan mendorongnya.
Dan benar saja, pintu depan rumah Daniel tidak terkunci. Dan membuat kecurigaan Daniel makin menjadi.
"Ayah, Ibu. Dimana kalian?" seru Daniel sambil mencari saklar lampu ruang tamunya.
Setelah menemukan saklarnya, Daniel langsung mencoba menghidupkan lampu ruang tamunya.
Daniel sontak kaget ketika tahu keadaan di dalam ruang tamu rumahnya kini sudah seperti kapal pecah.
Daniel berlari meninggalkan koper dan tasnya menaiki anak tangga menuju kamar kedua orang tuanya.
Daniel melihat banyak sekali cairan berwarna merah yang menuju ke arah kamar orang tuanya.
"Ayah, Ibu. Buka pintunya aku mohon." Daniel menggedor gedor pintu kamar kedua orang tuanya.
Merasa tak ada sahutan, kini Daniel nekat untuk mendobrak pintu tersebut.
Beberapa kali Daniel melakukan tendangan ke arah pintu, dan kini pintu itu pun berhasil di buka paksa oleh Daniel.
Dan kini Daniel masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.
Wajah Daniel berubah menjadi pucat di tambah air mata yang sangat deras keluar dari kedua matanya.
"Ayah, Ibu."gumam Daniel sambil terduduk melihat kedua orang tuanya yang sudah tidak bernyawa.
Namun, Daniel masih tidak percaya dengan apa yang baru saja menimpa keluarganya.
"Ayah, Ibu." Daniel mengguncang guncang badan kedua orang tuanya yang sudah tak bernyawa.
Daniel segera keluar dari kamar kedua orang tua dan berlari kecil menuju tas dan kopernya yang masih berada di ruang tamu.
Daniel segera mengeluarkan ponsel di dalam tas dan memutuskan menghubungi pihak kepolisian.
Daniel kembali berlari menuju kamar kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu. Mengapa kalian bisa seperti ini," Daniel mengangkat kepala Ibunya dan merengkuhnya.
Dan tak berselang lama, pihak kepolisan datang dan segera melakukan evakuasi pada jasad korban.
Beberapa polisi telah mengajukan beberapa pertanyaan pada Daniel sebagai pelapor sekaligus saksi yang pertama kali melihat jasad orang tua terbunuh.
Dan polisi segera memberi police line di depan rumah Daniel. Dan membawa Daniel ke kantor polisi untuk di mintai keterangan lebih mendetail.
Di kantor polisi, Daniel di tanyai tentang siapa saja rekan orang tuanya, dan apa pekerjaan orang tuanya.
Dan setelah mendapatkan jawabanya, Daniel akhirnya di perbolehkan kembali untuk pulang ke rumahnya.
Daniel sangat bersedih, kini tinggal tersisa kakak perempuanya yang bernama Cintya, yang Daniel sendiri tidak tahu pasti keberadaanya.
Sebelum sampai menuju rumahnya, kerabat dekat dari Oddet Ayah Daniel, terlihat sudah menghadang Daniel.
"Daniel," panggil William.
"Paman William," jawab Daniel yang sudah menganggap William sebagai pamanya.
"Daniel, masuklah. Sebaiknya kita berbincang di dalam." ajak William pada Daniel.
Daniel mengangguk dan mengikuti langkah William dari belakang menuju rumahnya.
Di dalam rumah William, Daniel di sambut hangat oleh Melinda istri dari William.
"Daniel, aku turut berduka cita atas musibah yang telah menimpa keluargamu." ucap Melinda sambil memeluk Daniel dengan erat.