Chereads / Mengejar Cinta Janda Perawan / Chapter 16 - Rumah Sakit

Chapter 16 - Rumah Sakit

Bianka sudah hampir berjalan ingin menyusul kedua mertuanya. Namun, tangannya langsung dicekal oleh ibunya, itu membuat Bianka seketika menoleh. Ibu Bihana pun menangis seraya menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika Bianka sudah menatapinya.

"Lepaskan, Ibu! Bianka mau menyusul mereka, apa Bianka salah mempertahankan semua ini? Kan belum tentu mas Betran meninggal, siapa tau dia nanti kembali setelah ditemukan," ucap Bianka dengan menahan rasa gejolak di dadanya yang teramat sakit. Air mata sudah menetes dengan sendirinya, merasa tak tega dengan ibunya yang sudah menangis deras jadi Bianka sudah tak tahan lagi, mengeluarkan air matanya dengan sendirinya.

Ayah Burhan yang juga tak tega melihat istri dan anaknya seperti itu, suaranya langsung tegas dan bergetar. "Cukup Bianka! Ibu! Kalian harus diam! Dan menerima semua ini! Terutama kamu Bianka, kamu harus tenang, tak lihatkah kamu tadi dipermalukan seperti itu dan sudah tak terima di keluarga Betran lagi? Apa kamu tidak punya harga diri hah! Pernikahanmu dari awal sudah salah dan tak sabaran, sekarang lihat kan akibatnya! Itu makanya kamu harus patuh kepada ucapan orang tua."

usai mengucapkan itu semua, ayah Burhan terus memegangi dadanya, dadanya terasa nyeri yang hebat dan beliau tiba-tiba duduk bersimpuh, tak sadarkan diri. Ibu Bihana dan Bianka langsung terbelalak dan berteriak histeris bersamaan.

"Ayaaaaah!"

"Ayaaaaah, bangun Ayah, banguuuun! Maafkan Bianka yang bandel ini, sekali lagi maafkan Bianka Ayah, maaf, hiks, hiks, hiks." Bianka sudah ikut duduk bersimpuh. Memegangi bahu ayahnya dan menggoyangkannya, dia menunduk menatapi ayahnya, dengan air mata yang berderai, menetes tepat mengenai pipi ayahnya.

"Aku tak akan memaafkan diriku sendiri apabila Ayah kenapa-kenapa, aku benar-benar anak yang tak berguna dan malah menyakiti hati, Ayah, bangun Ayah, bangun!" sesal Bianka yang tak ada habisnya. Dia bingung harus bagaimana dan melakukan apa makanya berceloteh terus menerus.

"Diam Bianka! Diam! Mendingan kamu bantu Ibu membopong Ayah ke kamar, dari pada kamu mengoceh terus menerus yang membuat kepala Ibu sakit, setelah itu kamu bantu Ibu memanggil dokter di seberang jalan sana! Yang pasti meminta bantuan kepada para tetangga juga percuma sekarang karena mereka sudah tak sudi lagi terhadap keluarga kita, ya gara-gara kejadian tadi itu," terang Ibu Bihana yang diangguki kepala oleh Bianka.di

Lagian Bianka bisa apa, kalau terus mengoceh juga nanti serba salah, yang dia lakukan sekarang hanyalah patuh dan pasrah saja nantinya, penyesalan juga sudah tiada berguna lagi. Emang dia mengakui kalau salah, tapi dibentak seperti itu oleh ibunya juga ayahnya yang belum pernah membentak dia dulu, rasanya sungguh sangat sakit.

Sekarang, Bianka pun melakukan tugasnya, dia berhamburan ke arah luar, berlari ke arah rumah sakit yang ada di seberang sana. Tanpa perduli dengan semua tetangga yang menatapi dan menggosipkannya. Hanya sesekali terdengar gosipan tetangga yang semakin membuat hatinya hancur.

"Heeey tuh lihat anak pembawa sial berhamburan ke sana ke mari, pastinya ayahnya nanti meninggal gara-gara sakit jantung," hardik tetangga yang memakai baju merah dengan bibir yang dimonyongkan.

"Iya nih pastinya nanti yang dekat dengannya akan mengalami kesialan tujuh turunan. Wajah doang yang cantik tapi munafik."

Semua tetangga terus menerus menghardiknya. Padahal Bianka mencoba acuh tak acuh dan tak mendengarnya, dia juga sudah tergesa-gesa. Tapi tetap saja terdengar di telinganya semua itu. Yang lebih parahnya lagi ada yang melemparinya dengan batu kerikil sembari tertawa terbahak-bahak. Namun, kesakitan yang sungguh luar biasa itu ditahannya demi ayahnya, lebih baik mengurus ayahnya dari pada nyinyiran tidak jelas.

Bianka pun membatin. 'Tuhaaan apabila ini adalah cobaan yang Engkau berikan, tabahkanlah hati hamba, jauhkanlah dari rasa sakit ini. Sungguh teramat sakit hatiku, dan apabila mas Betran masih hidup, kembalikanlah kepada hamba, tapi sebaliknya kalau dia sudah tiada lapangkanlah hati hamba dari semua cobaan ini.'

Bianka terus menelurusi jalanan. Sampai-sampai dia hampir tertabrak akibat tergesa-gesanya. "Heeey kamu punya mata gak sihhh, sembarangan dalam menyebrang! Sialan!" umpat supir truk yang sudah mengerem mendadak gara-gara ulah Bianka.

"Maaf, Pak, saya tidak sengaja," balas Bianka dengan mengatupkan kedua tangannya. Tapi supir truk itu sudah tidak membalasnya lagi, dan mengklakson dengan kasar supaya Bianka segera menyingkir dari pandangannya.

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak," tambah Bianka dengan melihat truk itu yang sudah pergi meninggalkannya. Bianka pun mengelus-elus dadanya karena sungguh dia terkaget. Untung saja dia tidak tertabrak, kalau tidak pastinya sudah akhir cerita dari hidupnya sekarang juga.

Kini Bianka lega saat sudah sampai tepat di depan rumah sakit itu. Berjalan dengan langkah dipercepat lalu berteriak. "Susteeeer, Dokteeerrr. Tolong akuuuu! Tolooooong!"

Ia terus berlari memasuki koridor rumah sakit, hingga tiba-tiba Bianka jatuh tersungkur karena tidak hati-hatinya. "Awwww."

Bianka tersentak kaget ketika ada tangan yang diulurkan ke arahnya. Padahal dia sedari tadi meratapi sakitnya. Namun, masih ada orang baik yang mau menolongnya, kepala Bianka pun diangkatnya, menatapi wajah yang akan menolongnya dengan mulut Bianka yang menganga lebar karena keterkejutan.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya lelaki itu. Dia terus menggerakkan tangannya, berharap Bianka segera menerima uluran tangannya. Lelaki itu pun membatin. 'Dia benar-benar cantik dan imut. Seperti bidadari yang turun dari kayangan.'

Lelaki itu yang tak mendapat balasan dari Bianka juga, tangannya yang tak digunakan untuk mengulur pun dijentikkannya. Bianka akhirnya mengerjap dan menutup mulutnya. "Kamu siapa? Terimakasih atas bantuan anda, tapi maaf saya tak mau merepotkan anda."

Bianka berusaha menolak secara halus. Memang seperti itulah Bianka, kalau tak mengenal orang. Pastinya akan sedingin es dan tak mau merepotkan orang lain. Dia tadi menganga seperti itu karena terkesima dengan sendirinya melihat ketampanan lelaki yang ada di depannya, karena Betran juga tak setampan lelaki yang ada di depannya itu.

Tanpa berbasa-basi lagi. Lelaki itu pun langsung meraih tangan Bianka. Menarik Bianka dengan cepat. Membantu Bianka untuk berdiri, tak perduli dengan Bianka yang sudah menolaknya. Namun, Bianka tak bisa menolaknya lagi karena pergerakan lelaki itu yang tiba-tiba begitu saja.

"Ehhh makasih, maaf saya sudah merepotkan anda, sungguh saya tak bermaksud seperti itu. Sekali lagi terimakasih banyak, saya pergi dulu karena ada urusan lain," pamit Bianka dengan sangat tergesa-gesa. Ia pun berlari tanpa menatapi lelaki itu lagi.

"Heeey jangan pergiiii! Heeey. Nama kamu siapaaa. Aku ingin mengenalmuuuuuu," teriaknya dengan sekuat tenaga. Terus menatapi Bianka yang sudah menjauh darinya.

"Astagaaaa aku terlambat, sial deh, siapa yaaa namanya hmmm. Ohhh dewi, kamu cantik sekali bagaikan bulan purnama, semoga kita berjodoh dan bertemu lagi. Tunggu dan lihat saja gadis!" Usai mengucapkan itu, lelaki itu juga ikut pergi karena ada urusan juga.