Perjalanan Bianka seketika terhenti ketika melihat suster yang tak jauh dari matanya. Wajahnya yang semula gusar kini sedikit lega. Nafasnya yang terengah-engah karena kecapekan pun diaturnya terlebih dahulu, barulah dia berucap.
"Sus, tolong aku. Tolong ikut aku, aku mohon! Ayahku di rumah sedang sekarat, lalu ibuku dan aku tak bisa membawanya makanya aku disuruh ibuku untuk menjemput Suster dan dokter yang ada di sini. Semoga bisa berkenan ikut denganku sesuai dengan permohonanku." Bianka menunduk, dengan wajah yang memelas. Tangannya sudah dikatupkan, tanda meminta permohonan dengan tulus, bahkan air matanya sudah tiba-tiba menetes dengan sendirinya. Mengingat ayahnya yang sakit sekarang karena syok gara-gara ulahnya. Pastinya Bianka akan sangat menyesal apabila sesuatu terjadi dengan ayahnya.
"Ke rumah, Mbak kah maksudnya? Tapi tunggu beberapa saat lagi yaaa karena dokter lagi ada pasien yang harus diatasi terlebih dahulu. Makanya Mbak harus antri terlebih dahulu," balas suster yang bernama Belia itu, dengan sangat ramahnya.
Bianka yang sungguh kebingungan dan tak bisa menunggu lagi, malah duduk bersimpuh. Memohon suster dengan sangat mendalam. Suster yang melihat Bianka seperti itu merasa malu karena orang-orang di sekitarnya melihatnya. Dia dengan cepat menyuruh Bianka untuk segera berdiri dari duduknya.
"Ehhh apa yang kamu lakukan, Mbak? Cepat berdiri! Meskipun Mbak seperti ini juga tak akan menyelesaikan masalah karena ini sudah prosedur dari kedokteran, jadi yang harus ? Belia mencoba meyakinkan Bianka karena dia juga tidak mempunyai wewenang lebih jadi takut juga untuk meminta permohonan kepada dokter yang benar-benar sibuk.
Tiba-tiba ada sesosok lelaki tampan dengan memakai baju merah. Mendekat ke arah Bianka. Menundukkan kepalanya dan menepuk bahunya pelan. Sepertinya dia berniat untuk membantu Bianka, ternyata lelaki itu adalah orang yang bertabrakan dengan Bianka tadi.
Tangannya diulurkan seraya tersenyum lebar. Sangat berharap Bianka membalas uluran itu. Dia hanya bisa tersenyum dan mencoba bangkit dari duduknya dengan terus menerus menatapi lelaki itu.
Di waktu Bianka sudah berdiri dari duduknya. Bianka pun membuka suaranya. "Anda? Kenapa berada di sini? Sebenarnya siapa anda?"
Belum sempat lelaki itu membalas pertanyaan Bianka. Suster itu pun mengangguk tanda hormat dan menyela mereka terlebih dahulu. "Halo, Pak Bisma? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Belia. Akhirnya Bianka tau kalau nama lelaki itu adalah Bisma, sesuai dengan apa yang dia dengar.
"Hehe sudah tidak usah membahas siapa aku dan lain sebagainya. Sekarang tunjukkan rumahmu, yang pasti aku akan membantu membawa ayahmu bersama dengan Suster, membawa ambulance ke sana," ucap Bisma yang sudah bersiap untuk membantu Bianka.
Bisma tersenyum tulus ketika usai menawarkan bantuannya. Dia yang tadinya ingin mengenal Bianka lebih dekat lagi. Sekarang terwujudkan keinginannya, siapa tau dengan dia membantu seperti ini nantinya Bianka akan sangat dekat dengannya. Dengan begitu dia akan meneruskan rencananya, yaitu cinta pada pandangan pertama kepada Bianka.
Tadi memang niatnya ada kesibukan akan mengobrol dengan papanya yang berada di rumah sakit itu. Tapi diurungkannya karena papanya sangat sibuk dan berniat nanti saja mengobrol lagi. Dia pun mengejar Bianka kembali dan membuntutinya, ternyata dia tau semua itu karena menguping dan sedih melihat Bianka yang memelas seperti itu.
Dengan kata lain. Bisma adalah anak dari pemilik rumah sakit ini. Ia benar-benar menyesal sekarang, karena payah dan kenapa dulu dia tidak patuh terhadap ayahnya sewaktu kuliah disuruh mengambil jurusan kedokteran. Malahan dia mengambil jurusan perkantoran saja. Dengan begitu dia tidak ahli dalam penyakit atau apapun itu yang berbau rumah sakit seperti ayahnya. Sekarang dia hanya bisa membantu Bianka dengan menjemput ayahnya saja, sisanya dokter yang akan mengurusnya.
'Coba aku dokter, pastinya bisa membantu dia banyak, tapi ya sudah lah, penyesalan juga tiada guna lagi sekarang.' Batin Bisma dengan sesekali menatapi wajah cantik Bianka yang sudah berubah menjadi kelegaan akibat bantuan darinya.
"Ehhh benarkah Bapak mau membantu saya? Terimakasih banyak kalau begitu, pastinya Allah akan membalas kebaikan Bapak," ucap Bianka yang membuat Bisma terkejut. Bagaimana bisa dia yang masih tampan dan muda ini dipanggil oleh Bianka dengan sebutan bapak. Semua ini gara-gara suster Belia tadi yang memanggilnya seperti itu.
"Panggil saja saya, Bisma, saya tidak setua yang kamu fikirkan. Umur kita paling tak jauh beda dan hanya sekitaran sedikit saja. 11, 12 lah intinya."
Keduanya memang sangat canggung sekarang. Makanya kadang memanggil sebutan dirinya dengan aku, kadang saya, kadang anda dan kamu, berwarna pokoknya. Tapi itu tak membuat mereka saling memprotes, malahan bagi Bisma sedikit demi sedikit akan dekat karena kecanggungan itu.
Bianka yang disuruh Bisma seperti itu, hanya diam saja dan mengangguk patuh. Lalu dia berjalan mendahului Bisma dan suster Belia. Menunjukkan ke arah rumahnya. Bianka menunggui mereka yang mengambil ambulance-nya terlebih dahulu. Barulah dia masuk setelah ambulance mendekat ke arahnya.
'Coba saja saya bersama dokter sekarang, pastinya ayah langsung ditangani. Tapi kalau seperti ini akan lama lagi. Semoga saja ayah kuat dan baik-baik saja, menemaniku di dunia ini dengan sangat lama. Ayah, Bianka datang, aku mohon kuatlah!' Batin Bianka. Wajah Bianka berubah menjadi murung dan cemas ketika memikirkan ayahnya.
Bisma yang memahami sikap Bianka itu, mencoba menenangkannya. Supaya Bianka tak berlarut dalam kesedihan. "Pastinya ayah anda adalah orang yang sangat kuat. Dia akan baik-baik saja dan menemani anda dengan sangat lama. Yakinlah itu dan berdo'alah, obat yang sangat mujarab adalah do'a, apalagi do'a dari orang-orang yang dicintainya."
Ucapan Bisma sangat masuk akal juga. Membuat Bianka tenang karena sudah mencernanya sekarang. Bianka mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Sembari melihati jalanan agar tak salah menunjukkan alamatnya. Bisma sangat senang karena dirinya bisa puas menatapi bidadari cantiknya.
Suster Belia yang melihati pemandangan itu, tau kalau Bisma sedang tergoda oleh Bianka. Hanya saja dia tidak berani mengutarakannya. Cukup diamati saja, karena itu bukanlah urusannya.
Mereka pun akhirnya sampai rumah Bianka hanya dalam waktu 5 menit. Ambulance hanya bisa di parkir di jalan depan gangnya. Tidak bisa masuk ke dalam rumah Bianka, karena sempitnya gang itu. Tapi untungnya rumah Bianka tak jauh dari gang itu. Jadi itu membuat mereka cepat bertindak.
Dengan Bisma dan Bianka yang berlari ke arah rumahnya. Mereka pun segera menjemput ayah Bianka. Dan ternyata ibu Bihana sudah sedari tadi di luar rumahnya. Mondar-mandir menunggui Bianka. Ibu Bihana terkejut bukan main karena Bianka tak membawa dokter kepada ibunya, melain hanya membawa lelaki saja. Beliau yang sungguh malu karena Bianka sudah dipandangi oleh semua tetangganya sekarang, langsung meneriaki Bianka dengan kencang hingga ototnya terlihat sangat kentara.
"Bianka! Apa yang kamu lakukan? Mana dokternya?"