''Erlangga? Halo? Kenapa terdiam? Kamu tidak mau ya bertemu dengan kedua orang tuaku?'' tanya Olivia.
''T---Tidak Olivia. Ayo kita pulang!'' ajak Erlangga.
Di sepanjang perjalanan pulang, Erlangga tak hentinya melirik sesekali ke arah Olivia yang tampak pasrah dengan semua yang terjadi kepada hidupnya.
Degup jantung yang memompa sangat cepat, dan irama napas yang terengah pun turut mengiringi kegundahan yang sedang menyayang di dalam hati dan perasaan Erlangga. Bahkan Olivia pun sempat menegur Erlangga karena mobil yang di kendarainya melaju sangat pelan. Semua itu terjadi karena Erlangga sedang mengumpulkan perlahan keberaniannya untuk menghadap dan mendengar ocehan yang akan terlontar dari mulut kedua orang tua Olivia, Sang kekasih.
Dua puluh menit kemudian, Erlangga pun berhasil mengendarai mobil dengan kecepatan sesuai dengan yang diinginkan oleh Olivia dan sampai rumah tepat pada pukul 22.15 WIB.
Erlangga turun dari mobil terlebih dulu untuk membukakan pintu mobil bagi Olivia.
BRUG~~~
Suara entakan pintu mobil pada saat menutupnya, membuat suasana hati Erlangga semakin bergemuruh riuh. Sorak kecemasan pun membuat bulir keringat di sekujur tubuhya mengembang dan mulai bercucuran dengan halus.
Akhirnya Olivia dan Erlangga pun sampai di depan pintu rumah Olivia yang langsung di sambut oleh kedua orang tua Olivia. Mereka sengaja membukakan pintu untuk anak tercinta yang meninggalkan acara makan tanpa ada kabar.
Namun, ada yang sedikit berbeda dari ekspresi yang biasa mereka pancarkan kepada Olivia setiap kali ia mengajak Erlangga ke rumahnya. Kali ini, orang tua Olivia tampak tak memasang wajah murka atau ekspresi kesal yang biasa mereka tunjukkan.
KREK~~~
Saat Sang ibu membuka pintu, Erlangga sedikit menjauh. Setelah ayahanda pun menyusul dari belakang dan mulai menyembulkan tubuhnya di hadapan Olivioa dan Erlangga, barulah Erlangga dan Olivia memberi salam pada mereka. Meski Olivia masih memiliki rasa kecewa pada kedua orang tuanya, ia tetap bersikap santun.
''Selamat malam, Om ... Tante,'' sapa Erlangga sembari mencium tangan ayah dan ibu Sang kekasih.
''Selamat malam, Erlangga.'' Ibu dan ayah Olivia akhirnya menebar senyuman untuk pertama kalinya pada Erlangga.
Erlangga pun merasa aneh. Tapi, semua itu ia anggap dan ia harap adalah malam keberuntungannya juga awal yang baik dalam hubungan Olivia yang sudah berjalan selama tiga tahun ini.
''Ayo, silahkan masuk Erlangga!'' ajak Sang ayah yang persilahkan Erlangga masuk meski sudah hampir larut malam. Tapi Erlangga menolak karena memang ini bukan waktu yang tepat untuk bertamu meski datang ke rumah pacar sendiri.
Lalu, tiba-tiba perasaan bahagia yang sudah terbang ke atas itu, di hempaskan kembali karena satu kalimat yang membuat perasaan Erlangga patah kembali untuk ke sekian kalinya.
''Baguslah, kamu tahu apa yang seharusnya kamu lakukan. Dan, lebih baik kamu tidak usah lagi datang kemari jika hanya untuk sekedar mengantar pulang anak saya!'' ujar Sang Ayah.
Kemudian Sang ibu pun menyambar bagai petir yang tak pernah di undang kehadirannya.
''Seharusnya kamu malu karena mengantar seorang anak perempuan hampir larut begini!'' ucap Sang ibu.
Olivia yang semula merasa sedikit tenang, seketika tak kuasa meredam emosinya yang ia jaga pada orang tuanya. Kini, Olivia sangat marah pada ayah dan ibunya.
''Sudah cukup! Ayah dan Ibu ini kenapa sih? Ada masalah apa dengan Erlangga? Kenapa kalian mempermainkan dia seperti ini?'' rengek Olivia yang seketika langsung bercucuran air mata.
''Sudah, Olivia ... Sudah! Aku tidak apa-apa.'' Erlangga mencoba membuat Olivia tenang. Ia pun menitah Olivia masuk ke dalam rumah. Namun, Olivia dengan keras menolaknya. Ia masih terus meluapkan emosinya pada ayah dan ibu yang telah membesarkannya selama ini.
''Olivia! Dengar. Ibu dan Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Ibu dan Ayah tidak mau Erlangga menghancurkan hidupmu dan membuat hidupmu sengsara kelak.''
''Apa, Tante? Menghancurkan? Apa maksud Tante menghancurkan? Saya berjanji akan membahagiakan Olivia semampu saya,'' tegas Erlangga yang seketika meradang kaena ocehan beliau sudah lewat di ambang batas.
''Bahagia dengan cara apa? Apa pekerjaan kamu Erlangga? Om juga yakin, bahwa mobil yang kamu bawa itu juga bukan milik kamu, kan?'' ujar Ayah Olivia sedikit tersenyum menyindir.
''Saya akan giat bekerja dan mencari uang yang lebih jika memang menurut Om dan Tante, uang adalah sumber kebahagiaan. Dan, mobil itu memang bukan mobil saya. Tapi, saya berjanji akan segera melamar Olivia dan membahagiakan anak Om dan Tante,'' ucap Erlangga.
Kemudian, setelah mendengar pernyataan dari Erlangga yang akan melamar Olivia, Sang Ayah pun memberikan waktu pada Erlangga dalam waktu tiga bulan untuk melamar Olivia. Dan dari situlah, Erlangga seperti di serang bertubi-tubi. Satu tahun yang di inginkan Olivia saja, ia tidak sanggup. Apa lagi tiga bulan.
''Ya Tuhan ... Apa yang harus ku lakukan dalam waktu tiga bulan untuk mendapatkan uang sebanyak itu,'' gumam Erlangga seraya membidik wajah ayah dan ibu Olivia.
Mau tidak mau, Erlangga menyetujui apa yang hendak di katakan oleh ayah Olivia. Dan kini mereka menitah Olivia masuk ke dalam rumah hingga menyeret Olivia yang tak mau pergi meninggalkan Erlangga.
Erlangga pergi setelah melihat Olivia masuk. Tubuhnya lusuh seketika setelah insiden malam ini menghempaskan suasana dingin menjadi sebuah suasana yang sangat panas. Erlangga pun masuk ke dalam mobil dan pergi dari rumah Olivia.
Tak terduga, ternyata kejadian malam itu, di awasi oleh orang yang telah di tunjuk sebagai Ajudan oleh Yuda. Dia pun melaporkan apa yang sudah terjadi di rumah Olivia kepada Yuda.
Mendengar semua itu dari Sang Ajudan, Yuda pun langsung mengirimi pesan pada Pak Ardi ayah Olivia untuk mengatur pertemuan dengannya pada esok hari di Red Cafe. Yuda tidak permasalahkan jika malam ini sudah larut. Ia tetap mengirimi pesan pada Pak Ardi.
Esok hari pun tiba. Yuda bersiap bertemu dengan Pak Ardi pada saat Yuda hendak menyelesaikan pekerjaannya di Kantor.
Yuda benar-benar penasaran dengan keributan yang terjadi di rumah Pak Ardi tadi malam.
Yuda datang lebih awal dari Pak Ardi hingga saat Pak Ardi tiba, Pak Ardi merasa tidak enak karena membuat Yuda menunggu terpaku lama.
Pak Ardi pun langsung duduk di depan Yuda yang sudah memesan dua gelas kopi untuk Pak Ardi dan juga dirinya.
"Ada apa Nak Yuda meminta kita bertemu? Apa ada masalah?" tanya Pak Ardi yang membuka percakapan dengan sebuah pertanyaan. Pertanyaan itu tak terdengar basa-basi. Pak Ardi memulainya langsung pada inti.
"Begini, Om. Apa benar semalam ada keributan di rumah Om?" tanya Yuda.
Sontak pertanyaan Yuda membuat Pak Ardi sedikit gelagapan.