Chereads / Sinar Mentari / Chapter 3 - Memberikan Pelajaran

Chapter 3 - Memberikan Pelajaran

Alesta telah selesai membenahi penampilannya dengan menggunakan dress batik ditambah dengan make up tipis, membuat penampilannya kian bersinar sebelum akhirnya ia merasakan sensasi yang sangat ia kenal pada tubuhnya. Sekilas, Alesta tersenyum sinis mengenakan lipstik berwarna merah cerah membuat penampilan perempuan berusia 23 tahun tersebut kian bersinar dan dapat dikatakan saat ini jiwa Arini yang tengah mengendalikan Alesta.

"Kita lihat saja, Bos sombong bagaimana aku memberikan dirimu pelajaran!" ujar Arini tersenyum angkuh melangkah keluar kamar, sembari berpamitan dengan sang Ibu yang hanya diam mengerutkan keningnya bingung melihat putrinya Alesta pamit pergi begitu saja.

"Ada apa dengan putriku itu?" Tanya perempuan paruh baya tersebut hanya dapat menghela napas bingung.

Tepat ketika jam makan siang Alesta benar-benar telah sampai ke Kantor dengan penampilannya yang baru, tentu saja masih dengan jiwa Arini di dalamnya. Sedikit tersenyum tipis perlahan Alesta masuk kedalam ruangan pribadi Ansel, dan betapa sedikit terkejutnya Alesta ketika melihat Ansel tengah berciuman dengan perempuan lain. Benar-benar buaya, itulah penilaian Alesta masih mengingat dengan jelas mengenai kejadian pagi tadi. Tetapi, kali ini tidak dengan Ansel yang hanya dapat tersenyum menyeringai, berbeda sekali dengan pagi tadi yang hanya ada tatapan kesal bagi Alesta.

"Apa yang kau lakukan, apa kau tidak mengerti etika untuk mengetuk pintu terlebih dahulu?" ujar perempuan yang tengah berada didekapan Ansel berjalan mendekati Alesta, sembari matanya menyusuri penampilan Alesta. Entah kenapa perempuan tersebut kesal pada diri Alesta yang berjalan begitu saja mengabaikan perempuan tersebut.

"Maaf Tuan, bisakah sekarang kita berangkat ke lokasi proyek?" Ansel berdehem pelan untuk mengurangi kekagumannya melihat penampilan Alesta yang berubah hampir 180 derajat.

"Denisa lebih baik pergilah, aku sedang ada pekerjaan!" ujar Ansel memerintah kekasihnya yang kesal akan kehadiran Alesta telah menganggu kegiatan dirinya barusan, sedangkan yang ditatap jangan tanya Alesta begitu menyukai ekspresi kesal perempuan bernama Denisa tersebut.

"Kau mengusir diriku!" geram Denisa menatap tajam Alesta dan Ansel secara bergantian, yang hanya menghela napas pelan, sembari melipat tangan di atas dada.

"Maafkan saya Nona, tapi bukankah lebih baik sekarang Tuan Ansel meyelesaikan pekerjaannya dan untuk kegiatan Anda tadi yang sempat tertunda, lebih baik anda lanjutkan saja di love hotel nanti malam. Anda dapat bayangkan, itu akan menjadi momen untuk Tuan dan Nona, bagaikan dunia milik berdua!" Seketika mendengar ucapan Alesta yang terkesan kalem serta menyindir tersebut, membuat Ansel dan Denisa seketika tersedak ludahnya sendiri.

"Kau...,"

"Denisa pergilah! Bukankah kau akan ada pemotretan? Aku janji akan menghubungi dirimu, nanti malam!" ujar Ansel tersenyum penuh tebar pesona membuat Alesta yang sedari tadi berdiri, menatap penuh jengah pada buaya darat bernama Ansel tersebut. Sedangkan perempuan bernama Denisa tersebut jangan ditanya, perempuan itu langsung pergi begitu saja dengan menutup pintu cukup keras membuat Alesta dan Ansel saling pandang.

"Jadi, Nona Alesta... Apa kau tertarik makan siang bersama denganku untuk pemantauan proyek?" Alesta tersenyum penuh kemanisan dalam bibirnya yang berbalut lipstik merah cerah, membuat kesan glamor tersendiri pada dirinya.

"Maaf Tuan, saya tidak tertarik menikmati makan siang dengan makhluk budaya darat seperti anda!"

"Kau apa kau sedang me...,"

"Saya tidak sedang menghina Anda, hubungan kita hanya sebatas pekerjaan. Akan lebih baik jika sekarang kita berangkat!"

Seketika Ansel menggebrak keras meja kerjanya, sebelum akhirnya berjalan menarik tangan sekertaris barunya tersebut. Ia benar-benar jengah dengan sikap kurang ajar sekertarisnya tersebut, tetapi apa ini? Alesta tersenyum tipis menghina apa yang sedang Ansel lakukan pada dirinya, Alesta benar-benar sedang menghina harga diri seorang Ansel Abhi Pratama.

Dengan gerakan cukup keras Ansel menghimpit tubuh Alesta pada dinding ruangannya, terserah jika Alesta berteriak karena ruangan ini kedap suara. Sesaat Ansel menyeringai memusatkan perhatiannya pada bibir merah menggoda milik Alesta, jika dilihat perempuan ini tidak sejelek yang Ansel kira. Namun, tanpa Ansel ketahui Alesta telah mengeluarkan sebuah pisau kecil ditangannya dan ketika bibir keduanya hampir menempel sempurna. Dengan gerakan cepat Alesta langsung mendorong Ansel sekuat tenaga.

"KAU!" Ansel setengah berteriak melunjak kesal menatap Alesta yang baru saja mendorong dirinya, tetapi bukannya minta maaf Alesta malah mendorong tubuh Ansel kembali, hingga laki-laki tersebut setengah terbaring pada meja kerjanya.

"Apa?" Alesta tersenyum begitu menakutkan setelah memojokkan tubuh Ansel.

"Aku akan memecat dirimu, Dasar perempuan bodoh!" Alesta hanya diam, sebelum akhirnya mengeluarkan pisau yang sedari tadi ia persiapan untuk memberikan pelajaran pada mahkluk buaya seperti Ansel. Melihat pisau yang sedang dimainkan oleh Alesta membuat Ansel hanya mampu meneguk ludahnya sendiri, perempuan didepannya benar-benar tidak dapat diajak bercanda.

"Apa kau dapat melepaskan diriku? Aku hanya bercanda Nona." pancing Ansel berharap agar Alesta melepaskan dirinya, tetapi sepertinya jiwa Arini yang berada dalam tubuh Alesta benar-benar sedang tidak ingin bercanda. Dengan gerakan cepat Alesta menancapkan pisau tersebut pada sisi kiri kepala Ansel, dan hal itu membuat Ansel merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Saya akan melepaskan Anda, dengan syarat anda tidak akan memecat saya dan lebih baik bersikap profesional Tuan dalam bekerja!" ujar Alesta setengah memperingati Ansel, sebelum akhirnya menjauh dari Ansel dan duduk pada kursi depan meja Ansel yang kini tengah bernapas lega dan kembali duduk pada kursi kebesarannya.

"Baru saja sehari bekerja sudah berani memerintah!" gerutu Ansel kini memilih untuk berjalan mendekati pintu, dan hanya dibalas tatapan tajam oleh Alesta.

"Setidaknya saya tidak seperti Anda, baru saja sehari menjalin hubungan sudah menjalin hubungan lagi. Tck..., Benar-benar buaya darat sejati!" Ansel diam menatap jengah akan ucapan Alesta yang berbicara menyindir langsung mengenai dirinya, jika tidak karena dirinya merasa terpojokkan Ansel akan benar-benar memberikan pelajaran pada perempuan yang tengah berdiri satu lift dengannya.

Ting....

Suara lift terbuka seketika membuat Ansel menatap jengah Alesta yang secara tiba-tiba diam, bagaikan orang linglung. Mendengar suara deheman keluar dari mulut Ansel, seketika membuat Alesta langsung berjalan dengan cepat mengikuti sang Tuan yang telah lebih dahulu masuk kedalam mobil.

"Ini!" Alesta memandang bingung pada Ansel ketika laki-laki tersebut memberikannya sebuah tablet.

"Tunggu apa lagi, cepat ambil dan periksa semua jadwalku!" Ansel berujar kesal menatap wajah Alesta yang tengah diliputi oleh kebingungan, Ansel jadi bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengenai tingkah menakutkan sekertaris barunya tersebut.

Kini hanya ada keterdiaman diantara mereka, untuk mengusir rasa bosannya Ansel lebih memilih untuk memainkan ponselnya membalas chatting pada perempuan yang menjalin hubungan dengan dirinya. Sedangkan Alesta jangan ditanya perempuan itu hanya diam memikirkan akan apa yang telah dilakukan Arini pada laki-laki disampingnya.