Chapter 2 - Bitter sugar

Seperti dugaanku, perpustakaan sepi. Aku meminta para pelayan menunggu di luar meskipun sebelumnya aku sudah mengizinkan mereka untuk meninggalkanku sendirian.

Lagi pula mansion milik keluarga Diaroa di lindungi lingkaran sihir terkuat. Saat terjadi perang saudara ratusan tahun yang lalu, keluarga ini banyak memberikan jasa di kekaisaran yang saat itu berada di ambang kehancuran.

Ku kelilingi seluruh sudut perpustakaan ini. Mencari buku yang menarik perhatianku.

Secara tiba-tiba sekelebat ingatan muncul, yaitu sosok Eloir Diaroa yang terlihat murung menulis sesuatu di buku dan menyimpannya di tempat rahasia.

Kucari tempat itu dan membukanya seakan-akan aku mengetahui tempat ini.

Sebuah buku tua yang terlihat seperti diary. Lengkap dengan pena yang terlihat usang.

Seingatku, di dalam novel Eloir di jelaskan kurang lancar menulis karena pernah terjatuh dan menyebabkan tangan kanannya kesulitan menulis.

Tapi mereka tidak tau jika Eloir bisa menulis dengan tangan kiri? Apa ini juga alasan mengapa pena ini terlihat sangat usang?

"Nona.. Nona Eloir" Lekas ku tutup tempat itu dan menyembunyikan buku yang kutemukan.

Rupanya itu pelayanku yang bertubuh pendek tadi. Di dalam novel tidak ada adegan akrab antara Eloir dan pelayan sehinggam membuatku susah mencari seseorang yang bisa kupercaya.

"Nona.. hhh.. lekaslah kembali ke taman dan membaca" pintanya. Raut wajahnya terlihat memelas.

"Aku ingin membaca disini"

"Tapi jika begitu, nyonya Duchess akan marah dan menghukum nona lagi" pelayan itu terlihat sangat khawatir dengan Eloir.

Aku terdiam sejenak. Lagi-lagi sekilas ingatan terlihat dimana pelayan itu melindungi Eloir ketika gadis itu pergi ke taman tanpa izin. Pelayan itu di hukum cambuk dengan rotan sebanyak 15 kali karena gagal menjaga Eloir.

"Siapa namamu?"

Pelayan itu terdiam dengan ekspresi terkejut, "Nai"

"Nai" kusentuh bahunya yang gemetar, "Tidak apa-apa. Aku hanya mengambil sesuatu disini"

"Ta.. Tapi nona bisa menyuruh saya" jawabnya

Aku tersenyum, "Sekali-kali aku ingin mengambil sendiri"

Nai terdiam lalu bergumam pelan. "Nona tidak boleh begini. Jika nona tidak menuruti ucapan Duchess, maka"

"Sssttt.." kucoba menenangkan Nai yang masih gemetar, menyerahkan buku dan pena yang kusembunyikan padanya, "Ayo kembali"

Wajah Nai terlihat lega. Dia bahkan sampai menitikkan air mata.

Untuk saat ini aku merasa jika Nai bisa kuanggap sebagai orang kepercayaanku.

*

Kepala pelayan tua yang tadi pagi menemuiku sudah menunggu di dalam kamar. Bahkan pelayan yang lain menunduk di hadapan beliau.

"Nona, sejak tadi anda kemana?" Wajahnya sangat tegas dan tidak menyenangkan.

Bukankah hal itu termasuk sikap kurang ajar terhadap majikan?

"Aku ke perpustkaan sebentar"

"Untuk apa? Nona bisa menyuruh pelayan"

Tanpa sadar tanganku terkepal kuat menahan amarah. "Ini adalah urusanku, pelayan sepertimu tidak perlu tau"

Seakan ucapanku adalah gurauan semata, kepala pelayan tua itu justru tertawa.

"Hahahaa.. apakah nona Rieca mengatakan sesuatu kepada anda? Hmm? Orang tidak berpendidikan seperti nona Rieca tidak pantas anda dengarkan"

"Jaga ucapanmu"

Pelayan tua itu kalau tidak salah bernama Margaret.

"Nona" Margaret menatapku tajam, entah kenapa secara tiba-tiba membuat bulu kudukku meremang.

Tidak, bukan aku yang takut. Namun Eloir Diaroa yang ketakukan menatap Margaret.

"Masa depan nona sudah di atur dengan baik oleh yang mulia Duchess. Nona hanya perlu menurut dan mengikuti tradisi"

Tradisi. Lagi-lagi hal itu.

Mulutku terasa kaku untuk menjawab. Sial! Seberapa takut tubuh Eloir ini dengan Margaret? Bahkan ketika pelayan menuntunku menuju taman dimana tiga buku dan camilan sudah di siapkan, tubuh ini bergerak sendiri melakukan semuanya.

Di sampingku Nai berdiri kaku dengan tangan gemetar. Beberapa kali kami bertemu pandang.

Buku-buku yang disiapkan, semuanya adalah buku-buku mengenai tanggung jawab dan tugas seorang perempuan. Bagaimana wanita muda harus bersikap dan merendah di bawah laki-laki?!

HEI! Ini diskriminasi!

Biarpun begitu aku tidak bisa berontak. Untuk sekarang aku akan mengikuti bagaimana alur mainnya dan mencari tau kegilaan macam apa yang tidak di ceritakan di dalam novel.

*

Belum ada satu hari aku merasuki tubuh ini, rasanya aku ingin kabur saja dari tempat ini.

Pelayan tidak membiarkanku kemana pun sendirian. Bahkan saat aku berkata ingin sendiri, mereka tetap berdiri di dekatku.

Sial! Jika begini aku tidak akan bisa mencari tau keadaan disini.

Menjelang tidur, para pelayan sudah selesai merapikan tempat tidur dan menyisir rambutku. Bahkan ketika akan tidur pun mereka membuatku terlihat cantik.

Haish.. Tanpa make up pun wajah Eloir memang sudah cantik.

"Nona"

Semua pelayan sudah pergi. Hanya tersisa Nai disini. Pelayan itu mendekat perlahan dan mengeluarkan buku dan pena yang kutitipkan padanya.

"Terima kasih"

Nai mengangguk lalu keluar dan meninggalkanku sendirian.

Baiklah, buku peninggalan Eloir. Kuharap kamu bisa membantuku.

Di halaman-halaman awal tidak terlalu banyak yang tertulis. Mungkin karena Eloir baru lancar menulis dengan tangan kiri. Isinya hanya hal-hal remeh seperti hidangan penutup yang lezat, pertemuan pertamanya dengan bangsawan. Sama sekali tidak ada tentang putra mahkota disini.

Eh? Ada dua kertas yang menempel. Dengan hati-hati aku melepasnya.

Ini dia! Tradisi!

"Hari ini ibu mengatakan bahwa aku sudah menjadi anak baik yang menurut dengan tradisi. Sebagai putri bangsawan aku harus menjaga sikap dan bersikap lembut. Tersenyum ketika bertemu dan tidak menolak ajakan dansa ketika hadir di pesta. Bahkan jika ada seseorang yang melakukan kesalahan, aku harus memaafkan mereka dengan senyum lembut sekalipun kejahatan mereka tidak bisa di maafkan.

.....Aku muak."

Eh? Bukankah Eloir aslinya sangat baik hati?

"Tradisi ini mengikatku. Aku tercekik. Hidupku seakan-akan di penjara. Aku bahkan tidak bisa menikmati waktu dengan bebas. Semuanya sudah di atur dan di awasi. Pakaian seperti apa yang kupakai besok, buku apa yang harus kubaca, musik yang harus kumainkan, percakapan apa yang harus aku mulai saat menyelenggarakan pesta teh.

Muak! Aku sudah muak dengan hal ini!"

Ada bekas tumpahan tinta di kertas ini. Sepertinya Eloir menulis hal ini dengan penuh amarah.

"Aahhh... Bahkan bersikap di hadapan laki-laki pun aku tidak boleh sembarangan."

"Sembunyikan kehebatanmu dan tunjukkan sisi lemahmu. Maka hal itu akan menarik laki-laki untuk jatuh di kakimu."

"Hahahaa.. Menyebalkan mengingat aku harus tetap tersenyum apapun perlakuan mereka padaku. Aku harus tetap diam, bahkan ketika laki-laki itu melakukan hal tidak senonoh secara diam-diam di belakang orang lain, aku harus tetap diam."

Mulutku terkatup rapat. Tercengang membaca apa yang Eloir tuliskan. Tidak mungkin.

"Tradisi ini sangat menekanku. Tapi ibu berkata jika tradisi ini sudah dilakukan turun temurun dan aku harus melakukannya. Bahkan jika aku berada dalam bahaya sekali pun, aku harus diam menunggu pertolongan."

"Lama-lama aku bisa gila berada di tempat ini!"

Aku tidak sanggup lagi membacanya. Jadi karena itu para pelayan terkejut melihat sikapku dan alasan duchess menamparku adalah karena sikap anehku hari ini.

Tidak ada catatan lagi disana selain sebuah pesan kecil yang terselip.

"Seandainya aku bisa pergi darisini."

Aku terdiam. Masih syok dengan apa yang baru saja kubaca. Di dalam novel, Eloir di tulis dengan sifat polos dan sangat baik hati. Pemaaf dan tidak enak menolak tawaran orang lain.

Rupanya semua itu ada alasannya.

hahhh.. jika begini apa bedanya dengan merasuki tokoh antagonis? Justru tubuh ini lebih menyeramkan dibandingkan aku harus merasuki tubuh Rieca.

Kusimpan buku itu di laci paling bawah. Di dalam kotak tersembunyi yang tidak bisa di buka pelayan karena terpasang sihir. Meskipun lemah, sihir itu bisa menutupinya.

Tubuhku terasa lelah. Pikiranku kacau.

Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan tenang jika seperti ini.