Chereads / Care And Solide Man {C.A.S.M} / Chapter 31 - Di sidang temen-temen

Chapter 31 - Di sidang temen-temen

Pandu dan Aden sedang duduk berdampingan di sisi dipan, ada Jonathan, Alex, dan Roby sudah berdiri di hadapan mereka.

Lukman dan Aldo juga sudah tiba di rumah Pandu sejak beberapa menit yang lalu. Jonathan, Roby dan Alex sengaja menunggu kehadiran Lukman dan Aldo supaya ikut menginterogasi Pandu dan Aden, lantaran Jonathan, Alex dan Roby, memergoki Aden sedang mencium pipi Pandu. Padahal Aden hanya mencium pelipis, tapi menurut penglihatan mereka, Aden sedang mencium pipi Pandu dengan begitu mesra.

Mereka penasaran dan ingin tahu ada hubungan apa antara Pandu dan Aden.

Rasanya tidak mungkin sekali jika Aden dan Pandu hanya memiliki hubunga cuma sebatas teman saja. Mengingat mereka sudah melihat Aden memberikan kecupan mesra di pipi Pandu.

Aldo yang baru saja mengunci pintu kamar Pandu, berjalan melenggang mendekati Aden dan Pandu, lalu duduk di tengah-tengah keduanya. Aldo sengaja mengunci pintu, lantaran tidak ingin pembicaraan mereka didengar, atau dilihat oleh ibu Veronica.

Sementara Lukman terlihat sangat cuek, ia tiduran terlentang di belakang Aden dan Pandu, sambil chating-ngan dengan Tristant. Lukman tidak perduli, dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap Pandu dan Aden. Baginya chatingan dengan Tristant jauh lebih penting. Karena kalau lima menit saja Lukman terlambat membalas chat dari Tristant, maka Tristant akan langsung mencecar, dan berpikir yang tidak-tidak.

Lukman mengarahkan HPnya ke arah teman-temannya untuk mengambil gambar, lalu dikirimkan kepada Tristant melalui pesan whatsapp. Sebagai bukti kalo Lukman benar-benar sedang berkumpul bersama teman-temannya.

Akhir-akhir ini Tristant memang sangat over protektif.

"Sekarang kasih tau ke kita-kita, ada hubungan apa antara kalian berdua?" Pertanyaan pertama dilayangkan Alex untuk memulai proses interogasi. Remaja yang suka sarkas dalam berbicara itu melipat kedua tangannya diperut. "Kalian maho juga kaya si Lukman?"

Mendengar namanya disebut, Lukman reflek menoleh ke arah teman-temannya, keningnya berkerut mulutnya terlihat sedang berbicara tapi tidak bersuara. "Kok gue sih?" Kesal Lukman, tapi setelah itu ia kembali melanjutkan kegiatannya. Chating dengan Tristant.

"Kita nggak ada hubungan apa-apa. Cuman teman," Elak Pandu.

Tentu saja Pandu tidak ingin mengakuinya, ia masih belum siap membongkar jati dirinya di hadapan teman-teman.

"Udah ketangkep basah masih enggak mau ngaku." Ujar Roby.

Diantara mereka memang Alex dan Roby yang paling bersemangat mengintimidasi Pandu dan Aden, lantaran keduanya masih suka kesal dengan Lukman yang selalu mengumbar kemesraan dihadapan mereka. Bikin mual.

Pandu dan Aden saling bersitatap, saat ini keduanya benar-benar dalam posisi terpojok. Mereka merasa seperti seorang pencuri ayam, yang sedang disidang oleh warga lantaran ketahuan maling.

"Tadi Aden cuma lagi bisik-bisik sama gue," aku Pandu, berbohong lagi.

Aden mengangguk-anggukan kepala seraya berkata, "iya bener begitu." Ucapnya untuk memperkuat alibi Pandu.

"Nggak masuk akal tau nggak?" Ujar Alex. "Kalian kan tadi cuma berdua, ngapain pake bisik-bisik segala? Jelas-jelas kita tadi liat Aden nyium pipi lu."

Jonathan dan Roby mengangguk-anggukan kepala, sebagai bentuk penguatan ucapan Alex.

"Tapi tadi aku bukan nyium pipinya Pandu, cuma nyium pelipisnya doang." Aku Aden polos.

Pengakuan Aden membuat Pandu menelan ludahnya susah payah. Pengakuan Aden pasti akan membuat teman-temannya semakin yakin dengan tuduhan mereka. Terbukti Jonathan, Alex dan Roby terlihat mengulas senyum kemenangan, sembari menatap mereka dengan tatapan penuh keyakian.

"Ck... ck..." Alex berdecak sebelum akhrinya berkata. "Tadi Pandu bilang cuma bisik-bisik. Trus Aden bilang cuma nyium pelipis doang. Jadi yang bener yang mana ini?" Mata Alex menatap penuh selidik.

Nah.. lo. Kali ini giliran Aden yang menelan ludahnya susah payah, lantaran terjebak dengan pengakuannya sendiri. Aden benar-benar merutuki kepolosan nya yang tidak tahu situasi. Kalau sudah seperti itu, Pandu dan Aden akan semakin sulit menutupi kejadian yang sebenarnya.

Aldo yang sedang duduk di tengah-tengah Pandu dan Aden, merentangkan kedua tangan, lalu memukul pelan pundak Aden dan Pandu. "Udah nggak usah takut, ngaku aja. Kalo iya bilang iya, kalo enggak bilang enggak. Yang penting jangan bohong. Kita enggak ada maksud apa-apa kok, kita cuma pingin kalian jujur." Aldo berbicara dengan gayanya yang tenang. Manik matanya melirik ke arah Pandu dan Aden secara bergantian.

"_jujur kita-kita emang sedikit kecewa sama lukman." Lanjut Aldo yang membuat Lukman mengomel dalam hati lantaran namanya disebut kembali. "Tapi kita sekarang biasa aja kan? Lukman juga santai aja tuh. Oke... mungkin kita bakal sedikit kecewa kalau kalian beneran kayak begitu, tapi kita akan lebih kecewa lagi kalo kalian enggak mau jujur."

Pandu dan Aden terdiam, mereka sedang memikirkan kata-kata Aldo barusan.

"Kalo gue jujur... apa kalian masih mau jadi temen gue?" Ucap Pandu. Suara nya terdengar pelan, penuh dengan keraguan.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Aldo hempaskan dengan perlahan. "Kita udah lama berteman, masak iya cuma gara-gara lu kaya gitu, kita ninggalin lu sih. Justru kita bangga kalo lu mau jujur. Berat lho buat mengakui hal semacam itu, nggak semuanya berani terbuka. Pengakuan lu juga sekalian jadi bukti buat persahabatan kita, kalo kita bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kan lu pernah bilang ke Lukman, kalo tiap orang ada kurangnya, ada juga lebihnya. Jadi kelebihan lu bisa buat nutupi kekurangan kita, dan kelebihan kita juga bisa menutupi kekurangan elu. Gitu kan harusnya jadi temen? Lu tetep jadi temen terbaik kita kok."

"Ya lu temen terbaik kita kok, walopun lu suka tengil, galak, keras kepala, nyebelin, mau menang sendiri, suka mukul, tapi kita sayang sama lu," potong Alex. Remaja yang suka ceplas-ceplos dalam berkata-kata itu, memanfaatkan moment tersebut untuk mencurahkan segala isi hatinya.

Mumpung Pandu masih dalam keadaan tunduk, karena kalau Pandu sudah kembali seperti sedia kala, Alex tidak akan mungkin berani berkata seperti tadi.

"Eh...tapi ada untungnya juga sih kalo Pandu beneran maho," celetuk Roby yang langsung membuat semua teman-temannya memandang ke arahnya.

"Maksud lu apaan?" Tanya Alex.

"Kalo Pandu maho, kesempatan gue buat dapet banyak cewek jadi terbuka lebar," ujar Roby, kemudian ia terbahak.

Roby menghentikan tawanya setelah mendapatkan pukulan ringan di kepalanya dari Jonathan dan Alex.

"Tapi satu pesen gue," celetuk Alex. "Lu jangan kayak Lukman sama Tristant ya, berbuat mesum di depan kita-kita."

"Perasaan gue terus dari tadi yang jadi objek perbandingannya." Grutu Lukman.

"Habis siapa lagi?" Cibir Roby.

"Eh tunggu dulu," Aldo membuat teman-temannya terdiam dan menoleh ke arahnya. "Ini kita udah kayak ambil pernyataan sepihak ya? padahal kan, kita belum denger langsung pengakuan dari Pandu." Ujar Aldo seraya memutar kepalanya ka arah Pandu yang sedang duduk di sebelah kirinya.

Semuanya terdiam, sorot mata teman-teman Pandu langsung tertuju ke arah Pandu. Sorot mata itu seakan mewakili pertanyaan yang tidak perlu diucapkan. Dari tatapan teman-temannya, Pandu sudah mengerti jika mereka sedang menunggu jawaban darinya.

Pandu mengedarkan pandangan, menatap satu persatu teman-temannya, wajahnya terlihat sangat ragu. Lalu tatapan matanya berhenti ke arah Aden yang kebetulan juga sedang menatapnya.

Selama beberapa saat Pandu dan Aden saling bersitatap. Aden dapat melihat dari cara Pandu menatapnya, Pandu seperti sedang meminta persetujuan darinya. Aden yang peka akan hal itu, tanpa sadar ia menganggukan kepalanya pelan sambil bibirnya tersenyum simpul. Isyarat bahwa Aden memberikan lampu hijau, atau ijin kepada Pandu.

Aden tidak punya pilihan lain, posisinya benar-benar terdesak.

Terlihat Pandu merundukan kepala, ia sedang mengumpulkan keberaniannya untuk membeberkan seperti apa dirinya yang sebenarnya.

Jujur saja, bagi Pandu rasanya itu benar-benar sangat berat, berat sekali, tidak semudah membalikan telapak tangan.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Pandu lepaskan secara perlahan. "Gue... gue... gue suka sama Aden sejak pertama gue liat dia jualan di sekolah kita."

Hela'an napas lega bercampur sedikit kecewa keluar dari mulut teman-teman Pandu.

Mereka kecewa?

Ya, tentu saja mereka kecewa, seperti yang disampaikan sama Aldo barusan. Mereka sama sekali tidak menyangka jika Pandu yang terlihat lebih galak dari mereka ternyata mempunyai orientasi seks yang menyimpang. Baru kemaren mereka dibuat shock karena mendengar kabar tentang pernyakit Pandu, dan sekarang ditambah lagi dengan fakta yang mencengangkan. Tapi meskipun begitu, teman-teman Pandu sangat lega mendengarnya. Mereka sangat menghargai keberanian Pandu yang bernai terbuka di hadapan teman-temannya.

Seperti Pandu yang bisa terbuka dengan teman-temannya, hal serupa pun dilakukan oleh teman-temannya untuk Pandu. Mereka juga akan terbuka, menerima segala kekurangan dan kelebihan Pandu.

"Gue sayang banget sama Aden," imbuh Pandu dengan tulus, dan suara yang sangat pelan. Namun masih dapat terdengar oleh teman-temannya dan bisa langsung sampai menyentuh di hati Aden.

Tatapan mata Aden teduh ke arah Pandu yang masih merundukan kepala. Aden tertegun dengan pengakuan Pandu, dan Aden tidak menyangka, kalau Pandu berani mengatakan rasa sayangnya terhadap Aden di hadapan teman-teman.

Untuk kesekian kalinya, tanpa sadar Pandu sudah membuat desiran aneh muncul di hati Aden. Terlihat bola mata Aden kembali berkaca, karena ia benar-benar merasa sangat terharu.

Tiba-tiba saja rasa bersalah, muncul di hati Aden.

Terlihat Aldo mengulurkan kedua tangannya, meraih pundak Pandu lalu memeluknya erat. "Udah nggak usah sedih, gue tau pasti sekarang lu lega kan? Udah nggak ada lagi beban. Lu jangan khawatir, kita bakal welcome dan akan terus dukung apapun keputusan lu."

"Tank's Do," ucap Pandu.

Lukman yang sedari tadi sibuk dengan HPnya, mulai beranjak dari tiduran. Menggunakan kedua lututnya Lukman berjalan mendekati Pandu dan yang lainnya. "Buat ngeraya'in pasangan baru, gimana kalo habis latihan basket, kalian ikut kita nonton nanti malam?" Usul Lukman.

"Ogah!" Tolak Alex cepat. "Yang ada kita bakal dijadiin obat nyamuk buat nemenin mereka pacaran, dari tadi gue juga udah kaga mau."

"Udah, kalian aja sono berempat nggak papa kita nggak ikut, anggap aja double date." Ucap Aldo.

"Wanjeeer, double date! Geli gue dengernya." Canda Roby yang membuat gelak tawa mulai terdengar mulut mereka semua, kecuali Aden.

Dari tadi Aden hanya diam, dan melamun untuk menyembunyikan segala kegelisahannya.

"Aden...!"

Suara Alex membuat Aden tersentak, refleks menoleh ka arahnya.

"Gue titip sahabat gue, kalo lu bikin dia kecewa, gue nggak akan tinggal diam. Lu bakal kehilangan wajah lu yang ganteng itu." Ucap Alex bercanda.

"Berani sentuh dia! Lu berhadapan sama gue!" Serga Pandu yang membuat nyali Alex menciut.

Sepertinya Pandu sudah kembali seperti sedia kala.

Sedangkan Aden masih terdiam, sambil menelan salivahnya susah payah. Bibirnya tersenyum tipis, wajahnya datar memperhatikan Pandu yang sedang tertawa bersama teman-temannya.

~♡♡♡~

Pandu, Aden, Lukman dan juga Tristant baru saja keluar dari ruangan teater, bersama dengan puluhan para penonton lainnya. Mereka baru saja selesai menonton pertunjukan film di CGV Cinemas Central Park.

Tristant dan Lukman jalan berdampingan, di depan mereka ada Pandu dan juga Aden yang juga jalan beriringan. Terlihat bola mata Ttistant berkaca-kaca, dan sesekali terdengar suara isakan dari mulutnya. Tristant sedang menangisi film yang baru saja ditonton oleh mereka. Tristant menangis lantaran ending dari film itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Sad ending.

Sedangkan Lukman sendiri wajahnya ditekuk menahan gondok, karena genre film yang dipesan oleh Tristant tidak sesuai dengan seleranya. Tristant sudah membohongi Lukman. Awalnya Lukman meminta Tristant supaya membeli tiket film bergenre Action atau Science Fiction, tapi justru Tristant malah membeli tiket kesukaannya sendiri, film ber genre mello drama. Itu sebabnya Lukman benar-benar merasa kesal dan gondok dibuatnya.

Kalau Pandu sebenarnya juga tidak suka dengan film drama, seleranya sama dengan Lukman. Tapi meskipun ikut kesal, ia hanya diam saja, sudah terlanjur dibeli jadi buat apa protes. Yang penting baginya bisa dekat bersama Aden.

Sedangkan Aden ngikut aja, ini pertama kalinya bagi Aden menonton film di Bioskop. Tujuannya hanya untuk membuat Pandu bahagia.

"Kesel gue sama sutradara yang bikin filem tadi," ucap Tristant sambil menarik kursi untuknya duduk.

Mereka sudah berada di restoran yang berada di dalam mall Central Park. Hampir dua jam menonton mereka berempat merasa kelaparan. Mereka memutuskan untuk mengisi perut dulu sebelum akhirnya pulang ke rumah.

"Kenapa emangnya?" Tanya Aden. Ia sudah duduk berdampingan dengan Pandu. Sedangkan Lukman dan Tristant duduk berdampingan di hadapan mereka.

"Kenapa tokoh utamanya harus dibikin mati coba? Gue kan nyesek, harusnya mereka tuh hidup bersama, happy ending." Tristant menoleh ke arah Lukman yang sudah duduk di sebelahnya. "Kayak gue sama kak Lukman, happy ending."

"Nggak usah lebay,"  protes Lukman. "Gue juga kesel sama lu. Udah tau gue nggak suka drama. Selera lu tuh nggak asik."

Sejak pertama masuk teater sampai film selesai diputar Lukman memang sudah ngempet. Menahan kekesalannya.

Tristant memamerkan barisan giginya yang rata, tersenyum nyengir ke arah Lukman. "He... he... sorry."

"Bodok!" Kesal Lukman.

"Udah, cuma pilem doang." Pandu mencoba melerai pertengkaran kecil yang terjadi antara Lukman dengan Tristant. "Mendingan buruan pesen makan, udah laper." Titah Pandu saat seorang pelayan sudah berdiri di dekat meja mereka.

Beberapa saat kemudian Tristant mengambil buku menu yang disodorkan oleh pelayan kepadanya. Lalu ia menggeser kursinya, memangkas jarak dengan Lukman supaya bisa duduk lebih rapat untuk memudahkan mereka memilih menu makanan bersama-sama.

Hal serupa pun dilakukan Pandu dan Aden, mereka nampak sedang fokus memilih menu makan dalam satu buku menu.

Ngomong-ngomong soal Tristant, ia belum tahu tentang hubungan Aden dan Pandu yang sebenarnya. Tristans masih menganggap hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Lukman masih enggan bercerita. Ia masih kesal soal film.

Pandu dan Tristant menyerahkan buku menu kepada pelayan yang sejak tadi masih menunggu, setelah mereka sepakat dengan menu makanan yang akan mereka pesan. Pelayan restoran meninggalkan mereka setelah membaca ulang pesanan.

Sambil menunggu pesanan mereka tiba, terlihat Lukman mengeluarkan bungkus rokok dari dalam sakunya, mengambilnya satu batang lalu ia nyalakan menggunakan pematik, setelah sebatang rokok ia gigit. Lukman memang sengaja memilih tempat yang tidak ada tulisan dilarang merokok.

Melihat Lukman sedang menghisap sambil menikmati asap rokok, rasa keinginan Pandu untuk merokok kembali muncul. Ia sudah sangat tidak tahan ingin menikmati asap rokok seperti Lukman. Tanpa sadar telapak tangannya mengambil bungkus rokok yang tergeletak di atas meja di depan Lukman.

"Gue minta," ucap Pandu.

Lukman hanya cuek saja, dan membiarkan Pandu mengambil rokoknya.

Terlihat Aden mengerutkan kening, menatap heran kala melihat Pandu sedang mengambil sebatang rokok dari dalam bungkus nya. Namun pada saat Pandu sudah memasukan rokok kedalam mulutnya, dengan cekatan Aden menarik paksa sebatang rokok yang sudah digigit sama Pandu.

"Apaan sih?" Protes Pandu, saat Aden sudah berhasil mencabut rokok dari dalam mulutnya.

"Kan enggak boleh ngrokok?" Ucap Aden mengingatkan.

"Sekali ini aja ya? Udah nggak tahan gue, plis," mohon Pandu.

"Nggak boleh!" Tegas Aden. "Ntar jadi kebiasan. Lagian aku juga nggak suka liat kamu ngerokok. Kamu harus bisa nahan, demi kesehatan, kalo kamu nggak mau jaga kesehatan buat kamu sendiri, seenggaknya kamu bisa lakukan buat aku. Kalo kamu beneran sayang sama aku, ya harus nurut." Cecar Aden.

Pandu memutar bola matanya kesal, saat mendengar Aden berbicara panjang lebar. Tapi karena Aden yang mengatakan itu padanya, mau tidak mau Pandu harus menurutinya. Permintaan Aden, Pandu tidak akan bisa menolak, apa lagi Aden melakukan itu demi kebaikannya.

"Ya udah," Pandu menurut meski dengan mendengus kesal.

"Nah gitu," Aden mengulas senyum, menatap bangga kepada Pandu yang masih memasang wajah jutek.

Rupanya pertikaian soal rokok yang dilakukan antara Pandu dengan Aden, diperhatikan sama Tristant. Keningnya berkerut, menatap heran ke arah Pandu dan Aden.

"Ih... kak Aden, so sweet, perhatian banget sih? Curiga gue." Goda Tristant yang membuat Aden dan Pandu langsung salah tingkah.

"Curiga apanya? mereka emang pacaran," celetuk Lukman.

"Hah?! Serius?" Bola mata Tristant melebar, dan mulutnya terbuka. Ia benar-benar merasa shock mendengarnya.

"Ya," jawab Lukman cuek sambil menghisap rokoknya yang tinggal setengah.

"Masak sih?" Tristant meletakan kedua tangannya di atas meja, lalu menopang dagunya dengan sebelah tangan. Manik matanya menatap Pandu dan Aden secara bergantian.

Yang ditatap menjadi salah tingkah dibuatnya.

"Tapi kalo diperhatiin kalian serasi juga sih, sama-sama ganteng." Komentar Tristant setelah beberapa saat memperhatikan Aden dan Pandu. "Cuma gue agak bingung, trus yang jadi bottomnya siapa?"

"Bottom tu apa?" Tanya Aden polos. Aden memang benar-benar tidak tahu istilah-istilah dalam dunia percintaan sesama jenis.

"Nanya apaan si lu?" Protes Pandu. Sebenarnya Pandu sudah tahu, apa artinya bottom. Ia pernah membaca soal itu lewat internet. Hanya saja ia belum pernah sekalipun mencoba. Ia baru menemukan pasangannya yang cocok untuknya, Aden.

"Emang apaan?" Tanya Aden kembali, kali ini ia bertanya kepada Pandu.

"Bottom it_" Tristant menggantungkan penjelasannya saat melihat jari Pandu menempel di mulutnya sendiri. Isyarat supaya Tristant tidak menjelaskannya kepada  Aden.

"Bukan apa-apa, udah nggak usah dibahas," protes Pandu.

Melihat kepolosan Aden terlihat Lukman mengulas senyum, tiba-tiba muncul ide dalam otaknya untuk menjahili Aden. Lukman mengambil HPnya, kemudian ia membuka menu galeri, mencari gambar porno hubungan sesama jenis. Lalu mengirimkannya kepada Aden melalui pesan whatsapp.

Lukman mempunyai gambar seperti itu, hanya untuk bahan referensi, supaya lebih mahir saat mempraktekkan nya bersama Tristant.

Layar hape Lukman.

Aden clk

#gambar

Itu yang lagi nungging namanya bottom, kalo yang lagi berdiri namanya Top. Lu yang nungging apa yang yang berdiri?

Lukman terkekeh pelan kala melihat ekspresi wajah Aden, saat melihat gambar yang Lukman kirim melalui pesan whatsapp. Aden terlihat sangat tegang, dan tidak berhenti menelan salivahnya. Tidak lama kemudian bunyi balasan masuk dari Aden untuk Lukman.

Aden clk

Astaga!! Ini teh apa?

Katanya lu tanya bottom apa?

Tuh gue kasih contoh.

Entar gue kirim lagi gue masih punya banyak sapa tau lu pingin praktekin ke Pandu.

Udah nggka usah, serem.

#gambar

#gambar

#gambar

Aden menekan tombol power, mematikan HPnya lalu memasukan HPnya kedalam kantong celana jeansnya. Ia sudah tidak tahan lagi melihat puluhan gambar porno sesama jenis yang dikirim oleh Lukman barusan. Wajah Aden benar-benar tegang dan pucat pasi, lantaran ia baru pertama kali melihat gambar porno sesama lelaki.

Tawa Lukman semakin kencang, mengundang perhatian Tristant dan Pandu yang dari tadi sibuk bermain HP sambil menunggu pesanan yang tak kunjung tiba.

"Kenapa kak?" Tanya Tristant kepada Lukman.

"Nggak papa," jawab Lukman sambil memgangi perut menahan tawa. Puas sekali rasanya.

Setelah heran menatap Lukman, terlihat Pandu menoleh ke arah Aden di sebelahnya.

"Kenapa dia?"

"Nggak tau?" Jawab Aden. "Eh nanti pulang ke rumahmu apa langsung ke kosan?"

"Ke kosan aja deh, udah kangen gue sama kosan kita." Jawab Pandu.

"Oh... yaudah."

"Hei... Aden, kamu di sini?"

Suara seorang wanita membuat Aden refleks menoleh ke arah sumber suara itu.

Deg!

Jantung Aden seperti mau copot saat mengetahui siapa pemilik suara yang sudah memanggilnya.

"Ternyata kita jodoh ya, bisa ketemu di sini." Ucap tante Inggrid sambil menatap lapar ke arah Aden.

Aden membisu, ia melebarkan mata, sambil menelan salivahnya susah payah.