Day berjalan menuju kelas dengan perasaan campur aduk. Sampai beberapa kali tak sengaja menabrak siswa siswi yang berlalu lalang.
Sesampainya di depan kelas, ia melihat Rion tengah menunggunya. Dengan raut khawatir Rion mendekati Day. Memegangi bahunnya. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Day?" tanyanya cemas. "Tadi diapakan oleh Eros?"
"Ada yang sakit?"
Day mencoba tersenyum. "Tidak ada. Kak Eros hanya menyuruhku agar tidak jadi adik yang pembangkang, itu saja." Tentu harus ada sebagian hal yang mesti Day rahasiakan.
"Pasti dia membentakmu. Makanya wajahmu jadi pucat begini." Satu tangan Rion yang lain menangkup pipi Day yang dingin.
"Ah, tidak. Wajahku memang selalu pucat setiap menstruasi." Day menurunkan tangan Rion dari pipinya. Tersenyum tenang. "Kakak masuk kelas saja. Aku tidak apa-apa. Omong-omong, blazer dengan rok putihku, kakak kemanakan?"
"Sudah aku simpan ke mobil, tadi." Rion menghela napas. "Yasudah, aku masuk kelas dulu. Kalau ada apa-apa, telpon aku saja."
Day mengangguk. Seperti biasa, Rion mengusap rambut Day setelah melakukan rutinitasnya itu ia pun pergi.
Day masuk ke dalam kelas. Ia duduk sedikit tak nyaman. Tak lama Olla masuk ke kelas dengan wajah berseri.
"Habis darimana saja kau?" tanya Day sedikit curiga.
"Dari kantin."
Day mendengus. Jelas-jelas tadi Day ada di kantin, namun tidak menemukan keberadaan Olla dan Jadden disana. Ditambah, kalau saja ada Olla dan Jadden, mereka pasti bakal jadi orang pertama yang membentak orang-orang yang saat itu menertawakan Day. Meski tidak semenakutkan Eros, kemarahan Olla dan Jadden sudah sangat cukup untuk membungkam orang-orang. Pokoknya bentakan dan caci maki seorang Olla itu luar biasa ampuh.
"Aku habis dari kantin Olla, dan aku tidak menemukan dirimu maupun Jadden disana."
Olla membeo. "Oh ya?"
"Hm." Day menyibukan diri dengan membaca novel yang ia bawa dari rumah. "Lalu kemana saja kalian berdua tadi?"
Olla cengengesan dan menggaruk rambutnya. "Akan aku beritahu, asal kamu jangan berisik." lalu Olla mencondongkan wajahnya untuk membisikkan sesuatu ke telinga Day.
"Aku habis main dengan Jadden di toilet pojok yang jarang dipakai itu."
"Main apa kalian sampai harus jauh-jauh pergu kesana?" Day mengernyitkan dahi.
"Main itu Day," tekan Olla.
"Main itu apa maksudmu Olla? Bisa to the point tidak?"
"Main itu loh."
"Ya main apa yang kau maksud?! Jangan membuatku kesal, beritahu aku dengan jelas!" Day kesal.
"Making love."
"What?!"
Olla langsung membekap mulut Day membuat teman sekelasnya menatap mereka aneh.
"You with Jadden? Making love in the toilet?" Day bertanya dengan nada rendah. Memastikan pendengarannya tidak salah.
"Yeah. Ternyata rasanya sangat luat biasa Day. Tadi itu ketiga kalinya aku bermain dengan Jadden. Sebelumnya kami selalu bermain di rumahku." Olla senyam-senyum menceritakannya.
"Kalian gila?!" Day berpikir kalau dua temannya itu sudah tidak waras.
"Tidak. Justru kami sangat waras. Wajar seseorang melakukan seks saat membutuhkannya. Apalagi kami sama-sama sudah berumur tujuh belas tahun. Yang tak wajar itu kamu, Day, sudah tujuh belas tahun tapi belum pernah pacaran. Bagaimana kamu akan merasakan kenikmatan sebuah seks?"
Day tak berkutik.
"Apa kamu ingin semua murid AHS membullymu ketika mereka tahu kalau kamu masih virgin?"
"Memangnya ini Amerika?"
"Hei, di AHS sudah sangat lumrah hilang keperawanan di umur segitu tau. Noob! Pasti mereka akan menertawakanmu jika tau kau belum pernah melakukannya. Ahahah!" Olla tertawa iblis.
Day mendadak cemas. "Jangan sampai mereka tahu."
"Aku akan memberitahu mereka." Olla menjahili Day membuat Day menimpuk kepalanya dengan novel yang ia pegang. Olla meringis seraya terkekeh.
"Kalau sampai aku dibully, akan kujamin kau yang akan bunuh diri."
Olla terbahak mendengarnya.
••••
Day menghempaskan bokongnya ke sofa sesampainya di rumah. Sementara Rion memberikan blazer dan rok yang kotor tadi ke ibunya, kepala pelayan di rumah megah ini. Sena namanya. Day dan Eros terbiasa memanggil Sena dengan sebutan bibik, sama seperti sebutan pelayan lain. Yang membedakan adalah, Day lebih dekat dengan Sena ketimbang pada pelayan-pelayan lainnya.
Saat Day tengah melepas sepatu, terdengar deru motor Eros yang berhenti di depan rumah. Seketika Day cepat-cepat melepas sepatunya dan menaruhnya ke rak sepatu. Lanjut berlari menaiki tangga untuk sampai ke kamarnya.
Pintu kamar sudah dikunci. Sembari mencoba meredakan napasnya, Day berjalan ke kasur. Membanting diri ke atas kasur berukuran king size berwarna putih itu.
"Kenapa kak Eros bisa menakutkan dan juga romantis dalam satu waktu?!" Day menjambak kepalanya. Lalu terdiam menyadari apa yang dia katakan. "Apa yang barusan aku bilang? Romantis?!"
"Apa yang kau pikirkan Day!! Ah, dasar bodoh!!" Di sela merutuki dirinya sendiri, perut Day terasa sakit, bercampur keram. Day meringis sambil meremas perutnya. Sudah biasa baginya mengalami nyeri haid seperti ini. Biasanya akan mereda dengan sendirinya atau jika sakitnya bertahan lama, perutnya akan membaik setelah meminum sebotol kiranti.