"Tommy," Arni menjulurkan tangannya, menyentuh dada pria tersebut. "Maafkan aku."
Tommy mengangkat wajahnya, tersenyum hambar dan menggelengkan kepala.
"Tidak, Arni," ujar Tommy, "kau tidak perlu berkata maaf padaku. Lagi pula, kau bisa menganggap ini adalah karma buruk yang telah aku lakukan padamu."
"Tapi orang tuamu…?"
"Sudahlah," Tommy menyeka lelehan air mata yang masih tersisa di pipinya. "Toh, semua sudah berlalu, semua sudah terjadi," sang pria menghela napas dalam-dalam. "Tadinya, kupikir kau mengetahui semua ini, bahwa kau lah di balik semuanya. Itu sebabnya aku ingin membalaskan semua ini kepadamu, itu pula yang membuat aku kasar terhadapmu tadi. Tapi…"
Tommy menatap lama ke dalam bola mata Arni, lalu ia tersenyum lagi. Meski sangat tipis, namun masih ada kelembutan di sana.
