Dimas mengusap-usap punggung anak perempuannya itu, mengusap rambutnya yang terasa setengah basah di ujung-ujung jemari tangannya.
"Lalu," kata Dimas, "siapa laki-laki yang beruntung itu?"
Arni kembali menjauh dari sang ayah, duduk lagi di sofa yang sama, dan berusaha menutupi kebahagiaan yang terpancar di wajahnya itu.
"Aku tidak mengatakan tentang laki-laki sebelumnya pada Papa."
"Benarkah?" Dimas terkekeh mengangguk-angguk. "Kamu masih saja berusaha menutupi semuanya dari Papa, Sayang."
"Aku hanya merasa gembira sebab apa yang kita janjikan pada orang-orang Dubai itu telah mampu kita sediakan dengan cepat dan baik, Pa. Itu saja."
Dimas menghela napas dalam-dalam. "Kamu tahu, Sayang," ujarnya. "Selama ini, Papa menutupi sesuatu darimu. Papa berpura-pura tidak mengetahui apa yang sudah kamu lalui."
"Benarkah?"
Sang ayah mengangguk dengan senyuman kecil di sudut bibirnya.