Chereads / Jangan Baper! / Chapter 3 - 3

Chapter 3 - 3

Hari Senin, pekerjaan yang begitu menumpuk. Banyak kertas dimeja Ninda membuat dirinya sedikit migrain melihatnya.

"Ohayo kak Nin.. ganbatte.." ucap Heri yang baru saja datang dengan menggunakan bahasa Jepang alakadarnya.

"Makasih" jawab Ninda singkat.

"Kenapa kak? Lagi ada masalah?"

Heri sepertinya menyadari dan cukup faham dengan perubahan sikap Ninda.

"Eh, nggak kok, cuma kurang tidur aja habis maraton anime semalam" ucap Ninda berbohong.

Ayahnya semalam pulang pagi, pukul satu. Membuat dirinya terbangun dari tidurnya karena ibunya yang marah pada ayahnya.

Ayah Ninda hanya bekerja sebagai kuli bangunan, uang yang dihasilkan tidak seberapa tapi selalu menyakiti hati ibunya, bahkan kadang uang ibunya di ambil untuk berfoya-foya dengan wanita pelacur yang mencari uang dengan menjual diri.

Pikiran Ninda jadi berfikir ke masa depan, siapa yang akan membelanya nanti jika ada lelaki yang berani menyakitinya? Apa ayahnya akan peduli? Apa ayahnya rela jika ada lelaki yag menyakitinya? Kenapa ayahnya tidak kunjung merubah sikapnya? Walaupun terlambat, Ninda pasti akan senang jika ayahnya bisa menjadi tempat berlindung ter aman baginya. Pikiran itu membuat Ninda tidak bisa tidur sampai pagi.

Percayalah, keluarga yang masih lengkap namun berisi orang tua yang tidak pernah harmonis cukup membuat mental stres.

"Ninda, pak Zulhak minta laporan pendataan katanya" ucap Aldo yang baru muncul. Lelaki berwajah menawan, tinggi semampai, kulit sawo matang, tapi otak yg lemot.

"Oke, nanti gue buat dulu, abis itu langsung gue anterin kalau sudah selesai"

"Siap, gue balik ke bagian finishing kalau gitu"

Tempat para karyawan disini memang berbeda-beda ruangan. Kantor ini tidak begitu luas, hanya ada 3 ruangan. Ruang 1 di isi dengan Ninda dan Heri, mereka satu ruangan agar mudah berkomunikasi antara admin dan editing. Itu sebabnya mereka sangat dekat. Setiap permintaan design dari pembeli akan di data oleh admin dan admin akan memberikan ke editing. Tenang, mereka nggak khilaf, ruangannya sudah di isi dengan poster kaligrafi dan ayat kursi. Ruang 2 untuk bagian finishing. Yang di isi dengan Aldo, Dodi, dan Akbar. Dan ruang 3 tempat untuk owner kami yang bernama pak Zulhak yang usianya sudah kepala empat.

Ya, disini Ninda memang paling cantik.

Memang hanya ada 1 admin, 1 editing, dan 3 finishing untuk satu kantor. Dan kini kabarnya owner kami sudah punya 15 cabang kantor di setiap kota.

****

Pukul 18.00 WIB.

"Lo gak bawa motor kak?" Tanya Heri yang datang dengan motor matic-nya, menghampiri Ninda yang berdiri sendiri di pinggir jalan.

"Iya, tapi gue udah pesen ojek online kok, cuma emang lama aja"

"Cancel"

"Eh?"

"Cepat cancel"

"Gak, kasihan dia"

Heri merebut ponsel ditangan Ninda, kebetulan ponselnya menyala jadi Heri tak perlu bertanya password ponsel itu.

"Sudah gue cancel, ayok naik. Gue antar sampai rumah lo kak"

"Kasihan dia lho Her, lo cancel gitu aja. Mungkin dia lagi susah ekonomi dan bahagia banget ada yang pesan"

"Gue lebih gak mau liat sahabat gue berdiri nunggu lama disini"

"Tapi gimana kalau ini harapan dia buat kasih makan anak istrinya besok?"

Heri menarik nafas pelan.

"Iya gue tau gue terlalu kejam, tapi gue ga bisa liat lo nunggu disini kak, selagi ada gue kenapa gak minta antar pulang sama gue aja sih?"

"Kejauhan nanti lo"

"Cepet naik atau gue teriraki rampok" ancam Heri.

Ninda segera naik ke motornya, ancaman macam apa itu?

Walau sahabat dekat, tapi Ninda tidak mau terlalu merepotkan Heri. Selagi bisa sendiri Ninda akan lakukan sebisanya.

Baru setengah perjalanan, hujan turun sangat deras membuat Heri menghentikan laju motornya dan berteduh.

Ninda meniup tangannya beberapa kali, dingin.

"Mau pake jaket gue gak kak?"

"Gak usah"

"Oh.. Yaudah"

Tidak ada percakapan lagi, hanya suara air hujan yang terdengar saat ini. Hujan yang turun tanpa badai atau petir, tidak terlalu deras namun cukup basah kuyup jika menerobos tanpa payung atau jas hujan. Mungkin bisa disebut ini hujan yang menenangkan. Lebih menenangkan jika kita berada di atap rumah, ditemani selimut dan mie rebus plus telur setengah matang dan anime romance.

Ninda terus meniup telapak tangannya, sesekali ia menggosok-gosokan telapak tangannya juga agar lebih sedikit hangat.

Ninda memang paling tidak tahan dengan dingin, di tempat kerja pun dia dan Heri selalu rebutan suhu AC. Heri yang mengeluh kepanasan dan Ninda yang mengeluh dingin.

"Sini tangan lo kak!"

"Eh? Mau ngapain lo? Mesum ya?"

"Mesum apaan woi!! Gue cuma minta tangan bukan minta yang lain"

Heri mengambil tangan Ninda, menggenggamnya lalu menggosok-gosokan tangan Ninda dan meniupnya.

Ninda yang diperlakukan seperti itu hanya diam. Ninda tetap memegang teguh pendiriannya selama dua tahun ini untuk bersahabat baik dengan Heri.

Ninda hanya takut menjadi asing dengan Heri, Ninda tidak mau itu. Ninda hanya ingin bersahabat baik, tanpa menaruh rasa, tanpa berubah menjadi asing.

Ingat Ninda, jangan baper! Friendly itu menyenangkan.

*

*

*

*

To be continue