Chereads / Jangan Baper! / Chapter 4 - 4

Chapter 4 - 4

Setelah drama saat hujan, tidak ada perasaan berlebih pada Heri. Ninda menjalani harinya seperti biasa. Tidak terpikiran atau teringat kejadian itu lagi. Padahal dua tahun dekat dengan Heri adalah waktu yang cukup lama. Terlalu sulit buat Ninda untuk benar-benar baper apa lagi sampai terngiang-ngiang akan hal romantis. Apa ini menandakan Ninda tidak punya perasaan?

Hari ini, tidak ada Heri ditempat kerja, Heri juga tidak mengabari Ninda. Heri tidak masuk, hanya itu info yang ia dapat dari rekan kerja yang lain.

Sepi, Ninda sangat kesepian di ruangan ini sendirian. Tak ada yang menjahilinya, tidak ada teman bicara. Membuat Ninda sesekali melamun.

Suara deringan telfon membuat Ninda sedikit kaget. Bukan dari ponselnya, tapi dari ponsel bisnis khusus untuk pekerjaan. Biasanya customer yang menelfon. Padahal sudah di ketik di info kontaknya "hanya chat, tidak menerima panggilan" dasar customer yang tidak suka membaca.

Hanya beberapa detik, belum sampai Ninda memegang ponsel itu, suara deringannya berhenti. Syukurlah, Ninda sedang tidak mood saat ini.

Seharian tanpa Heri benar-benar membuat Ninda jenuh, makan siang yang biasa dilakukan bersama Heri kini ia lakukan sendiri. Padahal temannya yang lain mengajaknya, tapi Ninda menolaknya.

Sampai jam pulang kerja, hanya kejenuhan yang Ninda rasakan.

"I need friend" keluh Ninda dalam hati.

Entahlah, Ninda hanya butuh teman saat ini, tidak lebih. Mempunyai satu teman yang selalu ada lebih baik dari pada ratusan teman palsu.

Heri juga tidak ada kabar sama sekali. Biasanya dia akan mengirim pesan jika tidak masuk kerja. Pesan tidak penting sebenarnya, tapi cukup membuat Ninda tenang dibandingkan hari ini.

'Hari ini gue gak masuk, sedikit demam. Jangan kangen lho kak'

'Udah pulang lo kak? Sepi ya gak ada gue seharian? Ngaku lo!'

Begitulah kira-kira pesan yang ia kirim jika tidak masuk kerja.

***

Keesokan harinya Heri masih tidak masuk, Ninda memberanikan diri pada owner apa alasan Heri tidak masuk.

"Nggak enak badan" begitu jawaban dari owner.

Tapi kenapa? Kenapa Heri sama sekali tidak mengirim Ninda pesan? Ninda sudah mengirim pesan ke nomor Heri dengan bertanya kenapa dia tidak masuk tapi di WhatsApp hanya centang satu, itu artinya nomor Heri tidak aktif.

Ninda berfikir untuk ke rumah Heri setelah pulang kerja. Ingin sekali memastikan kondisi Heri yang sebenarnya, namun Ninda mengurungkannya.

Hari ke tiga, Heri masih tidak masuk juga. Tapi kali ini kabarnya mengejutkan, dia resign. Begitu kata owner.

Resign? Kenapa? Nggak enak badan sampai resign? Apa Ninda harus menjalani hari tanpa Heri?

Hari ini, setelah bekerja Ninda benar-benar ke rumah Heri, Ninda harus bicara padanya.

"Ada di dalam, ayok masuk kak!" Ucap Rian, kembaran Heri.

Namanya Riandra Mahesa. Ya, beda tipis dengan nama Heri. Riandra dan Heriandra. Itu nama mereka. Wajahnya sangat mirip dengan Heri, cukup sulit untuk membedakannya. Hanya potongan rambutnya yang bisa Ninda bedakan. Heri dengan rambut lebih gondrong macam anak berandal. Rian dengan rambut yang disisir rapi ke belakang.

Nama mereka memang dipanggil berbeda. Heri bilang anak kembar yang namanya hampir mirip sudah terlalu banyak. Maka dari itu mama dan papanya memanggilnya Rian dan Heri. Lagi pula sulit juga mencari nama panggilan dari nama mereka.

Rian membuka kamar Heri, Heri sedang tidur. Apa dia masih sakit?

"Heri masih sakit?" Tanya Ninda pada Rian.

"Nggak, cuma tidur biasa aja. Aku bangunin dulu kak" ucap Rian dengan sopan, dia memang lebih sopan saat bicara kepada Ninda, berbeda dengan Heri yang blak-blakan.

"Eh jangan, gapapa kok. Aku kesini cuma mau liat keadaannya aja"

"Berisik Rian! Keluar! kak Nin, disini aja gue tau lo pasti kangen sama gue" Heri membuka matanya, mungkin terganggu dengan percakapan aku dan Rian.

Rian segera keluar dari kamar Heri, meninggalkan Ninda dan Heri di sana.

Heri bangun, kini ia duduk bersandar di tempat tidurnya.

"Hai kak Nin!! Kangen gue ya?" Ucapnya dengan wajah menggoda.

"Dih.. gak usah.." belum Ninda selesai bicara, Heri memotongnya

"Jalan-jalan yuk!"

"Lo bukannya baru sembuh?"

"Sehat kok, lo liat sendiri kan?"

"Kenapa lo resign?"

"Gue sakit kak"

"Sakit apa yang buat lo sampai resign segala?"

"Paru Kronis"

Hening, tidak ada percakapan lagi setelah itu.

"Lo nggak sedih?" Ucap Heri memecahkan keheningan.

"Kenapa harus sedih? Yaudah biarin aja kan gitu kenyataannya"

"Thanks lho, kak" Ucap Heri dengan tersenyum yang mengembang.

"Buat?"

"Keluarga gue sedih pas dengernya, mama gue nangis, terus semuanya memperlakukan gue berlebihan. Gue gak suka. Dan lo biasa aja, jadi gue seneng"

Mereka berdua tertawa, entah apa yang lucu. Mereka tertawa bahagia.

Seharusnya ada rasa sedih, bukan?

*

*

*

To be continue