Chereads / Jangan Baper! / Chapter 5 - 5

Chapter 5 - 5

Satu minggu ini Ninda bekerja tanpa Heri, sangat sepi. Ninda seperti merasa kehilangan.

"Nin, di panggil pak Zulhak. Katanya kalau udah selesai lo langsung ke ruangan dia aja" ucap Aldo.

"Ngapain ya, Do?"

"Mana gue tau. Yang gue tau lo kesepian karena gak ada Heri, tapi ya lo harus profesional lah Nin jangan sampe kerjaan kena mood lo yang berantakan" ucap Aldo menepuk pundak Ninda.

"Gue faham Do, thanks ya"

Ninda segera ke ruangan pak Zulhak setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ninda tahu akhir-akhir ini ia sering melamun, Ninda siap menanggung resiko apapun karena memang ini salahnya.

Ninda mengetuk pintu itu, menunggu sampai pak Zulhak menyuruhnya masuk.

"Ini kesalahan yang ke dua, maaf saya tidak bisa mempertimbangkan kamu lagi Ninda. Karena kesalahan kamu dalam melakukan penjualan saya jadi rugi. Kamu di PHK"

"Iya gak apa-apa pak, terimakasih atas semuanya. Ini salah saya, saya siap tanggung resiko itu"

***

Uangmu jangan dihamburkan, tabung sebagian. Barang kali kamu kena PHK atau butuh biaya mendadak. Wejangan ibu Ninda saat Ninda menerima gaji pertamanya dulu. Syukurlah Ninda mengikutinya, setidaknya saat ini Ninda sedikit mempunyai tabungan.

"Maaf ya bu, secepatnya Ninda cari kerja lagi"

"Ya gak apa-apa, sudah jangan dipikirin. Ibu juga masih kerja toh kita bisa pakai uang ibu buat biaya hidup kita"

Ibunya Ninda bekerja di sebuah tempat laundry. Tidak begitu jauh dari rumah, masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Kamu tahu rasanya punya ayah tapi hidup bagai anak yatim? Ya, seperti yang Ninda rasakan saat ini. Ada sosok ayah namun tak bisa disebut sebagai seorang ayah.

Ninda memeluk ibunya erat. Entah bagaimana hidup Ninda jika tanpa Ibunya, karena satu-satunya motivasi hidup Ninda saat ini hanyalah ibunya.

***

"Kak Nin!" Suara itu mengagetkan Ninda. Suara yang tidak asing, suara yang Ninda sangat rindukan beberapa hari ini. Ninda harap pendengarannya tidak salah.

Hari ini Ninda ke cafe bersama teman SMP nya, Naya. Tidak ada tujuan tertentu, hanya ingin melepas rindu yang sudah berbulan-bulan ingin bertemu. Naya adalah anak yang periang, selalu membuat Ninda tertawa karena tingkahnya. Pipinya chubby dengan bentuk mata yang kecil. Naya masih kuliah saat ini, itu sebabnya Naya dan Ninda jarang sekali bertemu. Mereka hanya bertemu saat Naya libur dan pulang kerumahnya saja. Naya kuliah di Bandung, jadi ia harus nge-kost di sana agar hemat biaya transportasi.

"Oi, kak!" suara itu makin dekat, seseorang menepuk pundak Ninda pelan dari belakang. Ninda menoleh ke sumber suara, itu adalah Heri, ia ditemani kembarannya.

Apa kamu tahu, Heri? aku merindukanmu, sebagai teman.

"Eh?" Ninda mengangkat alis, rasanya seminggu tak bertemu Heri membuatnya agak canggung.

"Kangen gue kan lo?" Ceplos Heri dengan wajah menggoda. Dia mengambil kursi dan duduk di meja Ninda dan Naya.

Naya yang tidak tahu apa-apa hanya diam kebingungan.

Mereka semua pun mengikuti Heri, duduk.

"Apa kabar kak? Lo gak kerja? Terus ini siapa yang lagi sama lo?" Tanya Heri dengan santai.

"Gue baik kok, gue juga sudah resign, dia temen SMP gue namanya Naya"

"Hai kak Naya, salam kenal. Gue Heri, ini yang mukanya copy paste gue tapi masih gantengan gue, namanya Ryan, kembaran gue" seperti biasa Heri selalu mudah akrab dengan semua orang yang baru ia kenal. Oh mungkin lebih tepatnya, sok kenal.

"Hhmm.. salam kenal" Naya tersenyum kaku. Naya sendiri adalah tipe orang yang pendiam saat baru bertemu orang baru tapi akan gak ketolong cerewetnya kalau sudah mulai beradaptasi.

Rian hanya memijat kepalanya pelan, punya kembaran yang otaknya sedikit geser cukup membuatnya malu.

"Lo kenapa resign kak?"

"Sepi, gak ada lo, jadi males"

"Payah banget alasan lo deh kak"

Hening, tidak ada percakapan. Ninda dan Naya menyeruput kopi yang mereka pesan tadi.

"Eh tapi bagus deh kak, kita punya waktu banyak buat jalan-jalan"

"Hah?"

"Gue pengin ngabisin banyak waktu sama lo, kita gak tahu sampai kapan kita hidup, kan?" Heri tersenyum, senyum tulus tidak ada keterpaksaan atau kesedihan dalam ucapannya.

"Oke, lo atur aja mau kemana, gue selalu siap temenin lo" Ninda membalas dengan senyuman.

Rian memasang wajah sedih. Ia tahu maksud dari ucapan Heri. Kembaran mana yang tidak sedih? Mereka selalu bersama sejak dalam kandungan. Berteman, bertengkar masalah sepele, bercerita suka dan duka.

"By the way kalian ini kembar, kan? Siapa yang kakaknya?" Naya memecahkan keheningan.

"Gue lahir lebih dulu, cuma selang beberapa menit sama Heri" jawab Rian.

"Gak lah, gak ada adik kakak. Lahirnya kan masih hari yang sama"

"Tetep aja gue kakak, gue keluar duluan, lo harus sopan lah sama gue"

"Gue yg tendang lo biar lo keluar duluan, jadi lo berjasa sama gue"

"Tetep aja gue kakak"

"Gak ada adik kakak"

"Okey lupain, kayaknya gue salah tanya" Naya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Rian udah ada pacar?" Tanya Naya lagi. Sepertinya Naya tak butuh waktu lama untuk akrab dengan seseorang.

"Eum.. belum sih masih kuliah soalnya mau fokus dulu"

"Wah... sama gue juga masih kuliah. Duh jodoh nih kayaknya kita" ucap Naya dengan wajah sedikit menggoda.

Secara fisik, Heri dan Rian memang lumayan bahkan di atas rata-rata kata ganteng. Mereka juga terlihat keren, entahlah anak kembar memang punya karisma yang berbeda.

"Rian kuliah? Kok lo nggak, Her?" Tanya Ninda. Kenapa Heri lebih memilih ke dunia kerja? Padahal Heri dari keluarga yang berkecukupan, tidak seperti Ninda. Jika Ninda berada di posisi Heri pasti Ninda akan sangat senang bisa melanjutkan pendidikannya.

"Males mikir pelajaran lagi"

"Payah banget alasan lo deh, Her"

"By the way, udah jam 4 sore nih gue sama Ninda pamit pulang duluan ya takut kesorean sampe rumahnya" Naya berdiri dan mengambil tasnya, bergegas untuk pulang.

"Oke deh, Kak Nin besok gue jemput lo jam 2 siang"

Ninda mengacungkan jempol.

"Jangan bikin anak orang baper, dia punya trauma berlebih sama cinta. Kalau lo bikin dia nangis gue bunuh lo" Sebelum benar-benar pergi Naya membisikan sesuatu pada Heri.

"Bisikin apa si Nay?" Tanya Ninda penasaran.

"Nggak kok, itu gue cuma nanya mau gak si Heri jadi iparan sama gue" Naya tertawa cukup kencang, membuat orang sekitar meliriknya.

"Duh gilanya kumat, ayok pulang!" Ninda segera menarik tangan temannya itu agar cepat keluar dari cafe.

*

*

*

To be continue