Chereads / Destroyed By A Billionaire / Chapter 9 - 9. Meminta Hak Seorang Suami

Chapter 9 - 9. Meminta Hak Seorang Suami

9.

"A-Arland, lo mau apa?" Arasha ketakutan. Wajahnya sudah pucat pasi melihat Arland yang tampak penuh amarah. Aura pria itu benar-benar gelap dan penuh amarah. Dia geram, marah, dan penuh emosi. Arasha bisa merasakan itu tanpa Arland perlu susah payah menjelaskannya.

Di tengah rasa takutnya, Arasha memejamkan mata, menghindari tatapan mata Arland. Dia berusaha untuk menutupi rasa takutnya sebisa mungkin. Karena jika Arasha ketakutan, maka Arland akan merasa menang. Dia tahu tujuan Arland. Dia tahu pria itu ingin membuat Arasha tunduk padanya.

Dan Arasha tidak akan pernah memberikan hal itu pada Arland. Dia tidak akan membuat Arland merasa menang.

"Minta hak gue sebagai suami lah. Kenapa? Lo takut? Kalau gitu, lo bisa mengajukan surat cerai ke gue. Bakal gue ladenin dan setujui langsung." Ucapnya dengan seringai di bibirnya.

Arasha menggeleng kuat. Dia takut. Tetapi, dia tidak akan mengaku. Meski mata Arland sudah sangat menggelap diliputi oleh emosi yang membara, Arasha tidak akan takut. Maksudnya, dia akan berusaha untuk tidak takut.

"Enggak. Aku gak takut sama kamu." Balas Arasha, seolah menantang Arland.

Arland yang merasa tertantang dengan ucapan Arasha semakin mendekatkan tubuhnya hingg menempel sempurna dengan gadis itu. Wajah keduanya berada dalam jarak yang cukup dekat, hingga Arasha bisa merasakan hembusan nafas Arland yang menyapu wajahnya.

"Lo gak takut sama gue? Arasha Orlean, gue kasih tahu sekali lagi sama lo ya… gue bukan Arland yang dulu. Gue bukan Arland yang diem-diem perhatian dan cinta sama lo. Gue udah berubah sepenuhnya. Dan gue jadi orang yang gak kenal belas kasihan. So, sebelum lo masuk lebih jauh ke neraka yang lagi gue persiapin buat lo… mendingan lo mundur sekarang." Arland mencoba memperingati Arasha.

Namun, Arasha yang sangat keras kepala memilih untuk tidak mempedulikannya. Sudah dia tekankan bahwa dia tidak akan mau kalah. Dia memiliki misi tersendiri untuk mempertahankan hubungannya dengan Arland. Dan Arasha tidak akan berhenti sampai misinya berhasil.

"Aku gak akan mundur, Arland. Di saat aku sudah memilih, aku akan menjalaninya hingga akhir tanpa terkecuali."

***

***

***

Tidak ada yang terjadi. Arland hanya mengancam dan menakut-nakuti dirinya. Dia tidak melakukan hal kejam apapun kecuali mencekram kuat rahang Arasha sampai terasa sangat sakit.

Meski begitu, ini di kuar ekspetasi Arasha. Dia pikir, Arland akan melakukan hal yang lebih kejam daripada ini.

Saat ini, Arasha tengah berbaring di ranjangnya. Dia menatap langit-langit kamar mewah dengan dominan warna putih tulang.

Saat tengah sibuk membaringkan tubuhnya dengan hati yang berat, tiba-tiba pintu kamarnya di buka oleh seseorang. Tanpa menoleh sekalipun, Arasha tahu siapa pelakunya.

"Ada apa?" Tanya Arasha seraya berusaha untuk beranjak.

Dia duduk di ranjang, mengamati Arland yang saat ini sedang berdiri seraya menyandarkan punggungnya ke pintu yang terbuka.

"Gue laper, pengen makan." Ketus Arland.

Arasha menghela nafas panjang. "Tinggal makan. Aku barusan udah masak." Kata Arasha.

Arland tahu Arasha sudah masak. Dia bahkan bisa melihat ada banyak lauk pauk di meja makan. Arasha benar-benar memasak banyak makanan meski waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Gue tau lo udah masak. Tapi, yang gue pengen gak ada di sana. Jadi, gue mau lo masak lagi." Ucap Arland dengan santainya.

Apa tadi Arland bilang? Apa yang pria itu inginkan tidak ada di meja makan? Arasha memasak sekitar enam hidangan lauk yang berbeda. Bahkan, dari mulai seafood sampai ke sayur ada di sana.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebentar lagi tengah malam dan Arasha sejujurnya sangat lelah. Tetapi, suaminya ini dengan kurang ajar menyuruh dia untuk masak setelah dia memasak banyak hidangan? Yang benar saja.

Meski hati Arasha mengoceh tanpa henti, menggerutu kesal, pada akhirnya bibir Arasha tidak berani mengatakannya. Alih-alih berkata ketus pada Arland, Arasha justru menghela nafas berat, melunakkan suaranya berharap Arland mau mengasihani dia. "Apa yang pengen kamu makan emangnya?" Tanya Arasha.

"Gue pengen Beef Wellington. Lo tau gak makanan itu?" Nada bicara Arland terdengar sedang meremehkan Arasha.

Arland tidak tahu saja jika Arasha sangat handal memasak. Dia sampai sekolah khusus memasak karena memasak adalah hobinya. Mana mungkin Arasha tidak tahu makanan Beef Wellington. Dan Arasha tahu dengan baik bahwa hidangan satu itu membutuhkan waktu lama untuk memasaknya.

Sepertinya, Arland sedang mengerjai dia. Arasha tidak akan terkecoh.

"Aku gak tahu. Beli aja ya? Aku pesenin." Arasha mencoba meraih ponselnya, namun segera ditepis oleh Arland hingga ponselnya terjatuh seketika.

Pria itu tampak kesal karena Arasha mengabaikan ucapannya. "Lo gak denger atau gimana? Gue maunya masakan lo. Malah beli, gimana sih! Kalau gitu masak yang lain aja."

"Masak apa?" Tanya Arasha dengan nada yang cukup lelah.

Arland berpikir sejenak, kemudian menjawab. "Ya udah, gue mau rendang."

Arland benar-benar berniat membuat Arasha tidak tidur malam ini sepertinya. "Land, masak rendang lama. Ini udah tengah malem. Yang lain aja deh." Mohon Arasha.

Arland memutar bola matanya malas. Dia mencekram kuat lengan Arasha, menggeram kesal. "Masih untung gue gak minta makanan luar karena gue yakin lo gak bisa. Yang gue minta cuman rendang. Bodo amat mau masaknya lama atau enggak, mau tengah malem atau pagi-pagi. Yang jelas gue mau rendang. Gak ada tapi-tapian!"

Pria itu menghempaskan tubuh Arasha sedikit kasar sampai nyaris tersungkur. Arasha yang mendapati perlakuan seperti itu menghela nafas berat. "Fine. Gue masakin rendang buat lo."

Arland bisa tersenyum puas saat ini. Sebelum dirinya keluar dari kamar Arasha, dia menyempatkan diri untuk mencekal dagu Arasha, mendongakkan wajah gadis itu sampai menatapnya. "Gue tunggu di kamar. Gue mau masakan lo, bukan beli. Inget itu, istri gue yang tercinta."

***

***

***

Setelah kurang lebih dua jam memasak, akhirnya rendang buatan Arasha matang juga di saat waktu tepat berada di pukul satu pagi. Gadis cantik itu segera menyajikannya, kemudian meletakkannya di atas meja makan.

Setelah di rasa rendang masakannya telah sempurna, Arasha baru berteriak untuk memanggil suaminya. "Arland?! Arland?! Rendang yang kamu minta udah mateng!" Teriak Arasha.

Satu menit, dua menit, hingga akhirnya lima menit berlalu, namun Arland belum juga memberi respon. Alhasil, Arasha memilih untuk naik ke lantai dua, menuju kamar Arland.

Setelah sampai di depan kamar suaminya, dia mengetuk pintu kamar tersebut beberapa kali. Namun, tetap tidak ada respon. Akhirnya, Arasha memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar utama rumah mewah ini.

Ceklek!

Sesaat dia masuk, ruangan tampak gelap gulita. Arasha tanpa membuang waktu lagi segera menyalakan lampu, kemudian menghampiri Arland yang saat ini sudah berbaring di atas ranjang dengan mata terlelap.

Dia duduk di tepi ranjang, mengguncangkan tubuh Arland agar segera bangun. "Arland?! Rendangnya udah mateng. Land?" Panggil Arasha.

Arland yang merasa sedikit terganggu akhirnya membuka mata. Dia menyipitkan matanya, menyadari Arasha ada di sini. "Apaan sih lo?! Ganggu aja!" Gerutu Arland seraya berusaha kembali terlelap.

Jangan tanya sejengkel apa Arasha saat ini. Mati-matian, dia menahan amarahnya sendiri. "Rendang yang lo minta udah mateng." Kata Arasha.

Arland membua matanya kembali, menatap Arasha dingin. "Gue gak jadi makan, kelamaan lo masaknya. Keburu ngantuk. Udah sana, keluar lo dari kamar gue sebelum gue perawanin lo tau rasa."