Chereads / Destroyed By A Billionaire / Chapter 7 - 7. Saling Membenci

Chapter 7 - 7. Saling Membenci

7.

"Meski dulu kamu pernah mencintai ku?" Kilas balik masa lalu tiba-tiba saja menyergap ingatan Arland. Ya, dia pernah mencintai Arasha. Bahkan, sangat mencintai gadis itu.

Akan tetapi, saat itu Arland sangat tahu diri. Dia tahu Arasha dan Dylan saling mencintai satu sama lain sehingga akhirnya memilih untuk mundur dan mendukung hubungan mereka.

Menyakitkan? Tentu saja. Tetapi, Arland lebih baik merasakan sakit karena harus merelakan cintanya daripada harus melihat Dylan yang tersakiti.

Dia sangat menyayangi sang kakak. Meski mereka tidak terlahir dari ayah ataupun ibu yang sama, tetapi mereka tumbuh bersama satu sama lain. Hampir setiap hari mereka bersama, saling mengasihi dan menyayangi. Arland tidak mau hanya karena hal sepele seperti ini, hubungannya dengan Dylan akan rusak dan berantakan.

"Hm. Meski dulu gue pernah jatuh cinta sama lo." Desis Arland.

Rahangnya yang runcing bagaikan jarum terlihat mengetat sempurna. Manik matanya sudah menggelap penuh amarah dan dendam tersendiri.

Tampaknya, Arland sangat membenci Arasha.

Sayangnya, mau sebenci apapun Arland padanya, Arasha tidak akan mengubah keputusannya. Dia tetap akan menikah dengan Arland, bukan Dylan.

Pilihannya sudah bulat dan tidak bisa lagi diganggu gugat.

Apapun yang terjadi, Arasha akan tetap memilih Arland.

Arasha menarik nafas panjang sebelum membalas ucapan pria itu. Dia merasa harus mengakhiri perdebatan mereka sekarang. "Aku yakin kamu kenal aku dengan baik, Arland. Kita sama-sama sejak sekolah dasar, bukan baru-baru ini."

"Kita sama-sama untuk saling membenci, Arasha. Bukan saling mencintai."

"Lalu apa salahnya aku menikahi laki-laki yang membenciku dan juga ku benci?" Balas Arasha.

Arland benar-benar tidak habis pikir dengan gadis keras kepala satu ini. Suka sekali membuatnya mendidih. "Salah. Karena lo pada akhirnya akan tersiksa. Lo pada akhirnya akan merasa seperti di neraka. Rumah tangga lo bakal hancur berantakan. Dan gue bakal pastiin lo nyesel sampai ceraiin gue. Ngerti?"

Bukannya gentar, Arasha justru merasa tertantang. "Oke. Kita lihat aja nanti. Siapa yang akan nyerah pada akhirnya."

***

***

***

"Fuck! Fuck! Sialan! Brengsek!" Arland mengumpat seraya membanting barang-barang di penthousenya. Dia mengamuk saat baru pulang dari kantornya.

Ada banyak hal yang membuat Arland marah. Dan semua itu terkait Arasha, gadis menyebalkan yang seenaknya menghancurkan hidup Arland.

"Awas aja lo Sa, gue bakal bawa lo ke neraka beneran!" Gerutu Arland.

Tanpa Arland ketahui, Dylan ada di pojok ruangan tersebut. Tengah menyesap segelas wine yang dia siapkan untuk melepas penat. Dan dia melihat semuanya. Semua kekacauan yang Arland buat.

Jika biasanya Dylan akan menegur Arland atas apa yang pria itu lakukan, kali ini dia tidak melakukannya. Alih-alih menegur, Dylan justru membiarkannya begitu saja.

Karena sejujurnya, Dylan sama kacaunya dengan Arland saat ini. Dia sekacau itu sampai melakukan hal yang sama. Yaitu, mengacak-acak penthouse tempat tinggalnya sendiri.

Melihat Arland yang mulai tenang, Dylan segera mendekati adiknya tersebut. Dia berdiri di samping Arland, menjulang tinggi di depan Arland yang saat ini tengah duduk di kursi seraya memijat keningnya sendiri.

"Arasha tetap keras kepala?" Tanya Dylan.

Tanpa menoleh sedikitpun, Arland tahu siapa yang bertanya. Suara Dylan sudah Arland kenal dengan baik. Sehingga, dia tidak perlu merasa terkejut lagi.

"Hm. Dia tetap mau gue yang nikah sama dia. Sumpah gue gak habis pikir banget kenapa dia gali lobang kuburannya sendiri. Gue udah ngasih peringatan ke dia kalau gue gak akan bisa jadi seorang suami yang baik kayak lo. Gue bisanya cuman ngehancurin dia. Lagian, gue juga udah gak cinta sama dia." Geram Arland. Terdengar geraman rendah dari suara pria itu.

Sudah berkali-kali mereka membahas hal ini. Dylan sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Dia benar-benar kebingungan harus merespon bagaimana. Karena sejujurnya, Dylan sudah sangat pasrah. Dia mencintai Arasha, dia sudah berusaha agar Arasha kembali padanya dan memilih dia. Arland juga demikian. Arland sudah mencoba agar Arasha memilih Dylan alih-alih dirinya.

Akan tetapi, Arasha sangat keras kepala dan tidak ingin mengubah keputusannya. Dan ini membuat Arland Dylan merasa frustasi.

"Gue nyerah, Land. Gue gak tahu harus gimana lagi. Mungkin emang Arasha jodohnya lo, bukan gue." Kata Dylan.

Arland tidak suka mendengarnya. Apa-apaan Dylan? Bertahun-tahun mencari, kini tiba-tiba saja menyerah saat sudah bertemu. Yang benar saja.

"Gue gak—" baru saja hendak membalas, Dylan tiba-tiba memotong ucapannya.

"Nikahin Asa sesuai kemauan dia, Land. Gue akan pergi. Mungkin ini saatnya gue pegang perusahaan di Jerman. Gue akan menetap di sana, coba ngelupain Asa dan… cari cewek, nikah juga kayak lo." Potong Dylan.

Arland merasa tidak bisa menerima hal itu. Seharusnya Dylan yang ada di posisinya, menikah dengan Arasha. Selain itu, dia juga kesal mendengar ucapan Dylan. Pria itu bisa bebas, pergi ke Jerman, mencari wanita dan menikah tanpa paksaan seperti ini. Menjengkelkan sekali rasanya.

"Enggak Lan, Asa harus nikah sama lo, bukannya gue." Tegas Arland.

Dylan menggeleng singkat. Dia menyesap wine di tangannya, kemudian memberikannya pada Arland. "Sayangnya gue harus terbang ke Jerman nanti malam. Gue mungkin gak bisa dateng ke acara pernikahan lo. Dan mungkin juga gue gak akan balik ke Indonesia sampai hati gue membaik dan berhasil lupain Asa. Lo gak usah terlalu merasa bersalah, Land. Gue udah terima semua ini dengan lapang dada. Nikahin Asa, lagipula dia cewek baik-baik."

Arland tetap menolak mentah-mentah. Dia tidak akan menikahi Arasha sampai kapanpun. Dia tidak suka seperti ini. Dia tidak suka pemaksaan. Jiwa Arland bebas, seharusnya dia bisa memilih wanitanya sendiri.

Dan jika dia menikahi Arasha, hidupnya hanya akan dirundung rasa bersalah yang teramat besar pada Dylan. Dia pastinya merasa enggan untuk mencoba jatuh cinta pada Arasha jika seperti ini. Bagaimana mungkin dia mencoba mencintai istrinya saat Dylan saja tersakiti bukan main?

"Jangan macem-macem, Lan! Gue aja yang ngalah. Gue yang pergi. Gue gak masalah kalau Mami sama Daddy marah sama gue. Biar gue aja yang bersembunyi. Gue cukup gak usah dateng di hari pernikahan, jadi lo bakalan secara resmi gantiin gue nantinya. Oke?" Sentak Arland.

Jika semudah itu, sejak kemarin-kemarin Dylan tidak perlu terus menemui Arasha untuk membujuknya.

"Gak semudah itu, Arland. Kalau lo gak dateng di acara pernikahan, lo bakal di coret dari ahli waris keluarga. Semua harta keluarga lo gak akan bisa lo dapatkan. Lo bakal hidup miskin seumur hidup. Gue yakin lo kenal baik sama Mami dan Daddy. Mereka gak pernah main-main sama ucapan mereka." Geram Dylan.

Arland tidak bisa berkata-kata lagi. Karena sejujurnya, Arland masih membutuhkan harta untuk bisa bersenang-senang. Dan dia juga tahu jika kedua orang tuanya adalah orang yang berbahaya. Bahkan, sang ibu sangat mengerikan.

Melihat Arland hanya diam, Dylan tersenyum miris. Dia menepuk pundak Arland, mengusapnya pelan. "Gue gak apa-apa, Land. Nikahi Asa. Nikmati waktu lo sama dia."

"Tapi gue gak cinta, Lan. Lo yang cinta sama dia."

"Dan dia milihnya lo, bukan gue. Lagian, gue kenal Asa. Dia gak mungkin milih lo tanpa alasan… jadi, nikahi dia sebagaimana rencana awal. Oke?"