5.
Tangannya menarik kuat tangan Arasha tepat pada pintu keluar restoran. Setelah mendengar keputusan yang Arasha berikan tentang memilihnya alih-alih Dylan, Arland murka. Dia merasa tidak bisa menerimanya. Alhasil, dia langsung menentang keras. Namun, Arasha tetap keras kepala dan mempertahankan pilihannya untuk menikah dengan Arland, entah apa alasannya.
"Lo udah gak punya otak ya?! Lo harusnya pilih Dylan, bukan gue! Dengan cara kayak gini, sama aja lo nyakitin Dylan, bego!" Sentak Arland dengan suaranya yang sangat keras. Bahkan, seorang pelayan di dekat sana sampai terkejut saat mendengarnya.
Sejujurnya, Arasha tidak ingin berdebat dengan Arland. Dia sangat menghindari hal tersebut. "Gue udah bilang kalau keputusan gue gak akan bisa diganggu gugat. Gue milih lo daripada Dylan." Tegas Arasha yang sudah mulai merasa muak dengan semua ini.
Bukan hanya Arasha yang merasa muak dengan hal ini. Tetapi, begitupun dengan Arland. "Kenapa Sa?! Kenapa gak Dylan? Gue tau lo masih cinta sama Dylan! Berhenti jadi munafik, Sa!" sentaknya lagi.
Arland menjambak rambutnya sendiri, frustasi dengan apa yang terjadi. "Shit! Lo ada masalah apa sih, Sa?!" teriaknya lagi.
Arasha tampak tenang menatap wajah Arland. Dia memalingkan wajahnya sejenak, sebelum akhirnya membuang muka. "Lo gak perlu tahu alasannya. Yang jelas, gue pilih lo." Setelah mengatakan hal tersebut, Arasha berjalan meninggalkan Arland begitu saja. Tepat sesaat Arasha hendak masuk ke dalam taxi yang telah dia pesan, suara Arland menghentikan langkahnya.
"Gue pastiin lo nyesel sama pilihan lo sendiri, Asa… gue bakal pastikan itu!"
***
***
***
"Fuck! Fuck!" Arland menggeram kesal sesaat setelah pulang dari pertemuan sialan itu. Dylan sudah pergi entah kemana. Dia tidak pulang bersamanya dan Rosea. Tetapi, Arland sangat yakin bahwasannya Dylan mengetahui tentang Arasha yang memilihnya.
"Mami, please… Asa memilih Arland, Mam! dan itu saja Arland menyakiti Dylan!" segala macam protes terus Arland layangkan pada Rosea, ibunya.
Tetapi, respon Rosea tetaplah sama. Keputusannya tidak berubah sedikitpun. Perjodohan ini akan berlanjut sebagaimana mestinya.
"Perjodohan ini akan tetap berlangsung." Tegas Rosea untuk kesekian kalinya.
Arland mengusap wajahnya gusar. Dia tidak akan pernah menang berdebat melawan ibunya. Sampai kapanpun, dia tidak akan pernah menang. Yang bisa dia lakukan hanyalah pasrah pada setiap keputusan ibunya. "Mami, tapi bagaimana dengan Dylan? Mami tahu sendiri kalau Dylan masih cinta sama Arasha!" tegasnya.
Rosea mengetahui hal itu. Dia juga merasa tidak tega terhadap Dylan. Tetapi, ini benar-benar di luar kuasanya. Awalnya, Rosea pikir Arasha akan memilih Dylan alih-alih Arland. Saat mendengar keputusan gadis itu, Rosea ikut terkejut dan sedikit tidak menyangka. Akan tetapi, Rosea yakin sepenuhnya bahwa Arasha memiliki alasan tersendiri.
"Itu diluar kuasa Mami, Arland… jadi, berhenti protes dan cukup terima keadaan. Pernikahan kalian bulan depan. Jadi, kamu harus bersiap." Ucap Rosea.
Arland menghela nafas kasar. Dia memijat batang hidungnya sendiri, merasa pusing dengan semua ini. "Bagaimana dengan Dylan?" Tanya Arland dengan suaranya yang terdengar sangat putus asa.
"Mami yakin Dylan akan menghargai keputusan Arasha." Balas Rosea.
Arland mengangguk kecil, mengharapkan hal yang sama. "Ya, Arland harap begitu."
***
***
***
"Jadi, lo beneran pilih Arland?" tanya Raya, sahabat Arasha.
Arasha menganggukkan kepalanya. Sejak tadi, yang dia lakukan adalah meminum cocktail yang tersaji di atas mejanya. Sedangkan Raya, memilih segelas tequila yang tentu sedikit memabukkan. Arasha tidak berani meminum alkohol. Alhasil, Raya yang mewakilinya.
"Hm. Gue pilih Arland." Jawabnya dengan wajah yang tampak frustasi.
"Kenapa?" bukan, kali ini bukan Raya yang bertanya hal tersebut. Tetapi, seorang pria yang ada dibelakangnya.
Seorang pria tampan yang entah sejak kapan berdiri di sana, dan mendengar percakapan Arasha dengan Raya.
Arasha sampai terkejut mendengarnya. Tubuhnya tanpa sadar berdiri, berjalan mendekat ke arah pria tersebut. "Bagaimana bisa kau sampai di sini?" tanya Arasha.
Pria tersebut menatapnya dingin, seolah Arasha merupakan sesuatu yang harus dibekukan. "Aku mengikutimu." Jawabnya.
Arasha menyadarkan dirinya setelah sempat mematung selama beberapa saat. Sedangkan Raya masih terkejut sampai mulutnya menganga lebar. "Untuk apa?" tanya Arasha.
Dylan, pria tersebut menarik nafas panjang. "Mengetahui alasan mengapa kau memilihnya." Jawab Dylan pelan.
Arasha tersenyum miris mendengarnya. Apa semuanya membutuhkan alasan? Kenapa semua orang menuntut sebuah alasan padanya? Arasha sampai muak dan bosan mendengar kata itu.
"Tidak ada alasan. Aku memilihnya karena ingin." Jawab Arasha. Tatapan mata keduanya terkunci erat satu sama lain dengan hati keduanya yang sama-sama terkunci.
Siapapun tahu bahwa keduanya tampak saling merindu satu sama lain. Tetapi, siapapun juga akan sama-sama tahu bahwa mereka sama-sama tidak ada keberanian untuk mengungkapkannya.
"Kamu masih mencintaiku, Arasha!" ucap Dylan dengan penuh keyakinan.
"Ya, aku masih mencintaimu." Tidak, Arasha tidak mengatakannya secara terang-terangan. Nyatanya, itu hanya terucap di dalam hati.
Sayangnya, Dylan tidak merasakan hal tersebut. Dia tidak merasakan cinta di hati Arasha. "Sa? Bilang kalau kamu masih cinta sama aku." Desak Dylan sewaktu tidak mendapat jawaban dari mulut Arasha.
Arasha menggeleng pelan. Dia mengkhianati hatinya sendiri. Dan itu, cukup menyakitinya. "Keputusan aku udah pasti, Dylan. Gak ada yang bisa mengubahnya." Ucap Arasha.
Dylan masih juga tidak bisa menerimanya. "Why? Kenapa Arland?! Kamu seharusnya pilih aku, Sa! Kita bisa memulai semuanya kembali. Aku akan melupakan tentang kamu yang tiba-tiba saja pergi tinggalin aku beberapa tahun yang lalu, terus kita memulai kisah yang baru. Oke?"
Bagaimana bisa Dylan sangat keras kepala seperti ini? Berapa kali Arasha menolak pria itu? Tetapi, Dylan masih bersikeras memintanya untuk kembali.
"Dylan… aku udah milih Arland. Dan keputusan aku gak akan berubah sampai kapanpun." Tegas Arasha.
Dylan menggeleng kuat. "Kamu gak akan bahagia sama Arland, Sa! Dia gak cinta sama kamu… Dia udah gak cinta lagi sama kamu! Arland udah berubah sejak malam itu, sejak kecelakaan sialan itu! Dia gak percaya sama yang namanya cinta. Dia udah jadi cowok brengsek. Kamu gak akan bahagia kalau nikah sama dia!" sentaknya.
Arasha menghela nafasnya. Dia tahu itu. "Aku tahu. Aku tahu semuanya… selama ini aku gak terlalu jauh dari kalian. Aku bahkan jadi salah satu karyawan kantor Arland." Ucapnya, membuat Dylan sedikit syok.
Selama ini, Dylan pikir Arasha pergi ke luar negeri seperti apa yang dikatakan oleh ibunya. Hal ini membuat Dylan akhirnya mencari Arasha ke luar negeri alih-alih di dalam negerinya sendiri. Dan fakta kali ini begitu mengejutkannya, membuat Dylan tidak menyangka bahwa perempuan yang selama ini dia cari rupanya sangat dekat dengan dia.
"How? Bagaimana cara kamu bersembunyi dari aku, Sa?" tanya Dylan yang masih saja merasa tidak menyangka.
Arasha hanya tersenyum tipis tanpa menjawab apapun. Karena, Dylan tidak seharusnya mengetahui semuanya sekarang.