6.
Tidak terasa, tanggal pernikahan mereka telah ditetapkan. Yang mana, hanya tersisa kurang lebih satu minggu sampai Arasha dan Arland akan resmi menjadi suami istri.
Saat ini, Arasha tengah disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang entah mengapa menjadi beranak pinak dan tidak ada selesainya. Atasan Arasha tanpa henti memberinya pekerjaan terus menerus, membuat Arasha merasa sakit kepala. Bahkan, dia sampai tidak bisa makan siang di jam istirahatnya.
Saat sedang sibuk-sibuknya dengan setumpuk pekerjaan yang datang secara tiba-tiba, seseorang datang kepadanya dan mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Arasha menghela nafas berat.
"Anda dipanggil oleh Tuan Besar di lantai atas." Ya, itu adalah sekretaris Arland. Seorang perempuan cantik dengan perawakannya yang sangat sexy dan pakaiannya yang amat sangat terbuka. Bahkan, tiga kancing terbatasnya sengaja dia buka untuk menggoda entah siapa.
Selama beberapa tahun ini, Arasha berhasil bersembunyi di perusahaan Arland berkat Rosea. Ya, Rosea yang membantunya. Dia membantu Arasha untuk bersembunyi dari mereka berdua selama empat tahun ini.
Entah apa yang membuat Rosea akhirnya berkhianat dan membuat Arasha kini terlibat kembali dengan Arland dan Dylan. Sudah seperti itu, keterlibatan Arasha kali ini memegang peranan yang sangat penting.
Dia dijodohkan. Dengan mereka. Dan Arasha memilih Arland. Yang artinya, dia akan menikah dengan Arland, hidup dan berumah tangga dengan Tuan Besarnya sendiri.
Katakanlah Arasha gila. Tetapi, baginya ini adalah pilihan terbaik yang bisa dia lakukan.
"Oke Ulfa, thank you. Bilang ke bos besar kalau aku akan ke sana habis ini." Kata Arasha dengan nada dan bahasa yang santai, jauh dari Ulfa yang tampak formal dan tidak ingin menganggapnya sebagai teman.
Ulfa tentu tidak akan mendengarkan ucapan Arasha. Dia memutar bola matanya malas, kemudian berkacak pinggang. "Tuan Besar maunya sekarang."
"Tuan Besar siapa? Tuan Besar Alaric Cashel atau Arland?" Tanya Arasha.
"Tuan Besar Arland. Cepatlah ke atas sebelum aku mengadukan padanya bahwa kau adalah karyawan pemalas yang harus dipecat." Desis Ulfa. Dia berjalan keluar dari ruangannya, meninggalkan Arasha yang menghela nafas berat.
Rupanya, Arland sudah tahu bahwa dia adalah salah satu dari karyawannya.
Padahal, Arasha lebih suka bermain petak umpet dengan mereka. Akan tetapi, tampaknya takdir ingin Arasha menghadapi mereka.
Tanpa basa-basi lagi, Arasha langsung meninggalkan setumpuk pekerjaan melelahkannya, kemudian memasuki lift dan naik ke lantai atas.
Setelah sampai di lantai tempat ruangan Arland berada, Arasha tanpa pikir panjang masuk ke dalam ruangan tersebut. Di depan sana, dia tidak sengaja melihat Arland yang sedang berciuman dengan Ulfa.
Marah? Tidak.
Arasha tahu bahwa mereka memiliki hubungan asmara. Bahkan, beberapa kali ada gosip yang mengatakan bahwa Arland dan Ulfa akan segera menikah.
Sayangnya, gosip itu sepertinya hanya akan menjadi gosip semata. Alih-alih menikah dengan Ulfa, Arland justru akan menikah dengannya. Bukankah itu lucu?
"Permisi, Tuan Arland." Kata Arasha, membuat ciuman keduanya terhenti.
Mata Arland melirik tajam ke arah Arasha.
"Tinggalkan kami berdua." Kata Arland pada Ulfa. Mengerti keadaan, Ulfa segera melangkah meninggalkan mereka berdua. Tentunya dengan langkah yang tampak tergesa dan jengkel. Bahkan, Ulfa sampai sengaja menyenggol lengan Arasha dengan sedikit kasar.
Arasha memilih untuk diam. Dia terlalu malas meladeni perempuan manja seperti Ulfa. Dia sudah tahu akal licik Ulfa. Sok-sok an menyenggol dirinya, jika disenggol balik akan mengadu.
"Anda menemui saya sebagai bos atau sebagai calon suami?" Tanya Arasha saat Ulfa sudah keluar dari ruangan.
Bisa Arasha lihat, Arland menggeram kesal dengan sebuah seringai di bibirnya. Dia mendekat ke arah Arasha, menatap Arasha dengan sorot matanya yang sangat tajam.
Jika ditanya mengapa Arland seperti itu, jawabannya karena dia marah. Tidak, dia bukan marah akibat Arasha tiba-tiba memilihnya dan membuat dia tidak bisa menikah dengan Ulfa. Karena sejujurnya, Arland tidak menganggap Ulfa sebagai kekasih. Dia hanya menganggap Ulfa sebagai pemuas nafsunya saja, tidak lebih.
Yang membuat Arland merasa geram dengan perjodohan ini adalah, karena Arasha merenggut kebebasannya dan menyakiti Dylan. Arland sangat yakin jika Arasha tahu bahwa Dylan masih sangat mencintainya mengingat hubungan mereka di masa lalu masih belum terselesaikan.
Dan dengan teganya, Arasha mengesampingkan hal itu, kemudian meninggalkan Dylan, menyakitinya dengan cara yang sangat menyakitkan.
Arland sebagai seseorang yang sangat menyayangi Dylan tentu tidak bisa menerima hal itu begitu saja.
"Gue gak habis pikir sama lo, Sa… gimana bisa lo segila ini sekarang? Gimana caranya lo sampai bisa masuk perusahaan ini, bekerja di sini sebagai seorang HRD tanpa sepengetahuan gue?! Dan gimana bisa lo bersembunyi dari Dylan selama empat tahun ini padahal lo ada di sekitar gue?!" Desis Arland yang kini sudah berdiri tepat di depan Arasha dengan tubuh condong ke arah gadis mungil di depannya.
Lagi-lagi pertanyaan yang sama Arasha dapatkan dari orang yang berbeda. Baru beberapa hari yang lalu Dylan menanyakan hal tersebut, dan sekarang Arland juga demikian. Sayangnya, sama seperti Arasha yang tidak menjawab pertanyaan dari Dylan, Arasha juga tidak akan menjawab pertanyaan tersebut dari Arland.
"Oh, jadi kamu manggil aku di tengah-tengah kerjaan aku yang sangat amat menumpuk kayak dosa kamu cuman buat nanyain itu? Sangat amat tidak penting. Lebih baik aku kembali bekerja daripada meladeni—" ucapan Arasha dipotong dengan cekatan oleh Arland yang sempat tertawa meremehkan.
"—kamu? Aku kamu?! Cih! Gak usah berlagak sopan, Sa… sejak sekolah dasar, kita musuhan." Desis Arland.
Arasha tidak sedikitpun terpengaruh oleh ucapan pedas dari Arland. Hatinya sekebal baja dengan ocehan pria itu mengingat dia sudah mendengarnya sejak kecil.
"Masa aku harus manggil gue lo di saat kita udah mau menikah." Kata Arasha. Astaga, dia merasa seperti perempuan gatal yang berniat merebut Arland dari istrinya. Padahal, dia lah yang akan menjadi istri sah Arland.
"Menikah? Jangan harap, Sa. Lo akan menikah sama Dylan, bukan sama gue." Desis Arland.
Dia menyeringai sinis, kemudian meralat ucapannya sendiri. "Sorry salah. Maksudnya kamu akan menikah dengan Dylan, bukan dengan saya." Sentaknya dengan nada meremehkan, seolah meledek Arasha.
Arasha yang sudah terlampau santai tidak merasa tersindir dengan nada bicara Arland yang terang-terangan sedang meledeknya. Dia justru membalas ucapan pria itu. "But, yang aku pilih adalah kamu, Arland. Bukan Dylan."
"Ya, tetapi saya tidak sudi menikahi kamu. Saya bukannya tidak tahu bahwa kamu adalah perempuan licik. Saya tahu kamu memilih saya karena ingin balas dendam, bukan? Kamu ingin menghancurkan hidup saya, merenggut kebebasan saya."
Jemari Arland sudah bertengger di dagu Arasha, mengangkat wajah gadis itu sampai menatapnya. "Sekali lagi saya tegaskan, saya tidak sudi menikahi kamu."
"Meski dulu kamu pernah mencintai ku?"