Chereads / Destroyed By A Billionaire / Chapter 4 - 4. Kejelasan Masa Lalu

Chapter 4 - 4. Kejelasan Masa Lalu

4.

Denting sendok dan piring yang tadinya terdengar riuh kini semakin mereda. Satu persatu disana mulai selesai dengan makanan masing-masing. Yang artinya, hanya tersisa sedikit waktu untuk Arasha mengambil keputusan.

Setelah memastikan semua orang selesai makan, Rosea mulai mengajak mereka berbincang sedikit. Membahas masa lalu rasanya tidak terlalu buruk disini.

Bahas membahas terus terjadi tanpa henti. Hingga akhirnya, Rosea mulai memasuki ke inti pertemuan mereka kali ini.

"Arasha bagaimana? Sudah menetapkan pilihan?" Tanya Rosea.

Arasha tersedak seketika. Dia terbatuk pelan, kemudian segera meminta izin untuk ke kamar mandi.

"Maaf, Tante... Asa izin ke kamar mandi sebentar." Katanya seraya memundurkan kursi, kemudian berjalan menjauh dari sana.

Selama berjalan ke kamar mandi, Arasha tak henti-hentinya mengoceh di sepanjang jalan. Dia kesal, marah, dan ingin protes kepada sang ibu.

Bagaimana mungkin ibunya menyuruh dia memilih antara Arland dan Dylan? Ini sesuatu yang sangat rumit untuknya.

Dia tidak ingin menikah karena mereka.

Dia memilih melajang seumur hidup karena mereka.

Bahkan, kehidupannya berubah karena mereka.

Ada sebuah kenangan buruk dengan mereka yang tidak akan pernah terlupakan sedikitpun dalam benak Arasha, membuatnya berhasil membenci dirinya sendiri.

Gadis cantik itu terlihat gusar. Dia menatap wajah kalutnya di dalam cermin kamar mandi, kemudian menggeram. "Sial! Sama aja gue di suruh ngulang masa lalu." Geramnya pelan.

Dia membasuh wajahnya sejenak, kemudian mengeringkannya menggunakan tisu.

Selama beberapa saat, Arasha memilih diam. Dia bukan diam karena memang ingin diam. Melainkan karena pikirannya yang terlalu berisik. Dia harus memilih di antara Arland dan Dylan.

Sibuk dengan pemikirannya, Arasha tidak sadar bahwa ada seseorang yang memasuki kamar mandi perempuan.

"Kenapa aku gak bisa nemuin kamu selama ini?" Sebuah suara yang sangat familiar dan Arasha hindari kini dia dengar. Gadis itu menarik nafas panjang, mendongak dan menatap sosok mantan kekasihnya yang kini berdiri tepat di depan mata.

"Aku... aku... gak tahu. Ehm, ini toilet perempuan, Dylan. Kamu gak seharusnya ada di sini." Katanya, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Namun, Dylan tetap Dylan yang membutuhkan penjelasan. Bertahun-tahun dia ditinggal tanpa kepastian yang jelas, kini Dylan tidak akan membiarkan Arasha lolos sebelum menjelaskan semuanya.

"Apa alasan kamu ninggalin aku, Sa?" Tanya Dylan.

Arasha tersenyum getir. "Apaan sih. Itu udah masa lalu, Lan. Empat tahun udah berlalu. Udah ah, aku mau keluar, takut ada yang mergokin." Katanya seraya berusaha menggapai gagang pintu.

Sayangnya, Arasha terlambat. Belum sempat tangannya mencapai gagang pintu, Dylan terlebih dahulu berdiri di hadapannya seraya mencekal tangan dia.

"Lan! Kamu apa-apaan sih?!" Protesnya.

Dylan tampak tidak mempedulikan hal itu. Dia justru mengunci pintu kamar mandi, mengurung Arasha dengannya.

"Lan, kamu gila ya?!" Arasha kembali melayangkan protesnya. Namun, Dylan terlihat tidak mempedulikannya sedikitpun.

"Masa lalu kita udah selesai, Lan—" Dylan tertawa mendengarnya. Dia segera memotong ucapan Arasha dengan cepat. "—kamu tahu sendiri masa lalu kita belum selesai, Asa. Belum ada kata putus di antara kita. Kamu pergi tiba-tiba setelah promnight. Ninggalin aku tanpa kejelasan sama sekali. Kamu pikir aku gak frustasi?!" Sentaknya.

Arasha kini melunak. Dia tidak tega. Tetapi, ada sebuah alasan tersendiri untuknya meninggalkan Dylan hari itu.

"Jadi, mau kamu adalah kejelasan tentang hubungan kita di masa lalu? Oke, kita putus. Selesai 'kan?! Sekarang buka pintunya, aku gak mau ada yang mergokin kita dan mikir aneh-aneh." Arasha berusaha meraih handle pintu, namun lagi-lagi ditahan oleh Dylan.

"Pilih aku, Sa! Aku masih cinta sama kamu. Aku gak bohong... empat tahun berlalu, hati aku masih ada di kamu." Dylan tampak percaya diri saat mengucapkannya.

Dan Arasha mempercayai hal itu.

Dia tahu sebelum Dylan mengatakannya. Dia tahu hati Dylan masih padanya. Karena nyatanya, Arasha juga demikian.

Hatinya masih ada pada Dylan. Meski mungkin tidak sepenuhnya, tetapi Arasha yakin masih ada sisa rasa pada pria tersebut.

"Empat tahun ini, aku masih terus mikirin kamu, Sa. Kamu bisa tanya Arland kalau gak percaya." Kata Dylan.

Arasha tertawa miring. Dia menatap mata Dylan dingin, kemudian berkata. "Maaf, Lan. Aku gak percaya. Aku bukannya gak tahu kamu sempat menjalin hubungan sama model dari perusahaan kamu sendiri."

"Lagian, aku juga udah gak ada perasaan apapun sama kamu. Aku udah sepenuhnya move on dari kamu." Satu lagi kebohongan keluar dari bibir manisnya. Kebohongan yang terasa menyesakkan di hati, namun harus dia lakukan.

Dia segera membuka paksa pintu kamar mandi, meninggalkan Dylan yang kini sudah mendesah pasrah. "Sialan!" Umpat Dylan frustasi.

***

***

***

Pinggulnya melenggak-lenggok, mengantarkan langkah kakinya untuk kembali ke tempat mereka berkumpul semula.

Masih dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, Arasha mencoba menguatkan dirinya mati-matian. Dia harus bersiap untuk kembali bertemu dengan Dylan, duduk berhadapan dan tentunya mengobrol seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya.

Padahal, dalam hati Arasha terus menggumamkan kata maaf berkali-kali, serta merutuki dirinya sendiri yang terlalu pengecut untuk mengungkapkan sisa perasaannya di masa lalu.

Saat langkahnya sedikit lagi mendekati meja tempat Angel dan Rosea sedang menunggu, seseorang tib-tiba saja menghentikan dirinya.

"Jadi, kalian balikan?" Tanya seorang pria tampan yang kini bertengger di balik sebuah pilar bangunan.

Arasha sempat terkejut, tidak menyadari keberadaan pria tersebut.

"Sok tahu lo, Land." Gerutunya pada Arland. Dia baru saja berniat melewati Arland, namun dicegah olehnya.

"Dari mukanya sih kayaknya gak jadi balikan. Jadi, siapa yang gak mau balikan? Shit! Ngapain gue pake tanya, udah pasti lo lah ya. 'Kan lo si playgirl yang seenaknya ninggalin Dylan gitu aja." Sindir Arland.

Arasha yang mendengarnya terhenyak. Arland seperti sedang menghakiminya. Pria itu seolah mengetahui semua yang terjadi.

Padahal, Arland benar-bebar tidak tahu apapun. Bahkan, 0,1% dari apa yang menyebabkannya meninggalkan Dylan.

"Gue punya alasan tersendiri ninggalin Dylan. Dan lo gak perlu tahu itu." Arasha melewati Arland begitu saja tampa bisa dicegah. Lagipula, Arland memang tidak ada niat untuk mencegahnya. Namun, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menghakimi Arasha kembali.

"Alasan? Lo selingkuh? Atau jangan-jangan dugaan gue bener... lo diem-diem jadi pelacur, hamil di luar nikah, terus merasa bersalah sama Dylan, dan—"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Arland, membuat pria itu berdecih seraya menyeringai tajam.

Arasha sudah tidak lagi bisa menahan dirinya. Tangannya sudah gatal, dan hatinya memanas sehingga tanpa sadar melakukannya. Meski begitu, dia tidak menyesal. Justru, dia memberi penegasan. "Jaga mulut lo, Arland. Gue gak serendah yang lo omongin." Geram Arasha sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan Arland, menghampiri Rosea dan Angel.

Amarah sudah menguasai dirinya. Dengan mata yang berkabut rasa kesal, dia berkata. "Mah, Tante... Asa sudah memutuskan dengan siapa Asa akan menikah." Katanya penuh percaya diri.

Arland yang berdiri di dekat sana menyimak dengan seksama. Merasa sudah bisa menebak siapa yang akan Arasha pilih, pria itu membalik tubuhnya berniat untuk pergi dari sana.

Namun, sesuatu yang mengejutkan berhasil membuat langkahnya terhenti, dan tubuhnya berputar kembali.

"Asa memilih Arland."